1 - Perempuan Gila Pujian

21 4 3
                                    

Berlatar tiga tahun yang lalu, cerita akan dimulai. Karena kisah ini bukan berawal dari bagaimana kehidupan beranjak dewasa milik Shahi, tapi berawal dari bagaimana kehidupan remaja semasa sekolah menengah atasnya. Yashasvi Kahiyang kala itu masih berada di bangku kelas 2. Tidak terlalu banyak memiliki teman namun memiliki hubungan baik dengan semua orang.

Soal kepintaran, Shahi termasuk siswi standar yang tidak dikatakan pintar dan juga tidak bisa dibilang bodoh. Shahi hanya kebetulan dianggap pintar oleh para guru karena beberapa teman sekelasnya terlalu malas mengerjakan tugas.

Tentu saja hal itu bukannya tidak menjadi masalah di dalam hidup Shahi. Teman— tidak, Shahi tidak mau memanggil perempuan itu dengan sebutan teman. Namanya Nayana; seringkali Shahi seru dalam hatinya sebagai Pick Me. Nayana murid yang hanya pintar dalam menyontek dari berbagai lembar jawaban dan dijadikan satu membuat jawabannya benar serta tepat. Persis dengan namanya, dia akan merendahkan diri untuk mendapat pujian dari orang lain. Bukan tanpa alasan Shahi memiliki penilaian seperti ini, Ia pernah melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa sikap merendah untuk meroket milik Nayana hanya dibuat-buat oleh sang empu.

"Asha Lu dapet berapa tadi ulangan harian bahasa inggris?" tanya dia; yang sempat menjadi bahan utama pikiran Shahi meruwet sendiri.

Memang pada dasarnya Shahi adalah orang yang munafik, membenci dalam hati namun bertingkah seolah tidak ada apa-apa di depan semua orang. Bukan berarti dia suka membawa kayu bakar dari satu tempat ke tempat lain. Rasa bencinya hanya diketahui oleh dirinya sendiri serta Tuhan. Tuhan, tolong ampuni perempuan seperti Shahi.

"Berapa tadi ya? 92 kayaknya," jawabnya dengan mempersembahkan raut wajah yang ramah.

"Ya ampun, berarti salahnya cuma dua soal dong? Ih coba Gue liat punya Lu, crosscheck."

Mulut berbisa itu berbicara seolah mengatakan hal yang baik nan manis. Tetap saja di pendengaran Shahi, kata-kata yang keluar dari mulut Nayana hanyalah upaya untuk semakin merendahkan roketnya.

"Emang Lu salah berapa, Nay?"

Tidak, bukan Shahi yang bertanya, mana sudi. Melainkan Sadhira; satu-satunya sahabat Shahi-lah yang melontarkan pertanyaan.

"Salah satu, makanya Gue mau liat, kali aja apa yang salah di Gue, di Shahi bener."

Tepat dengan apa yang Shahi pikirkan. Tinggal tunggu seseorang bergabung dengan percakapan ini dan memujinya.

"Ih keren Lu Nay, Gue aja salah lima soal."

Perempuan gila itu tersipu kala roketnya telah terbang dilanjutkan dengan rangkaian kata menyangkal dari setiap pujian yang dikeluarkan beberapa orang. Shahi berlenggang diikuti Sadhira di sisinya. Membuang waktu istirahatnya 5 menit hanya untuk berbicara dengan perempuan gila pujian.

Sadhira terbahak, tangan yang satu memegang perutnya, dan yang satu menepuk punggung Shahi berkali-kali; menjadikan sasaran empuk sebagai pelampiasan gelinya terhadap tingkah laku Nayana.

"Sakit 'oon," ucap Shahi menghentikan kegiatan Sadhira.

"Asha Lu dapet berap— aduh!"

Sadhira meringis kala satu pukulan ringan Shahi layangkan di punggungnya. Dengan jahil gadis bersurai bergelombang itu meniru cara bicara Nayana, Shahi menghentikan Sadhira sebelum mendapat reka ulang dalam pikirannya.

"Hir, minimal kalo mau jadi muka dua tuh jangan masih deket sama orangnya, kita baru jalan sepuluh langkah dan Lu udah ngeledekin dia aja."

"Lucu banget ege soalnya, tingkahnya dia kayak belajar tujuh hari tujuh malem, padahal cuma ngumpulin jawaban dari kertas ke kertas," Sadhira kembali terbahak.

Guraunya bukan asli ditujukan untuk Nayana, rasa kecewa terselip di antaranya. Walaupun banyak yang bilang Sadhira adalah lancungnya Shahi begitupula sebaliknya, nyatanya tidak sebegitu serupa. Sadhira cenderung berusaha namun jika ia tidak mendapat apa yang diinginkan atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, ia akan tertawa dan menyembunyikan kekecewaannya. Sebesar apapun usaha Sadhira, ia selalu kalah oleh orang yang tidak bersungguh-sungguh seperti Nayana.

"Sha, Lu ikut study tour bulan depan?"

"Gak tau, gapunya duit."

Sadhira merangkul Shahi hangat, "ikut please... Kalo bukan sama Lu, Gue sama siapa?"

Shahi menghentikan langkah tungkainya lantas menyalang ke arah Sadhira,

"Yaudah Lu bayarin tuh tiga juta buat partisipasi Gue dalam study tour."

Sadhira mengerucutkan bibirnya, ia hentak-hentakkan kaki ke tanah. Kalau sudah dibilang seperti ini memangnya Sadhira bisa membayar tiga juta rupiah untuk keikutsertaan Shahi? Tentu saja tidak.














Cadudasa Shahi
©dobunny_, 2023

Cadudasa ShahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang