04 || Di bawah Hujan

2 1 2
                                    

Hello!!

Ketemu lagi dong kita, gimana kabarnya? Sehat-sehat selalu ya :)

Btw, jangan panggil author dong 😅 panggil aja Mali, Lia, atau Miss, asal jangan Thor/Author

Dan juga... Aku nggak bakal bosan buat ngingetin kalian semua kalau.. MENJADI SILENT READERS ITU ADALAH HAL PALING JAHAT bagi seorang PENULIS seperti aku.

Nggak boleh ya, nikmati karya seseorang tanpa feedback.. minimal Vote ⭐ kalau nggak komen 🗣️ atau follow deh sekalian.

Kalian bukan orang jahat kan? Aku harap sih gitu.

______

Happy reading

.

.

.

Ayyara POV

Siang itu hujan turun dengan tiba-tiba. Padahal siang tadi masih begitu cerah, dan ramalan cuaca juga mengatakan, hari akan cerah sampai seminggu kedepan.

Tapi seharusnya aku tidak mempercayai itu, itu kan ramalan, belum tentu benar.

Sekolah sudah sunyi, mungkin hanya aku yang masih berada di kelas sekarang. Dalam suasana gelap, angin dingin berhembus membuat gorden kelas berkibar bersama titik-titik air hujan yang ikut masuk secara samar.

Aku menghela, menatap langit gelap dengan lesu tapi juga bahagia. Lesu karena waktu pulang ku tersita, tapi bahagia karena aku memiliki kesempatan untuk mengumpulkan nyali sebelum berhadapan dengan ayahku.

"Keluar aja, siapa tau ketemu murid lain yang masih di sekolah juga" aku berpikir untuk berkeliling untuk mencari tau apakah benar hanya aku yang tersisa atau masih ada murid lain.

Kedua kakiku menapaki ubin berwarna hijau itu pelan, menatap ke sekeliling yang gelap. Hanya suara hujan dan Guntur yang ku dengar.

Sebenarnya aku takut sendirian di suasana bagai film horor ini, aku takut bisa saja ada yang mengikutiku dari belakang lalu- ah! Apa yang aku pikirkan?! Ck, kebanyakan nonton Drakor, jadi aku berpikir yang tidak-tidak.

Sibuk melihat kesana-kemari, atensiku pun terkunci pada satu objek, aku menghentikan langkahku tepat di samping anak tangga menuju lantai tiga. Aku baru saja melihat seseorang naik ke lantai tiga, tanpa pikir panjang aku merubah haluan yang awalnya menuju halaman belakang, jadi ikut ke lantai tiga.

Benar saja, saat aku sampai lalu menoleh ke kiri, seorang pemuda sedang berjalan santai sambil menenteng sebuah kamera tak jauh dari tempatku.

Lantas aku mengikutinya dari belakang. Bukan membuntuti, tapi kala itu aku benar-benar tidak tau kenapa aku ingin mengikutinya.

Ku lihat anak itu mengarah ke rooftop, aku berhenti di belakangnya, setidaknya dalam jarak 10 meter. Dia tampak menurunkan tas dan meletakkannya di samping pintu bersama kamera dan payung yang menggantung di tasnya.

Lalu dia melangkah keluar tanpa mengambil payung tadi, aku memperhatikannya dengan sedikit terkejut. Kenapa anak itu berjalan di bawah hujan? Bukankah itu dingin? Apa dia sedang ingin mandi hujan seperti anak kecil?

Oh, entahlah. Itu bukan urusanku.

Pikirku begitu, tapi kakiku malah mengambil langkah hingga ke depan pintu.

Surat Cinta untuk Kanara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang