3

122 11 0
                                    

"jadi, gimana keputusan kamu kak?" tanya seorang laki-laki yang sebentar lagi akan menginjak kepala 5.

Aleissa menatap malas sang ayah yang ada di depannya. "kan aku udah bilang dari pas lulus kemarin, aku mau gapyear aja." ucapnya telak.

Tampak ayah Aleissa menghembuskan napasnya, raut wajah pria itu terlihat kurang setuju dengan keputusan anak perempuannya. Sedangkan istrinya sibuk menenagkan dirinya agar tidak tersulut emosi.

"yaudah terima aja kemauan Eissa, toh ini juga kemauan dia. Gapyear juga ga buruk yah.." ujar ibunda Eissa, mendukung keputusan anak perempuannya.

Aleissa tersenyum getir dalam hatinya. Iya, gapyear ini emang keputusan dia, tapi alasan dibalik kenapa ia memilih itu kedua orangtua nya tidak tahu.

Aleissa punya 3 adik yang sekarang masih bersekolah. Covid-19 mulai mereda dan ayahnya baru saja mendapatkan pekerjaan baru setelah hampir 1 tahun menganggur. Ia tidak ingin merepotkan ayahnya jika saat ini dia daftar kuliah juga. Apalagi setelah mengetahui tunggakan sekolah adik adiknya.

Masuk kuliah sekarang bukan main-main biayanya, biar itu negeri sekalipun. Makanya, ia memilih untuk gapyear dan belajar lagi, toh kampus impian dia bukan disini, melainkan di luar negeri. Jadi dia tidak ada rasa menyesal sedikitpun mengambil pilihan ini.

.

.

.

"kata tante Jea, Viviette gapyear juga sama kayak kamu." ucapan sang bunda mengalihkan atensi Eissa dari handphonenya.

"bukannya kemarin dia mau swasta aja bun?" tanya Eissa bingung.

"denger kamu gapyear katanya mau ikutan juga, yaudah tante Jea cuma bisa iyain aja daripada anaknya ngambek." jelas sang bunda.

Aleissa mendengus pelan mendengar penjelasan ibundanya. 'dasar bocah.'

Aleissa kemudian melanjutkan fokusnya pada cerita yang kini tengah ia kerjakan sebagai pengisi waktu luangnya. Tanpa ia sadari sang bunda sibuk meliriknya, penasaran dengan apa yang tengah anak gadisnya kerjakan.

"ngetik apa sih kamu kak? Gak selesai selesai dari tadi kayaknya," celetuk bunda Eissa.

Aleissa melirik bundanya sekilas. "orang kepo pantatnya kerlap-kerlip." cetus gadis itu asal.

Sang bunda melotot kemudian memukul pelan paha Eissa. "cocot mu kak." tegur si bunda. Eissa hanya nyengir sebagai balasan.

.

.

.

Aleissa menatap gugup gedung berwarna merah kuning di depannya. Hari ini resmi ia menjadi salah satu siswa yang akan belajar disana selama kurang lebih 9 bulan sampai UTBK tahun depan diadakan.

Perlahan ia melangkahkan kakinya memasuki gedung tersebut, dan langsung disambut ramah oleh seorang wanita dimeja resepsionis. Setelah melakukan beberapa registrasi ulang, gadis berumur 18 tahun itu diantar ke sebuah kelas oleh salah satu karyawan cowok disana.

"nah ini kelasnya, kamu langsung masuk aja." ucap karyawan itu.

Aleissa mengangguk, "makasih ya pak."

Dengan jantung yang berdetak cepat, ia membuka perlahan pintu coklat di hadapannya. Damn, ketika pintu terbuka, Aleissa langsung dihadapkan dengan seorang wanita yang tengah menyiapkan beberapa barang untuk mengajar.

"wah murid baru ya?" sapa wanita itu setelah menyadari kehadiran Eissa yang diam mematung di depan pintu.

Aleissa mengangguk pelan, matanya tak berani menatap seisi kelas yang sedang menatapnya juga.

"yaudah kamu langsung masuk aja sini." ucap wanita itu dengan ramah.

Gerakan Aleissa dengan cepat menutup pintu kelas, kemudian berbalik menatap seisi kelas, mencari bangku kosong yang bisa ia duduki. Hingga seorang gadis melambaikan tangannya sambil menunjukan tempat kosong di sebelahnya.

