3. Bertemu Gentaka

182 42 12
                                    

Manik netranya berbinar cerah, mengantarkan bahagia yang merekah, bagi siapapun yang tengah menatapnya.

Manik netranya berbinar cerah, mengantarkan bahagia yang merekah, bagi siapapun yang tengah menatapnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini Juan tidak masuk sekolah. Ia masih berada di kampung halaman. Lagi-lagi, Janest kesepian. Selama ini ia sudah terbiasa menjalani hari-hari di sekolahnya bersama Juan. Janest memang masih mempunyai teman yang lain. Tetapi, Juan berbeda. Seasik apapun bersama teman baru, tetap sahabat lama yang mengerti selalu. Namun, hidup harus terus berjalan. Ada atau tidaknya seseorang yang berharga di samping kita, kita harus melanjutkan hidup sebagaimana mestinya.

"Janest, ayo buruan ke lab kimia!" Teguran dari Karina—si ketua kelas membuat Janest terperanjat kecil. Laki-laki itu mengerjap lalu mengangguk kikuk. Janest menoleh ke sekeliling, dan ternyata di kelas memang hanya tersisa dirinya juga Karina.

Tangannya merogoh laci meja. Mencari jas praktik yang memang ia taruh di sana. Usai mendapatkannya, Janest buru-buru memakai jas praktik seperti teman-temannya. Peraturan sebelum masuk lab kimia, murid-murid harus sudah memakai jas praktiknya terlebih dahulu.

"Janest, ayo, kelasnya mau dikunci!" Desak Karina lagi.

"Iya, bentar ini lagi ambil tempat pulpen," jawab Janest terburu-buru. Begitu selesai dengan persiapannya, Janest segera menyusul yang lain untuk keluar kelas.

Baru saja Janest hendak melangkah menuju laboratorium kimia, sebuah suara menghentikan pergerakannya. "Tunggu ngunci pintu, Nest. Masa gue sendirian?" Rajuk Karina yang berkutat dengan kunci kelas.

Janest mengangguk, dengan sabar menunggu Karina. Harusnya, ini tugas seksi keamanan. Tetapi, Bayu yang menjadi seksi keamanan justru sudah berhamburan terlebih dulu.

Setelah mengunci pintu, Karina menyusul Janest dan menepuk bahu laki-laki itu. "Yuk, jalan!" Ajaknya yang mendapat anggukan dan senyuman dari Janest. Sepanjang perjalanan, Janest mendengarkan Karina yang merutuk. Objek rutukan si ketua kelas kali ini adalah Bayu.

"Tau gitu, dulu gue nggak pilih dia jadi seksi keamanan. Gaji buta itu namanya!" Geram Karina dengan mencengkram buku di genggamannya kuat.

Janest hanya terkekeh, "Kan enggak digaji, Rin. Sabarin aja, tumbenan itu si Baba antusias sama kimia. Biasanya cari masalah mulu sama Pak Eko," timpal Janest.

Karina berdehem, "Ya bener juga, sih. Tapi, perasaan gue nggak enak. Takutnya, dia buat ulah di lab. Gue bosen kena tegur Pak Eko terus karena dikira nggak becus ngurus kelas," papar Karina.

Janest mengerti apa yang dirasakan gadis itu. Janest akui bahwa Karina adalah perempuan yang tegar dan kuat. Meski sering menjadi bahan celaan anak-anak yang tidak menyukainya, Karina tetap pasang badan paling depan ketika teman sekelasnya kesusahan.

"GENTAKA, SAYA BILANG BERHENTI!"

Janest dan Karina kompak terkejut mendengar teriakan Bu Susi selaku guru BK. Seorang murid laki-laki dan seorang guru perempuan kini terlihat sedang kejar-kejaran di koridor sekolah.

Ambivalen {Sungjake}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang