iii. sunday freak

106 19 14
                                    

Sebuah netted hat terpasang manis diatas kepala Audrey yang masih berdiri memandangi refleksi dirinya didepan cermin. Memilih sebuah gaun untuk dipakai saat misa menjadi sebuah pergulatan hati yang sedikit menyita waktu. Setelah hampir lima belas menit dia berdiri didepan lemari akhirnya sebuah gaun berwarna hijau menjadi pilihannya.

Giselle terlihat santai dan tidak memikirkan apa-apa saat mendandani dirinya. Bahkan dia memilih gaun untuk dipakai hanya dalam beberapa detik. Tak masalah, dia terlihat sempurna dengan apapun yang dia kenakan. Wajahnya cantik walaupun dia sedikit terlihat seperti mayat hidup dibandingkan dengan manusia karena warna kulitnya yang pucat.

Audrey membuka laci meja rias untuk mencari beberapa bobby pins. Isi laci disibakannya seperti mencari harta karun. Kepalanya bahkan hampir ia tenggelamkan kedalam laci.

"Giselle, apa kau punya-"

Belum selesai kalimat itu diucapkan, Giselle sudah keluar dari kamar sambil sedikit membanting pintu. Audrey tertegun seketika. Apa yang membuat anak itu sangat sensitif di pagi hari.

Audrey menarik beberapa helai rambutnya yang mengenai wajah ke belakang telinga. Beberapa detik setelah itu pintu kamar terbuka dan Giselle masuk kedalamnya dengan langkah yang cepat menuju meja rias Audrey. Dia meletakan beberapa bobby pins diatasnya.

Audrey mengerutkan dahinya.

"Cepat pakai dan turun kebawah."

"Kau-"

"Jangan tanya aku mendapatkannya darimana. Pakai saja. Kita sudah ditunggu."

Giselle berlalu keluar kamar.

Audrey tersenyum dengan kelakuan Giselle sulit ditebak. Meskipun begitu, dia cukup manusiawi untuk menjadi teman sekamar.

Setiap mereka akan ke gereja, ayah, ibu, Ian, Giselle dan Miya akan berada dalam satu mobil sedangkan sisahnya yaitu Ellena, Hazel, Carla, Viviane, Eden dan Audrey akan menggunakan mobil satu lagi. Karena jika tidak begitu satu mobil saja tidak akan muat untuk sepuluh orang.

Ellena sengaja ditempatkan dimobil yang lain karena dia adalah anak tertua dikeluarga jadi ayah dan ibu mempercayai dia untuk mengantur saudara-saudara yang lain. Sedangkan yang mengendarai mobil adalah Hazel. Dia pandai mengemudi meski belum memiliki SIM. Kadangkala tugasnya akan digantikan oleh Eden.

Audrey sedikit keberatan dengan keberadaan Eden dimobil mereka. Kesan pertamanya pada Eden sudah buruk. Dia belum menemukan sesuatu yang normal dari anak itu.

"Nona Audrey mau duduk dibelakang denganku?" Eden membuka pintu mobil sambil mempersilahkan Audrey naik.

"Eden kau duduklah disamping Hazel. Biar aku saja yang duduk dibelakang."

Ucapan Ellena segera membuat Eden mendengus kesal. Dia mengangkat keningnya lalu masuk dan duduk berdampingan dengan Hazel yang masih tidak menyembulkan senyuman sama sekali. Apa dia mengalami monday blues syndrome? Tapi bahkan ini bukan hari senin.

"Audrey pasti kecewa karena tidak duduk disampingku. Bukan begitu?" Tanya Eden sambil memutar kepalanya memandangi Audrey yang duduk dibangku belakang.

"Kau membuatku mual." Sahut Viviane

"Tenanglah Audrey, aku akan mengajakmu jalan-jalan malam jika kau mau."

Audrey masih tak memperdulikan ocehan Eden yang tidak berguna.

"Atau kau mau aku ajak berkemah disuatu tempat?"

"Kalau kau tidak diam, silahkan turun." Ucap Hazel sambil menatap tajam. Dia tahu Eden tidak akan berhenti menggoda jika tidak dimarahi.

The Children of GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang