Angin berembus sepoi-sepoi, tidak dingin, tidak juga panas. Terasa hangat dan sejuk, kota ini terkadang sunyi, hingga pada beberapa sudut kita masih bisa mendengar suara serangga menjelang sore. Aku mengenal semua sudutnya, hampir setiap tahun orang tuaku menyempatkan diri kemari sejak usiaku delapan atau sembilan tahun. Sebelumnya aku tidak ingat mereka pernah mengajakku ke sini atau tidak. Tapi sejak kehadiran kakak ayahku dan keluarganya yang tiba-tiba datang dari Arizona, Amerika sana, ada sedikit perubahan dari keluargaku.
Bukan hal yang buruk kok, kehidupanku sebagai anak tunggal mendadak menjadi sangat meriah, aku merasa mempuanyai dua pasang ayah dan ibu, juga seorang kakak laki-laki seumuran denganku yang juga sangat perhatian.
Aku terbiasa dengan kehidupan seperti itu hingga sebulan yang lalu, ketika papa mengumumkan di saat makan malam, kalua dia sedang dalam proses resign dan kami semua akan pindah ke KL.
Mendadak aku tak bisa makan, masa SMA ku masih dua tahun lagi, apa papa tidak berpikir bagaimana perjuanganku menyeimbangkan antara pelajaran dan pergaulan setelah aku masuk SMA. Tak semua temanku masuk ke SMA yang papa Yakini akan bagus untukku, tak semua hal di sekolah itu aku suka, aku tak bilang apa-apa ketika aku merasakan stress di sebulan pertama masuk sekolah khusus anak perempuan yang terkenal sangat kompetitif itu. Aku harus menyesuaikan diri, banyak bersikap patuh, dan menghilangkan semua kebiasaan santaiku agar diterima di dalam sistemnya. Dan sekarang ketika aku sudah berhasil masuk di club astronomi, ikut kepanitiaan, dikenal beberapa guru, dan siap menjadi kakak kelas tahun kedua yang cool, cheerfull, serta baik hati, tiba-tiba papa begitu saja memutuskan kalau "We gonna move! Papa sudah urus kepindahan sekolah kamu!".
Like, what! Bahkan papa tak tanya pendapatku! Papa memang semi otoriter, dia jarang bicara, biasanya mama yang menentukan semuanya, tapi sekalinya papa bicara mama akan diam, dia terlalu bucin untuk segala sesuatu yang berkaitan dengan papa. Ya aku suka kedua orang itu selalu akur dan mesra, kalau pun marahan tak pernah lama. Okay, akum asih punya harapan, Daddy pasti akan membantuku, dia adalah kakak dari ayahku yang tadi ku ceritakan, tapi untuk mengadu dan menangis kepadanya aku harus berpikir ulang, ini pasti akan terjadi kericuhan, keduanya pasti akan bertengkar habis habisan seperti waktu aku mengadu tak ingin les sempoa.
Daddy dan papa nyaris saja baku hantam dan membuat semua orang sedih. Ya, sekali lagi mereka biasanya akur, kecuali kalau aku mulai mengeluh pada daddy, aku tak tahu mengapa, papa selalu over sensitive.
Jadi liburan kenaikan kelas ini aku tetap menurut saja untuk ikut kedua orang tuaku ke Kota S, sebuah kota kecil di mana mereka dulu bertemu untuk pertama kali. Papa sih sekalian ada agenda jadi dosen tamu, entahlah, aku tak tahu, sementara mama, ah biasalah, tiap kali liburan Si Bucin berdua itu selalu bersama.
Kadang-kadang kami pergi bersama keluarga Daddy, biasanya aku dan Willy asik mengeksplorasi seisi kota. Tapi liburan kali ini mereka semua pergi ke Melbourne untuk sebuah urusan, aku dengar sekalian Willy ingin melihat calon kampusnya nanti, setelah mendengarku akan pindah ke KL, dia juga berniat untuk sekalian menyelesaikan SMA nya di Melbourne.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ever After
Short StoryApa yang terjadi dengan mereka setelah kisahnya selesai diceritakan? Inilah cerita lepas ringan pendek spin-off dari cerita yang pernah ku publish. Note : bisa dibaca tanpa harus tahu kisah utamanya (tapi lebih baik baca dulu sih) 💋