Taman Kanak-Kanak

9 0 0
                                    

Aku tidak tahu, sabar yang bagaimana lagi yang harus diperlihatkan. Emang ya, ngomong sama aku tanpa cacian tu satu hal yang ga mungkin dilakukan oleh ayahku. Kenapa sih harus mencaci? Kenapa sih harus membentak? Kenapa harus kalimat yang menyakitkan? Kenapa tidak mencoba berbicara baik-baik? Emang ya, mungkin dasarnya aku yang tidak pantas dapat perlakuan baik.

Aku tidak tahu dimana salahnya keluarga ini. Apakah emang dari akunya yang banyak mau? Apakah aku yang terlalu mengecewakan? Apakah aku yang tidak seberprestasi kakakku dan adikku? Apakah karena aku jelek? Apakah karena keluargaku yang bermasalah? Umurku yang hampir kepala 2 ini aku belum menemukan letak kesalahannya.

Buat kalian yang baca tolong bantu aku kasih prespektif yang lain ya. Ini ceritaku hehe.

Ketika aku membaca buku diary ku sedari aku kecil. Aku sudah ingin meninggalkan rumah ini sejak kelas 2 SD. Di Usiaku yang sekarang aku mulai menelaah lagi, perlakuan seperti apa yang membuat anak kelas 2 SD ingin pergi dari rumah. Setelah diingat kembali, memori yang masih terekam jelas ketika aku masih dibangku Taman Kanak-Kanak. Bukan berarti ingatan sebelum masuk TK tidak ada yang teringat, bayangan-bayangan itu masih ada walaupun samar. Seperti bayangan aku yang habis dimarahi ayahku dan aku menangis sambil melihat ayahku yang bekerja. Saat itu aku tidak ingat hal apa yang membuat ayahku marah. Selain itu ingatan ketika aku dikunci dikamar yang gelap dan kakekku yang berusaha mengeluarkan aku tapi ditahan oleh ayah ibuku. Ingatan itu seakan bayangan tapi nyata. Itu ingatan sebelum aku masuk ke Taman kanak-kanak.

Fyi, aku sekolah TK hampir 5 tahun. Karena saat itu ibuku bekerja sebagai guru TK. Sehingga saat aku yang harusnya masih main dari rumah aku sudah mulai main di TK. Banyak hal kecil yang membuatku menangis setiap harinya, sayangnya aku tidak mengingat itu. Tapi ada 1 peristiwa yang tak pernah terlupakan sampai aku sebesar ini. Kejadian ini berlangsung di pagi hari, saat aku dan ibuku baru tiba disekolah. Saat itu aku lupa membawa sesuatu dan aku sedikit marah dengan ibuku. Karena sudah semalaman aku mengingatkan itu, bahkan sampai sebelum berangkat sekolah. Ku akui saat itu sepertinya sangat cerewet sehingga ibuku dengan tidak sengaja atau aku pun kurang tau dia menamparku, mungkin kalau tamparan itu ringan aku akan sedikit melupakannya. Aku tidak ingat seberapa sakitnya saat itu karena bibirku sampai sobek dan jilbab bagian depanku dipenuhi darah. Aku hanya ingat betapa sakitnya di hati dibandingkan dengan sakit fisik. Yah itu benar-benar berdarah, tapi yang lebih sakit adalah respon ibuku. Ibuku hanya buru-buru mengelap darahnya dengan jilbab bagian depanku dengan cepat. Jika kalian bayangkan itu diusap dengan halus, kalian salah. Karena usapan itu sangat kasar dan buru-buru seakan tidak ada yang boleh melihat kejadian yang terjadi tadi, sampai aku yang awalnya menangis dalam diam berubah menjadi tangisan yang sangat keras. Saat itu seluruh temanku yang ada dikelas langsung keluar dan melihat apa yang terjadi. Aku tidak terlalu ingat apa yang terjadi selanjutnya saat itu. Tapi aku teringat saat dikelas salah satu temenku bertanya kenapa dengan bibirku? Kenapa bisa sampai berdarah sebanyak itu? Dengan kekuatan kejujuran anak sekecil itu alih-alih mengatakan kalau aku dipukul ibuku aku menjawab "tadi aku main perosotan, tapi yang mendarat bibirku dulu" Hahahaha. Saat difikirkan diusia ini, kesakitan seperti apa yang dulu kurasakan dan doktrin seperti apa yang diajarkan di rumah sampai anak sekecil itu bisa berbohong atas lukanya.

Tetapi entah kenapa luka itu berkali-kali lebih sakit ketika menyaksikan adekku yang ketika marah rasanya ditelingaku sangat kurang ajar kepada ibuku. Tapi ibuku menanggapi dengan merayu, memberikan pengalihan dan kata-kata penenang lainya. Bukan aku ingin adiku mengalami hal yang sama seperti aku, tapi ibuku marah saja tidak. Mungkin dengan ini kalian akan menyimpulkan kalau aku sedang cemburu dengan adiku. Kalian bisa berikan pendapatnya dulu dan di bab selanjutnya akan kuceritakan bagaimana orang tuaku memperlakukan aku, adiku, dan kakaku.

Mungkin alasan paling masuk akal yang bisa diberikan adalah aku ingin menjaga nama baik ibuku, sebagaimapun beliau ada malaikat atau ibu peri untuk orang-orang. Buat kalian yang sudah memiliki anak, please banget. Trauma masa kecil bener-bener gak bisa ilang. Mungkin akan dimaafkan tetapi akan sulit dilupakan. Ketika aku membaca buku yang berjudul Selesai dengan diri sendiri, ternyata aku belum selesai dalam hubungan keluarga.

Makasii semua yang udah mau baca curhatanku. Tujuanku bercerita disini karena aku tidak cukup berani mengungkapkan ini kepada orang disekitarku

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Diary Anak TengahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang