Jaemin masih menatap wajah Jisung yang begitu damai, pemuda yang memusuhi dirinya itu nampak begitu indah dan tenang saat memejamkan matanya seakan-akan Jisung sama sekali tidak memiliki beban dan dendam dalam dirinya. Berbeda sekali saat Jisung terbangun, mata indah itu selalu terpancar api dendam dan kebencian yang begitu mendalam.
Jaemin tidak bisa menyalahkan Jisung jika dirinya membenci Jaemin dan seluruh keluarga Jaemin, karena nyatanya Jaemin dan keluarganya layak untuk mendapatkan kebencian tersebut.
Walaupun bisa dikatakan mereka membesarkan Jisung, tapi hal itu tidak akan mengubah fakta bahwa keluarganya lah yang menghabisi seluruh keluarga Jisung melalui tangannya.
Jaemin mengambil tangan Jisung, mengecup punggung tangan itu dan mengelusnya dengan lembut.
"Kenapa kau tidur begitu damai? Bagaimana bisa?" Gumam Jaemin.
Selama hidup disini Jaemin sama sekali tidak pernah tidur dengan begitu nyenyak dan tenang. Dirinya harus waspada setiap saat karena bahaya akan selalu mengintai mereka, tapi Jisung berbeda. Jisung benar-benar tidur dengan nyenyak seperti tidak mengkhawatirkan apapun.
"Aku tidur dengan nyaman karena aku tahu tidak akan ada seorangpun yang mampu melukai diriku selagi kau ada di sekitar diriku," balas Jisung, perlahan mata indah itu terbuka menampilkan wajah indah yang begitu elegan.
Jisung mengedipkan matanya beberapa kali, dirinya melihat tangannya yang masih digenggam oleh Jaemin. Jisung menatap Jaemin dengan tatapan seakan-akan menyuruh Jaemin untuk melepaskan genggaman tangannya.
Jaemin mengetahui maksud Jisung, hanya saja dia memilih mengabaikan hal itu. Jaemin terus-menerus menggenggam tangan Jisung.
Jisung menatap jengah Jaemin, dirinya menarik tangannya dengan paksa, "Jangan genggam tanganku!"
Jaemin hanya diam, dirinya kini menarik Jisung ke dalam pangkuannya. Jaemin mengecup leher jenjang Jisung, Jaemin tersenyum miring walaupun Jisung membenci dirinya tapi Jisung tidak pernah menolak sentuhan-sentuhan yang dia berikan karena Jaemin tahu hanya dengan dirinya lah Jisung bisa membalaskan dendam yang ia simpan untuk seluruh anggota keluarga Na.
"Ingin makan bersama?" Tawar Jaemin.
Jisung diam, dirinya membiarkan Jaemin melakukan apapun yang dia mau termasuk memberikan kebebasan pada Jaemin untuk memberikan tanda pada leher Jisung.
"Ya," balas Jisung singkat, makan bersama Jaemin tidaklah buruk karena saat dirinya makan bersama Jaemin maka seluruh orang yang ingin membunuhnya tidak akan berani bergeming, mereka takut pada Jaemin.
Jaemin tersenyum senang, "Bersihkan dirimu, setelah itu kita akan makan!"
Jisung berdiri, dirinya berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar Jaemin. Jisung melepaskan seluruh pakaiannya membiarkan Jaemin melihat tubuh telanjangnya. Jisung menatap cermin, tubuhnya begitu indah, dia yakin Jaemin pasti akan tergoda.
Jaemin menatap itu semua, ada percikan nafsu di dalam mata tajamnya. Jisung menyadari itu namun, dia memilih mengabaikan hal itu karena yang Jisung inginkan adalah Jaemin tunduk padanya.
Jisung ingin membuat Jaemin menginginkan apapun yang ada di dalam dirinya. Jisung ingin membuat Jaemin tergila-gila pada dirinya, Jisung akan membuat Jaemin menginginkan suara, ekspresi, keindahan, dan tubuhnya. Ketika Jaemin sudah jatuh, maka Jisung akan menggadaikan hidupnya pada iblis tak berperasaan seperti Jaemin.
Jaemin berdiri dari tempatnya, dirinya berjalan menuju Jisung. Dia mengecup bahu telanjang Jisung, memakaikan jubah mandi kepada Jisung.
"Aku tidak ingin tubuh indahmu dilihat orang lain, jadi cepatlah mandi dan aku akan menyiapkan bajumu!" Seru Jaemin melingkarkan tangannya pada pinggang ramping itu.
"Kenapa aku harus menuruti perintah yang kau berikan?" Tanya Jisung, menatap cermin, dia melihat tangan Jaemin yang melingkar di pinggangnya.
"Karena sejak awal kau lahir, kau adalah milikku." Ucapnya penuh keegoisan.
Jisung mendengus mengelus tangan Jaemin yang masih bertengger apik di pinggang rampingnya, "Aku belum menjual hidupku padamu, jadi kau belum berhak memiliki diriku!"
"Kapan kau akan menjual hidupmu kepadaku?" Tanya Jaemin tidak sabaran, mencengkram erat pinggang Jisung.
"Tunggulah beberapa saat lagi," balas Jisung, sedikit meringis karena perbuatan Jaemin.
Jisung masih butuh waktu untuk meyakinkan dirinya bahwa dia harus menggunakan Jaemin untuk membalas dendam. Bagaimanapun Jisung juga sangat membenci Jaemin sehingga dia harus memikirkan keputusan ini ribuan kali.
"Aku akan menunggu saat itu, sekarang bersihkan dirimu,"
Jisung hanya mengangguk, melenggang pergi meninggalkan Jaemin yang tersenyum gila.
"Kenapa kau masih ragu kepadaku? Padahal aku sudah menunjukkan betapa bergunanya aku untukmu." Gumam Jaemin yang memunguti baju Jisung dan menghirup aroma tubuh Jisung yang menggiurkan.
Jaemin tertawa kejam, "Tapi tidak masalah karena dapat aku pastikan bahwa pada akhirnya kau akan menjual hidupmu kepadaku, karena hanya akulah yang bisa kau andalkan, apalagi saat kau menyadari bahwa kekuatan mu tidak akan pernah mengalami kebangkitan."
Jaemin tertawa miris memikirkan betapa hancurnya Jisung saat mengetahui hal itu, sebenarnya Jisung bisa membangkitkan kekuatannya dan mungkin dengan kekuatannya itu dia bisa membunuh seluruh orang dari keluarga Na, kecuali dirinya.
Hanya saja kekuatan itu sekarang meredup bahkan hampir lenyap sepenuhnya dari dalam tubuh Jisung. Hal itu karena Jaemin memberikan obat khusus dimana perlahan-lahan seseorang akan kehilangan kekuatan spiritual dalam dirinya dan berubah menjadi orang biasa.
Apakah Jisung menyadari hal itu? Tentu saja tidak. Tak ada seorangpun yang menyadari bahwa Jaemin mencekoki Jisung dengan obat terlarang itu.
Hal itu Jaemin lakukan agar Jisung hanya mengandalkan dirinya, anggaplah Jaemin gila tapi bukankah anggapan itu benar?
Sejak awal Jaemin memang gila, siapapun yang tinggal di dalam keluarga ini pun pasti akan gila karena tidak ada satupun tempat yang benar-benar bisa di sebut sebagai keluarga.
Jisung keluar dengan jubah yang diberikan oleh Jaemin, rambutnya basah. Dirinya berjalan dengan cuek mengambil baju yang telah disiapkan oleh Jaemin.
"Ingin segera makan?" Tanya Jaemin begitu Jisung selesai menggenakan pakaiannya.
"Tentu, setelah itu aku harus ke tabib. Aku ingin mengetahui apa yang terjadi pada diriku, mengapa aku tidak bisa membangkitkan kekuatan ku?" Seru Jisung.
"Kenapa kau ingin tahu?" Tanya Jaemin berpura-pura penasaran.
"Karena sudah sangat terlambat untuk mengalami kebangkitan, bahkan bisa di bilang sudah terlalu lama. Biasanya orang paling lambat akan membangkitkan kekuatannya saat berusia 17 tahun tapi aku bahkan sudah 19 tahun dan kekuatan ku belum ada tanda-tanda untuk bangkit!" Jelas Jisung, dia menjelaskan ini karena Jaemin memang harus ikut dengannya untuk memeriksa hal ini.
Jisung mengajak Jaemin ikut agar sang tabib tidak akan membocorkan informasi apapun tentang dirinya kepada adik ataupun keluarga Jaemin yang lainnya.
Sudah bukan rahasia umum lagi jika seluruh orang takut pada Jaemin, jadi Jisung menggunakan kesempatan itu untuk membuat sang tabib bungkam jika ada sesuatu yang salah dengan dirinya.
"Kenapa kau memerlukan kebangkitan? Cukup gunakan aku maka kau akan mendapatkan segalanya." Jawab Jaemin tidak setuju dengan Jisung.
"Aku hanya ingin memastikan aku adalah seorang yang memiliki kemampuan atau hanya orang biasa,"
"Jika kau orang biasa apa yang akan kau lakukan?" Tanya Jaemin.
"Menjual hidupku kepada mu, agar aku bisa membalaskan dendamku!"
Soon>> 03 ; E X A M I N E
KAMU SEDANG MEMBACA
INFERNO
Mystère / ThrillerMemuakkan! Kebencian yang aku pendam pada pria yang berada di hadapan ku sudah sampai ke sendi-sendi tulangku. Semakin besar kebencian ku, semakin aku merasa muak dengannya. "Jangan pergi!" "Kau tahu? Aku benar-benar membenci hingga rasanya aku...