Pagi ini, Jeno sudah sibuk berkutat dengan bahan makanan seadanya yang ada di lemari pendingin dapur milik Jaehyun. Telur orak-arik dengan roti panggang menjadi pilihannya, mengingat hanya ada roti dan telur, juga hanya dua menu sederhana itu yang mampu ia masak, dengan keyakinan tinggi akan rasanya.
Sembari menunggu roti dipanggang didalam toaster matang, Jeno menyiapkan dua telur miliknya, ah maksudnya dua butir telur yang diambilnya dari dalam lemari pendingin. Mengambil satu mangkuk kecil untuk tempat mengocok telur, lantas menggorengnya diatas wajan anti lengket yang sebelumnya sudah ia olesi minyak sedikit.
Telur pertama siap, Jeno sajikan di piring miliknya. Dan saat menyiapkan telur kedua, bungsu keluarga Jung itu mengeluarkan satu bungkus plastik kecil dari dalam saku celananya. Membuka bungkus kecil itu, lantas menaburkan bubuk dari plastik itu keatas penggorengan, dimana telur kedua tengah ia masak.
Telur kedua matang, bebarengan dengan roti yang telah muncul dari alat toaster itu. Jeno menyajikan dua piring keatas meja makan dengan menandai piring miliknya dengan saos tomat agar tidak tertukar.
"Kenapa repot-repot masak? Kita pesen dari luar 'kan bisa?" Ucap Jaehyun yang baru saja keluar dari kamarnya, setelah bersiap untuk pergi kekantor, berjalan mendekat kearah meja makan dengan menenteng jas dan tas kerja dimasing-masing tangannya.
"Gini, doang. Ga repot kok" Jawab Jeno santai, memulai acara makan paginya.
Jeno melihat setiap gerak-gerik yang lebih tua, mulai dari Jaehyun duduk dikursinya, sampai si sulung siap menyendokkan telur orak-arik itu. Namun karena hal itu, membuat pergerakkan Jaehyun terhenti, lantas memandang bingung kearah si bungsu yang masih menatapnya dengan tatapan ambigu. "Lo kenapa?" Tanya Jaehyun, sebelum memasukkan makanan itu kedalam mulutnya. Mengunyah telur yang rasanya sangat biasa saja itu dengan santai.
Jeno menyunggingkan senyumnya seraya bersorak dalam hati, kala suapan pertama Jaehyun masuk kedalam mulut. Lantas menggeleng pelan untuk menjawab pertanyaan yang lebih tua, dan melanjutkan acara sarapan paginya.
"Lo mau langsung pulang abis ini?" Jaehyun bertanya dengan mulut penuh.
"Iya, ada urusan penting"
"Urusan cafe? By the way, kalo lo butuh modal buat besarin cafe, bilang aja ke gue"
"Bukan, urusan yang lebih penting. Dan lo tenang aja, cafe gue udah rame kok, dan gue belom ada rencana buat bikin cafe jadi makin gede. Mending uangnya lo kasih buat yang lebih butuhin, suami lo misalnya" Jawab Jeno dengan entengnya. Tanpa menyadari atau memang sengaja acuh dengan reaksi kaget yang Jaehyun tunjukkan. Apa maksudnya Jeno sudah mendengar tentang rumor itu?
"Lo udah denger rumor itu?"
"Sekilas aja sih, tapi lo yakin sama keputusan lo buat nuntut dia? Maksud gue, apa lo ga coba buat dengerin dulu penjelasan dia? Dia pasti 'kan punya alesan sampe ngelakuin itu" Ucap Jeno. Walaupun ia yakin, jika hanya dengan membujuk lewat kata, tak akan mampu membuat Jaehyun mau menarik tuntutan itu, namun setidaknya Jeno akan mencoba meluluhkan hati sang kakak agar mau mencabut tuntutan itu, dengan cara yang paling sederhana terlebih dulu.
"Lo ga ngerti segila apa dia" Jaehyun meletakkan alat makannya, menyisakan separuh makanan dipiring miliknya. Tak bernafsu lagi setelah Jeno membahas masalah lelaki gila itu dimeja makan.
Sementara Jeno tersenyum miris, dalam hati ingin sekali membenarkan ucapan Jaehyun yang menyebut Renjun gila. Namun posisinya, Jaehyun belum mengetahui jika ia mengenal Renjun.
"Tapi kasian anak orang, kak. Mana dia orang miskin lagi". Dalam hati, Jeno mengucapkan beribu kata maaf untuk Renjun karena telah membicarakan hal buruk mengenai dirinya pada orang lain. Tapi persetan, siapa tahu Jaehyun akan memaafkan Renjun karena rasa belas kasih.