02 || Tragedi

7 1 2
                                    

ANNYEONG!!!

Hehehe, balik lagi, nih 😀

Gimana? Masih mau lanjut? Sok atuh, lanjutin.

Tapi jangan lupa kasi Vote ⭐ sama komentar 🗣️ juga, Makasih.

____

Happy reading

.

.

.

"Ma, boleh ya? Aku ajak papa kok"

Terlihat seorang anak laki-laki sedang mengekor di belakang Mamanya, membujuk untuk di perbolehkan bermain di kolam renang yang baru saja di buka seminggu yang lalu.

"Kamu itu maunya main aja terus, belajar sana" omel Hana -Mamanya- tak menghiraukan bujukan si anak.

"Nanti habis pulang dari kolam aku belajar, kok, Ma. Iya, ya?" Anak laki-laki itu -Akara- memeluk pinggang Mamanya, memasang wajah melas berharap Hana luluh dan memperbolehkan.

"Ayolah, Ma. Ntar hari Minggu aku bantuin kerjaan rumahnya, aku cuci piring, aku bersihin kolam ikan, janji, deh." ucapnya lagi.

Wanita yang masih terlihat muda itu menghembuskan napasnya panjang, meletakkan pisau yang dia pegangannya kemudian berjongkok di depan putranya.

Menatap wajah tampan sang anak yang menjadi hal teristimewa baginya. Hana memang melarang, tapi untuk menolak, sepertinya hati kecilnya terlalu menyayangi Akara sehingga tak tega menolak permintaan bocah itu.

"Mulut kamu ini manis banget kalau ngomongin janji" Hana terkekeh kecil, mencubit sekilas pipi anaknya itu.

"Jadi di bolehin kan?" Binar mata Akara terlihat, suaranya terdengar antusias karena tau mamanya itu tak bisa menolak.

"Kamu kan tau mama nggak pernah bisa nolak permintaan kamu," Hana berdiri, "sana, bilang sama papa buat temenin. Siapin baju renang sama baju ganti kamu, cemilannya nanti beli aja di Alfamart."

"Yeeyy!!! Mama yang terbaik! Aku sayang Mama!" Akara memeluk sekilas Hana, lalu berlari keluar dari dapur sambil berseru, "PAPA! MAMA BOLEHIN, AYO!"

Mendengar seruan itu membuat Hana tak bisa menahan senyumnya.

"Itu pasti maunya si Arka" gumam Hana.

Wanita itu tau, keinginan sang anak pasti di landasi  hasutan sang ayah di baliknya.

Like father like son.

~~~

"Jagain dia, jangan malah kamu yang kesenangan main air" peringat Hana usai memberikan paper bag berisi baju renang Akara pada suaminya, Arka.

Sang suami, mengangguk, tersenyum kecil lalu mengecup kening istrinya cepat.

"Siap, Ma. Tapi nggak pa-pa, dong, kalau aku juga ikut main, temenin Kara" ucap Arka.

"Halah, ngomongnya aja temenin, tapi sebenarnya kamu yang mau ke sana, kan? Tapi tau aku nggak bakal aku izinin makanya kamu bilang ke Kara" tebak Hana yang hafal betul sifat suaminya.

Penasaran akan sesuatu dan bisa melakukan apapun agar rasa penasarannya tertuntaskan. Itulah suaminya.

"Tu tau" jawab Arka enteng, menyunggingkan cengirannya tanpa rasa bersalah setelah menghasut putranya.

Hana memutar matanya malas, "udah, sana, kasian Kara nungguin"

"Iya, ini juga mau pergi"

Lalu pria berusia 20-an itu berlalu dari hadapan Hana, memasuki mobil, kemudian keluar dari pekarangan rumah sederhana itu.

Kepergian Arka pun tak luput dari pandangan Hana. Namun, raut tenang yang awalnya ia tampakkan berubah menjadi kegelisahan. Tangannya terangkat, mengusap dadanya, ada rasa cemas setelah melihat mobil suaminya itu menghilang dari pandangannya.

Merasa jika pikiran-pikiran negatif mulai bersarang di otaknya, membuat Hana menggelengkan kepalanya, mengenyahkan semua hal negatif itu.

"Astaghfirullah, aku mikir apa, sih"

Hana memilih masuk ke rumah dan mengerjakan pekerjaannya yang tertunda dari pada harus terpaku pada pikirannya sendiri

• • •

"Kira-kira ada perosotan yang gede nggak, ya, di kolam berenang baru itu?" Akara bertanya di sela-sela mulutnya mengunyah cemilan pada Arka di sampingnya.

"Harus ada, sih, kalau nggak ada papa bakal protes" ucap Arka dengan nada jenaka, lantas membuat Akara tertawa kecil mendengarnya.

"Papa nggak bisa protes. Kan bukan papa yang buat kolam renang itu. Lagian, percuma juga papa berani protes depan orang yang punya kolam renang kalau ujung-ujungnya kalah debat sama mama"

Arka melirik Akara sepintas, merasa jawaban anaknya itu terlalu gamblang untuk di ucapkan, walaupun itu fakta.

Bapak satu ini merasa tertohok.

"Itu beda urusannya, Kar. Mama mu itu kalau udah protes, cocotnya nggak bakal diem ampe Papa jadi abu pun di omelin juga"

Kali ini Akara tertawa lepas sampai cekikikan hingga remah-remah di mulutnya ikut keluar. Ayahnya ini benar-benar juara satu kalau membahas soal mamanya yang di juluki Queen of cerewet oleh anak dan ayah itu.

Jika sampai Hana mendengarnya, pasti sekarang Arka sudah di gantung di tali jemuran.

"Eh, udah lampu hijau, Pa" Akara menunjuk lampu lalu lintas yang tadi berwarna merah, sehingga mobil mereka berhenti beberapa menit.

Kendaraan-kendaraan lain perlahan melaju begitupun mobil Arka. Namun, saat mobil itu akan menyeberang perempatan, Akara tak sengaja membuka pintu mobil dari sisinya, dia ingin mengambil permen tapi malah menarik handle.

"Astag, Kar, kenapa buka pintunya" alhasil Arka refleks menginjak rem, mobil-mobil di belakangnya pun ikut terhenti bahkan bisa laki-laki itu dengar ada umpatan yang mengarah padanya.

"Aku nggak sengaja- Papa itu apa?!" Fokusnya pada Arka terganggu, di arah kanan sebuah mobil putih terlihat kehilangan kendali, dan melaju gila ke arah mereka.

Arka gagal fokus akibat pekikan Akara, berbalik cepat dan sudah mendapati mobil putih itu menghantam mobilnya dan-

Ciiittt!!

BRAK!

"AKARA!"

"MAMA!!"

DUAR!!!

--- To be Continued ---

A/N :

~~~ (beberapa menit kemudian)
° ° ° (beberapa jam kemudian)
· · ── ·𖥸· ── · · (berganti hari)
• • • (di tempat lain, di waktu yang sama)

Ok, tu aja.

See U next Chp 💓💐

Surat Cinta untuk Kanara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang