Pulangnya biasa berdiri di atas sepeda milik Shankara. Berkali-kali sang empu sepeda ingin mengganti alat transportasinya itu, namun ditolak oleh Shahi. Alasannya? Karena Shahi tahu Shankara bukanlah golongan masyarakat menengah walau sang kekasih tidak pernah bercerita tentang keluarganya. Pulang bersama dengan Shankara saja Ia sudah bahagia. Ya, memang pada seumurannya cinta masih sangat indah walau tidak memiliki apa-apa.
"Hira sebenernya tadi ngajak bareng,"
Shankara bergumam seraya mengayuh pedal sepedanya; memberi isyarat kepada Shahi untuk melanjutkan ceritanya.
"Terus tiba-tiba ada adek kelas yang ngajak dia pulang bareng."
"Oh ya? Laku juga dia."
Shahi tertawa, hampir ia lepas pegangannya pada pundak lebar milik Shankara. Namun dengan cepat tangan kiri Shankara menangkap jemari Shahi dan menempatkannya kembali ke tempat semula.
"Harusnya pas Gue terima Lu, Gue bilang kayak begitu juga ya. Laku juga Lu," tawa Shahi semakin geli kala mengakhiri ucapannya dengan meniru ucapan si pemilik lesung pipit.
Lantas Shankara tertawa, padahal si jahil itu sedang mengejeknya.
"Lu juga mau-mauan lakuin Gue, padahal Gue gak laku dari lahir," tambahnya yang justru membuat Shahi semakin gencar mengejek.
"Gak laku apa emang demennya ama Gue doang? Yang deketin Lu banyak tuh, contohnya Anin anak paduan suar—"
"Terus ntar kalo Gue pacaran sama dia tiap berantem jadi opera seriosa."
Shahi tertawa yang kesekian, ditepuk pundak Shankara berkali-kali untuk melampiaskan rasa gelinya.
"Yaudah jangan Anin. Kalo Biya yang selalu jadi langganan pemenang olimpiade gimana?"
"Insecure coy, kaga dah ntar Gue nyembah kakinya dia mulu tiap hari."
"Berarti Lu mau dong kalo Lu setara sama dia?"
"Kagak juga, orang Gue demennya ama Lu doang, udah ngapa Dik Asha,"
Kayuhan kaki Shankara berhenti tepat di depan rumah Shahi. Tangannya membantu sang perempuan turun dari sepeda, menuntun sampai kakinya berpijak dengan benar di tanah.
"Ongkosnya mana?" tanya Shankara seraya mengadahkan telapak tangan.
Shahi menarik sudut lengkung bibirnya dengan perasaan gemas lantas menaruh telapak tangan di surai Shankara. Mengusaknya perlahan namun pasti penuh cinta.
"Lu mending jadi anak Gue aja."
Shankara menjulurkan lidahnya dengan wajah menyebalkan, "ntar Gue jadi Sangkuriang."
"Lu mah Malin Kundang."
"Danau Toba Gue."
Tawa kembali terdengar di antaranya. Kala Shahi akhirnya hendak beranjak dari sana, Shankara menggenggam jemari yang sebelumnya mengusak surainya.
"Gue baru noleh dikit, Lu udah kangen?"
"Dih ngoceh Lu ama tembok," walau berucap seperti itu, tapi Shankara tidak berniat melepas genggamannya.
Telapak yang hangat nan lembab itu mendarat di pipi Shahi; mengusapnya dengan ibu jari.
"Putus ya?"
Tatapan Shahi mencalang. Shankara bukanlah orang yang dengan mudah mengucapkan kata putus. Terhitung sudah berjalan satu semester hubungan mereka, namun tidak pernah sekalipun terdengar kata putus dari satu sama lain. Arkian mengapa?
"Bercanda Lu gak lucu?" nada bicaranya interogatif.
"Gue enggak bercanda, Sha."
Shahi diam di tengah tatapan Shankara yang semakin mendalam. Jelas Shahi menahan tangisnya, namun ia tidak mau memperlihatkan itu di hadapan Shankara.
"Kenapa?" tanyanya sekali lagi.
"Gue sayang sama Lu, jujur. Kalo bisa juga Gue maunya di lem sama Lu pake Lem Aibon biar nempel terus," sempat-sempatnya laki-laki brengsek ini menyelipkan gurauan di ucapan seriusnya.
"Ya terus kenapa?"
"Mama kemarin pergi dari rumah, ga bilang apa-apa sama Gue, gataunya dia pindah kota terus nikah lagi. Sha, Gue gak punya siapa-siapa lagi selain Mama sama Adek Gue. Kalo bukan Mama yang ngebiayain hidup kita, mau gak mau Gue yang ngehidupin Adek Gue. Dan Gue gak yakin bisa biayain sekolah Gue juga," telapak yang satu ikut menangkup paras Shahi. Kali pertama Shankara menyinggung tentang keluarga.
"Gue gak mau Lu nahan malu gara-gara pacaran sama kuproy putus sekolah," lanjutnya.
Shahi menggeleng keras, "Gue bangga punya Lu, Gue gak bakal malu."
Shankara terkekeh seraya melepas tautannya, "belajar yang bener ya? Kalo besok Gue kaya, Gue bakal ngajak Lu nikah."
"Enggak mau."
"Enggak mau nikah sama Gue?"
Gelengannya semakin keras, matanya terpejam erat, "Mau. Mau banget, tapi Gue gak mau putus. Bilang aja Lu mau cari pacar yang lebih oke daripada Gue 'kan?"
Shankara terbahak, "Kan udah dibilang, Gue demennya sama Lu doang, Yashasvi."
Begitulah tamamnya hubungan yang sampai Shahi beranjak dewasa tetap terasa indah. Saat pertengkaran pertama mereka di awal hubungan, Shankara pernah berkata bahwa Ia akan mencintai Shahi seolah hari esok tidak akan datang. Rupanya kali ini, hari esok benar-benar tidak akan datang lagi.
Cadudasa Shahi
©dobunny_, 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Cadudasa Shahi
Teen FictionMenurut Shahi, hidupnya tidak semenarik itu sehingga harus dijadikan sebuah kisah. Bahkan ia percaya hanya sedikit bahkan tidak ada yang mau membaca kisah hidupnya. -- ; 𝐂𝐚𝐝𝐮𝐝𝐚𝐬𝐚 𝐒𝐡𝐚𝐡𝐢 (Pesona Cemerlang) Cerita ini adalah cerita gabunga...