Bab 5| Sahabat

9 2 0
                                    

Abelia sudah berjalan selama hampir sepuluh menit, menjelajahi sekolah untuk mencari Aksara yang entah berada di mana. Biasanya, laki-laki itu bisa ditemukan di masjid atau taman, tetapi kali ini, jejaknya tak terlihat di kedua tempat tersebut.

Menghela napas panjang, Abelia memutuskan untuk menyerah. Dia benar-benar lelah. Namun, kali ini, dia membutuhkan Aksara.

"Aksara!" serunya, tepat saat dia hendak menyerah. Seolah Tuhan mengirimkan malaikat untuk menolongnya, Aksara tiba-tiba muncul.

Melambaikan tangannya, Abelia berharap laki-laki berkacamata itu dapat melihat keberadaannya. Ketika mata Aksara akhirnya menangkap sosok Abelia, laki-laki itu terlihat celingukan sebelum tersenyum lebar. Sambil menyedot es teh di tangannya, dia berjalan mendekati Abelia.

"Ada apa, Mbak Abelia? Mau pulang bareng?" tanya Aksara dengan nada ramah.

Abelia menggeleng cepat. "Gue butuh bantuan," ujarnya sambil duduk di bangku yang ada di dekatnya. Aksara segera mengikuti, mengambil tempat di sampingnya. Dengan gerakan cepat, Abelia mengeluarkan buku tulis bersampul cokelat dari tas ranselnya dan menyodorkannya ke arah Aksara. "Kerjain PR gue, ya!" pintanya tanpa basa-basi.

Aksara tampak bingung, menatap buku itu dengan ragu. Pandangannya berpindah-pindah antara buku dan wajah Abelia.

"Lo asisten gue, kan?" ujar Abelia, berusaha menekan rasa tidak sabarnya. "Keberatan buat ngerjain tugas gue? Lagian ini cuma pelajaran kelas sebelas. Buat lo, pasti gampang."

Aksara kembali menyedot es tehnya sambil berpikir. Setelah beberapa tegukan, dia akhirnya berbicara, "Kalau saya yang kerjakan, itu artinya Mbak Abelia curang. Gimana kalau saya ajarin aja? Ayo kita kerjakan ini bareng di sini, sekarang. Saya akan bantu."

Tawaran itu sebenarnya masuk akal, tetapi Abelia sudah memutuskan untuk tidak peduli. Dia ingin Aksara yang menyelesaikan tugas itu agar dia bisa cepat-cepat pulang.

"Enggak," jawab Abelia tegas. Dia menutup resleting tasnya dan bangkit dari bangku, bersiap pergi. "Lo aja kerjain sendiri. Gue mau balik."

"Lho, kamu nggak pulang sama saya?" tanya Aksara lagi, masih bingung.

"Pulang sama lo atau enggak, sama aja. Tetap jalan kaki," tukas Abelia tanpa menoleh.

Dia pun benar-benar pergi, meninggalkan Aksara sendirian di bawah pohon rindang di tepi lapangan. Abelia tahu, Aksara pasti masih memperhatikannya. Tapi dia tidak peduli. Yang penting, besok da harus menagih tugasnya. Tapi, jika Aksara benar-benar tidak mau mengerjakannya, Abelia tidak keberatan juga. Lagipula, dia tidak peduli pada tugas sekolah. Sebab tugas sekolah adalah sebuah perintah hanya lewat baginya.

***

Di perjalanan pulang, Abelia memasang earphone dan menikmati langkah demi langkah sambil mendengarkan musik. Udara sore itu cukup segar, membuatnya memutuskan untuk berhenti sejenak di halte bus di tepi jalan raya.

Mengambil buku diary dari tas sekolahnya, Abelia mulai membukanya, tersenyum melihat catatan yang dia tulis semalam.

Deandra Ronaldo. Aku bertemu dengannya pertama kali di tempat yang tak terduga. Gedung MIPA, di samping tangga, saat mencari satu-satunya temanku, Sevia.

Dia menyebalkan, tapi aku harus mengaku bahwa diriku lebih menyebalkan. Aku salah, tetapi aku tidak mau meminta maaf, sekalipun dia memaksaku.

Entah mengapa, melihat wajah Deandra membuatku merasa tenang. Ketika aku berada di sana, aku merasa nyaman. Aku yakin bahwa kami akan bertemu lagi di lain waktu. Akan ada banyak kesempatan yang membawaku bertemu dengannya. Atau mungkin, aku sendiri yang akan melibatkan diri dalam hidupnya.

Abelia hampir terlonjak ketika buku itu tiba-tiba diraih oleh seseorang. Dia langsung merebutnya kembali dengan cepat.

"Gue lihat ada nama seseorang di sana tadi," ujar gadis bernama Sevia dengan nada menggoda, disertai tawa kecil.

"Apa, sih, Sev? Sok tahu banget!" balas Abelia, wajahnya sedikit memerah. Dia segera menutup buku diary itu dan memasukkannya ke dalam tas.

Sevia duduk di sebelah Abelia sambil tersenyum penuh arti. "Saat gue lihat lo, gue serasa lagi ngaca, deh," ucapnya sambil memandangi wajah Abelia lekat-lekat.

Abelia memiringkan kepalanya, bingung. "Maksud lo apa?" tanyanya.

Sevia meraih ponselnya, membuka kamera, dan mengarahkan layar ke wajah mereka berdua. "Lihat, muka kita agak mirip, kan?"

"Enggak, ah. Cantikan lo jauh," sangkal Abelia, memandangi layar itu.

Sevia menghela napas, lalu mengurai rambutnya. Ia merapikan rambut Abelia yang berantakan sebelum mengarahkan kamera lagi. "Senyum," katanya. Mereka pun tertawa bersama saat melihat hasil foto itu.

Itu adalah potret foto keduanya untuk pertama kalinya. Mungkinkah saat ini mereka sudah bisa disebut sebagai 'sahabat'? Setiap bertemu Sevia, hatinya menghangatkat.  Dalam hati, Abelia berharap itu benar-benar terjadi.

***

Keesokan harinya, Aksara berdiri di depan Abelia dengan sebuah buku tulis bersampul cokelat di tangan. Dia menyerahkannya sambil tersenyum lebar. "Ini tugas kamu sudah selesai, Mbak Abelia."

Namun, momen itu terganggu oleh sebuah suara keras dari belakang. "Aksara!"

Seorang laki-laki bernama Deandra berjalan mendekat, menatap Abelia dengan tajam. "Sa, kamu ngapain sama cewek gak tahu sopan santun ini?" tanyanya, sambil merangkul bahu Aksara.

Abelia menyahut dengan cepat, "Suka-suka gue. Lagian Aksara sendiri yang mau ngerjain tugas gue."

Deandra mendekat dengan tatapan penuh tantangan. "Kamu denger, ya, Anak Kecil. Aku, Deandra Ronaldo, sahabat Aksara. Kamu nggak bisa seenaknya nyuruh-nyuruh dia."

Abelia tidak mundur sedikit pun. "Aksara itu asisten gue," jawabnya tegas.

Deandra tertawa sinis. "Asisten? Dibayar berapa kamu, Sa?"

Aksara hanya tersenyum gugup. "Saya nggak dibayar. Saya cuma mau nebus kesalahan."

Deandra semakin bingung. "Kesalahan apa?"

Abelia langsung menghentikan pembicaraan itu. "Ini urusan gue sama Aksara. Lo gak perlu ikut campur." Dia lalu menatap Aksara tajam. "Aksara, lo bisa jaga privasi, kan?"

Aksara mengangguk, meskipun raut wajahnya menunjukkan sedikit kebingungan.

TO BE CONTINUED

Terima kasih sudah membaca Way Back Home, jangan lupa vote dan komen🌷

Way Back HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang