5 I MRB dan pasar malam

13 0 0
                                    

sure,baskara just have basilia

"Apa sih motivasi lo beli rumah disini?"

Kadang Tala memanglah seorang teman. Tetapi kadang juga membuat kepala Bas menjadi lebih pusing, seperti yang terjadi kala ini. Berkali kali Bas bercerita mengenai rumah minimalis dengan design vintage modern ini, mengapa Bas membelinya, kenapa Bas memilih disini tempatnya, dan mengapa hanya Tala yang mengetahui tempat ini.

Sialnya, gadis ini selalu melupakannya. Cukup tak menghiraukan pertanyaan Tala, Bas memilih untuk turun dari sepedanya. Iya, Bas menyewa sepeda yang tak jauh dari tempat yang ia beri nama MRB, alias markas rahasia Bas.

"OOO BISU YA LO? GAMAU JAWAB PERTANYAAN GUE" teriak Tala kesal. Bas menekan kode RFID agar pintu itu terbuka. Bahlan Bas akan lebih nyaman pulang kesini dari pada ke rumah nya sendiri. "Masuk ga lo?" pertanyaan singkat itu bagaikan sihir bagi Tala, segera ia turun dari sepedahnya dan berlari masuk kedalam.

"Gue masih heran deh, Bas" Tala duduk dikursi meja makan, mengamati Bas yang langsung mengambil tea pot dan mulai meracik minuman untuknya dan Bas sendiri tentunya. Bas hanya diam, dan itu sudah berarti apa untuk Tala.

"Ya... heran aja, bisa-bisanya lo beli rumah sendiri, lo design sendiri, lo isi sendiri. Gue jadi bingung, kayaknya lo ini fleksibel deh, Bas"

"Fleksibel mata lo" sarkas Bas segera

"BUKAAN FLEKSIBEL YANG ITU BAS!" sanggah Tala cepat, "Maksudnya tuh kayak, lo ini mulltitalent, Bas. Matematika jago, IPA jago, ngelukis, gambar jago, nyanyi, buat music jago, design interior jago, Bahasa Inggris lo jago, Jepang juga jago, lo mau ambil kuliah dibidang apa aja kayaknya bisa deh, Bas"

Bas tersenyum tipis, mendengar lanturan gadis ini sangat lucu rasanya. Sampai-sampai Tala tidak sadar bahwa sudah ada dua cangkir dan tea pot yang telah diisi dengan teh racikan Bas.

"Gila ya lo?"

"KOK GILA?"

"Lo mau tau apa yang gue gabisa?" tanya Bas. Tangannya menjulur menuangkan teh untuknya dan untuk Tala. "Apa? Apa sih Bas yang lo ga bisa?"

"Atalanta, kan lo tau. Diantara semua bidang yang kata lo gue jago itu gue minatnya dimana? Ayah-Ibu gue sama-sama Dokter, dan mereka maunya gue jadi ga jauh dari mereka. Masa sih Tal, mimpi kita harus jatuh pada ekspetasi orang tua?" Dada Tala mencelos. Bukan lupa tentang hal ini, Tala lebih tidak memikirkan apa dampak dari perkataanya.

"I-I'm sorry, Bas. You've me here" Tala mengusap belakang kepala Bas. Rambut itu sedikit panjang, bewarna coklat, dan diberi sedikit semir blonde. Bas balik menatap mata Tala.

"Panik amat lo, muka lo tuh kayak orang ke gap nyolong"

Shit

"BENER-BENER LO YA" Tala memukul keras lengan Bas. Sedangkan Bas hanya tertawa ringan, tentu itu idak akan berasa apa-apa pada lengan Bas.

"Ya lo lagian. Gue mau ke studio, ngintil ga?" Bas beranjak dari kursi meja makan, membawa segelas teh seduhannya tadi.

"OO YA JELAS DONG, DEMEN GUE DENGERIN LAGU BUATAN LO" selain pintar dalam bidang fisika, kimia, dan biologi. Atalanta juga pintar dalam hal berteriak.

"Gue usir lo lama-lama kalo sukanya teriak-teriak" Dan Tala hanya bisa tersenyum lebar tanpa dosa, menjajarkan gigi rapih dan putih miliknya.

---

19.00. Setelah memakan makanan yang ia pesan, kegiatan Tala hanyalah duduk, mengerjakan PR esok hari, bermain game, mendengar Bas yang bolak-balik merevisi rekaman dan audionya sendiri yang menurut Tala sendiri itu sudah sangat bagus.

Putaran ke-50 lebih, dan itu tanpa jeda. Bas mem-pause record miliknya. Tala mendadak kebingungan, pasalnya instrument dan rekaman Bas sama sekali tidak berhenti selama kurang lbih hamper 2 jam lamanya.

"Kenapa, Bas? Capek?" tanya Tala cepat. Bas menggeleng sebagai jawaban, sebelum ia mengusap wajahnya kasar dan berbalik memutar kursinya kearah Tala yang duduk di sofa, tepat di belakangnya.

"Ke pasar malem yuk!" ajak Bas tiba-tiba.

Tala terpanjat dari acara rebahannya. "Apaan. tiba-tiba banget?"

Bas mematikan PC, sound dan lain sebagainya cepat, Tala semakin kebingungan dibuatnya.

"Naik sepedah, yang nyampenya terakhir traktir dari masuk sampe pulang" Bas branjak berjalan cepat menginggalkan Tala yang masih merapikan barangnya kedalam tas.

"BGST! CURANG LO, BASKARAAA"

Bas sampai luar lebih dulu, ia segera menaiki sepedahnya dan pergi lebih dulu. Jaraknya tidak jauh, bahkan lebih dekat pasar malam dari pada tempat mereka menyewa sepedah ini. Tala mengayuh jauh 5 Km dibelakang Bas. Bas menyeringai penuh kemenangan, dan Tala tidak akan pernah membiarkan, Bas menjadi pemenangnya.

Lo boleh ngalahin gue diakademik, Bas. Tapi kalo soal pasar malem, gue harus menang

Bas menoleh ke belakang sesekali mendapati Tala dengan susah payah mengejar ketertinggalanya dari Bas.

"BAS AWAS!" itu teriakan Tala sebelum Bas tak sengaja menabrak seorang lelaki yang tengah bermain pilox di pinggir jalan. Bas terjatuh, begitupun laki-laki itu.

"Anjing, ngerusak aja!" Laki-laki itu menaikkan topi jaketnya dan berjalan pergi begitu saja. Bas bangun, membenahi sepedah dan bajunya yang berantakan seketika.

"WOI ORANG GILA! MAIN KABUR AJA LO" itu suara Tala yang baru saja datang membantu Bas. Lelaki itu berbalik kembali, menyeringai tanpa dosa. Seperti yang biasa Tala lakukan ketika membuat kesalahan.

"Ya sorrii, bang. Mana gue liat kalo lo mau lewat. Lagian, sepedah kan kaga ada lampumya, ya ga sadar lah guee" ucapnya sembari kembali menurunkan topi jaketnya, menampakkan rambut gondrong miliknya yang tertiup tipis oleh angin malam.

"Iya gue, ga-"

"NAH ITU SALAH LO BEGO, LO NGAPAIN ASAL MAINAN PILOX DIPINGGIR JALAN BEGINI HA?" lelaki itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "La, udah lah. Lagian gue ga apa-apa kali. Lebay amat lo"

"Emang cewenya over protective bang"

"BUKAN" jawab keduanya serentak. "Hah?" Laki-laki itu dibuat kebingungan

"Ya maksutnya kita bukan pacar" jawab Tala segera memberi penjelasan.

"Ooh, lo pada mau kemana dah?" Tanya Laki-laki itu sembari mengambil pilox yang ia sempat ia tinggal kabur tadi.

"Pasar malem, kenapa tanya-tanya lo?" Tala menjawab sewot, "Buset galaknya, tapi bener sih. Boleh ikut ke pasar malem ga?"

"boleh" "GA!" jawab Bas dan Tala bersamaan, Tala menoleh reflek pada Bas, tidak habis piker

"Bas lo gila ya? Kita aja baru ketemu di jalan, kalo anak ini ternyata orang ga bener lo mau nanggung resio?"

"Buset mbak, muka saya emang kriminal ya?" tanya laki-laki itu. Menurut Bas ia tidak merasa curiga pada laki-laki ini.

"Gue yain dia anak bener kok, La. Percaya gue deh" Bas meyakinkan, "CEILAAAH JANGAN BUCIN DISINII DONG BANG, GA KUAT AING" sialnya, Bas malah menemukan satu lagi yang sebangsa dengan Tala. Suka teriak.

"Gausah berisik, La sini lo gue bonceng. Sepedah lo biar di bawa ni anak" titah Bas cepat.

"YES! Baik banget loo bang" Tala merengut masam, lombanya dengan Bas yang seharusnya seru malah hancur gara-gara tukang pilox sembarangan ini, ia naik dibelakangan Bas. Sementara sepedahnya dipakai oleh tukang pilox tadi

"Yok, bang. Gue ga tau kemana jalannya" ucap laki-laki itu sudah siap mengendarai sepedah.

"Bentar, nama lo siapa?" Bas menoleh berhadapan dengan laki-laki itu.

"Hahaa, lupa ngenalin diri anjir gue" ia tertawa ringan, "Nama gue Balaaditnya Sagara Tara, panggil Gara aja. SMA LIMA SILA, kelas tengah"

bersambung...

STAGNANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang