Jeno mengurai langkahnya cepat memasuki area hotel setelah membayar ongkos taksi yang ia tumpangi. Sejenak ia lupakan, niatnya untuk tak mau kembali menginjakkan kakinya di hotel itu, setelah lelaki taurus itu mendapat panggilan dari Renjun.
Nada suara pegawainya itu terdengar parau di telepon, berbicara tak jelas yang membuat Jeno yakin jika pemuda mungil itu tengah dalam pengaruh alkohol. Beruntung, Renjun masih mampu menjawab dengan benar, tentang keberadaannya, sehingga tanpa menunggu lama, Jeno langsung meninggalkan pekerjaannya untuk menyusul Renjun.
Dengan berusaha menutupi wajahnya menggunakam telapak tangannya, Jeno berusaha mencari keberadaan kamar Renjun. Sedikit terheran, saat ia tahu jika kamar yang dipesan oleh submissiv manis itu bukan kamar tingkat bawah, alias harus membutuhkan banyak uang untuk membayar kamar itu. Dan entah apa tujuan Renjun, hingga sampai menyewa kamar kelas atas itu. Ia yakin, tabungan Renjun akan terkuras habis hanya untuk menyewa kamar itu walau hanya semalam.
'Sial' Umpatnya kala dirinya hampir saja berpapasan dengan Park Jisung yang baru saja keluar dari lift. Beruntung lift lain yang tak digunakan oleh Jisung terbuka, dan dengan cepat Jeno segera masuk. Helaan nafas lega terdengar setelahnya.
Jeno menekan bel pintu, kala sudah sampai didepan kamar yang Renjun sewa. Pintu terbuka, dan menampilkan tubuh kecil pemuda Huang yang terlihat sangat kacau. Mata sembab, rambut berantakan, hidung merah, pun dengan bajunya yang terlihat kusut.
"Dateng juga, lo" Kata Renjun dengan suara parau, menarik garis senyum tipis, lantas berbalik untuk kembali masuk kedalam kamar yang luasnya sama seperti tiga kamar kos yang Renjun sewa untuk ditinggali selama ini.
Jeno mengekor, belum mau membuka suara. Sebenarnya, Jeno sangat ingin mengumpat didepan sahabatnya itu. Namun melihat bagaimana raut keputusasaan Renjun tergambar jelas diwajah ayu si mungil, membuatnya lebih memilih diam sampai Renjun sendiri mau bercerita padanya.
Keduanya duduk di meja pantry yang memang menjadi salah satu fasilitas hotel di kelas suite room itu. Keduanya saling berhadapan, Renjun memberikan satu gelas kosong untuk sang atasan, lantas berniat menuangkan isi botol wine, sebelum tangan besar Jeno menahannya dan mengambil alih botol besar itu. Jeno menuangkan isinya kedalam gelas milik Renjun, yang langsung ditenggak habis oleh yang lebih kecil.
"Jadi, apa yang sebenernya terjadi? Gue mau marah bahkan ga tega, liat lo bentukan gini, Ren" Ucap Jeno, menatap lamat kearah Renjun yang kini kesadarannya sudah hilang setengahnya.
"Lo inget kejadian gue manggil suami ke stranger, kan?" Renjun mulai bercerita, dengan nada bicara khas orang mabuk.
Jeno diam, menunggu agar Renjun mau melanjutkan ceritanya. Pandangan sayu Renjun kini, membuat kesan berbeda dari diri si Huang. Seperti Jeno melihat sisi lain dari pemuda maret itu, dimana sisi rapuh yang selama ini coba Renjun sembunyikan, kini terpampang jelas dihadapannya.
"Lee Haechan. Dia liat dan ngira kalo suami gue itu Jung Jaehyun. Dan saat itu juga, gue lihat dia bungkam, dan ga bisa berkata-kata lagi" Lanjut Renjun dengan sedikit terkekeh, mengingat kejadian malam itu.
"Ini pertama kalinya, gue lihat dia kayak gitu, haha"
Jeno mengangkat sudut bibirnya, apa sebahagia itu bagi Renjun, membuat sahabat lamanya merasa kalah, dengan kebohongan yang telah ia ciptakan?
"Dari awal tujuan lo emang buat balas dendam 'kan ke Haechan? Karena dia udah ngerebut Mark dari lo?" Tebak Jeno, walaupun sejak awal tak pernah ada kalimat balas dendam disetiap ucapan Renjun, namun semuanya menjadi jelas malam ini.
"Bener, balas dendam. Gue ga pernah kepikiran bakal melangkah sejauh ini, bahkan gue udah coba ikhlas selama empat tahun kita ga saling kontakan. Tapi nyatanya apa? Setelah lihat dia bisa senyum, dan bisa hidup dengan baik, gue ngerasa iri. Harusnya gue yang ada diposisi dia, harusnya gue yang nikah sama Mark, dan harusnya gue bisa kerja enak kalo gue ga putus kuliah waktu itu" Ratap Renjun. Menggoyangkan gelas wine miliknya, yang sudah diisi ulang oleh Jeno.