Aleissa tersenyum lega dibalik maskernya. Segera ia langkah kan kakinya menuju tempat disebelah cewek itu.

"hai! Kenalin gue Nami!" bisik cewek itu ketika Aleissa berhasil duduk di tempatnya.

"gue Aleissa, panggil aja Eissa biar gampang." balas Eissa riang tapi masih dengan suara kecil karena mereka berkenalan saat guru mereka telah memulai pelajaran.

Tiba-tiba cewek disamping Nami menoleh ke arahnya. "gue Erika! Salam kenal!"

Aleissa tersenyum mendengarnya. "gue Eissa! Salam kenal juga!"

Setelah perkenalan singkat tadi, Eissa kembali fokus pada penjelasan gurunya hingga waktu pulang tiba.

Hari berjalan cukup lancar buat Aleissa si anak pemalu yang kurang bergaul itu. Bahkan setelah selesai kelas pun, ia diajak berkenalan dengan teman-teman Nami dan Erika. Awal mula yang bagus bukan?

.

.

.

Setelah sampai rumah, Aleissa langsung membersihkan dirinya dan bersiap untuk rebahan dikamar sambil mengisi energy social nya yang telah habis. Tapi sebelum itu ia turun dulu ke ruang makan untuk mengisi perutnya yang sibuk berbunyi sedari tadi.

"gimana bimbelnya hari ini kak?" tanya sang ibunda.

Aleissa mengangguk pelan. "lumayan lah, udah dapet beberapa temen." jawab Eissa.

Bunda Eissa tersenyum lega mendengarnya. Semoga selama gapyear ini anak gadisnya ada perkembangan dalam pertemanannya. Sedari SMP, teman Eissa hanya keponakan-keponakannya, yang tak lain dan tak bukan Karla, Gazelle dan Viviette saja. Ditambah Matthew keponakan cowoknya.

"syukur deh, entar kalo diajak kenalan muka kamu jangan jutek-jutek ya kak." ujar sang bunda.

Aleissa mendengus malas lalu berdehem sibgkat sebagai jawaban. Makanannya sudah habis dan sekarang saatnya ia menghabiskan waktunya dikamar hingga pagi menjelang. Dan mungkin Jemie akan menemaninya karena cowok itu berjanji akan menelfonnya ketika ia sudah menyelesaikan semua urusannya.

Ah soal Jemie ya? Hm Eissa juga bingung menyebutnya apa karena hubungan dan komunikasi mereka selama ini seperti orang pacaran.

Jemie adalah teman SMA Eissa. Awalnya Eissa sama sekali tidak tahu soal Jemie karena yah, ia bersekolah dimana cewek dan cowoknya terpisah.

Semua ini bermula ketika sekolah mereka melakukan doa bersama melalui aplikasi zoom dikarenakan besoknya adalah pengumuman UTBK. Saat itu Eissa terpaksa On Cam karena ia termasuk salah satu ketua divisi di angkatannya. Dan yah setelah itu semuanya terjadi begitu saja.

Para cowok di angkatan mereka terkejut dengan keberadaan Eissa yang menarik perhatian mereka, ditambah lagi mereka belum pernah melihat Eissa sebelumnya, membuat rasa penasaran mereka semakin tinggi hingga membicarakan Eissa di group angkatan mereka.

Aleissa tidak tahu apa-apa hingga 2 hari setelah zoom itu, salah satu temannya menghubunginya. Dan tanpa basi-basi langsung memberitahu maksudnya menghubungi Eissa.

Salah satu teman cowoknya yang tentunya teman angkatannya juga, mengajaknya berkenalan. Eissa sempat ragu, karena ia tahu berkenalan dengannya hanyalah modus semata mereka.

Awalnya Eissa ingin menolak karena pertama, ia tidak suka berteman dengan laki-laki dan kedua, pasti cowok yang mengajaknya berkenalan sudah punya maksud tersendiri.

Bukan kepedean ia mengira begini, karena ia sudah mengalami hal-hal seperti ini sebelumnya, makanya ia tidak punya teman cowok yang dapat ia perlakukan seperti teman-teman ceweknya.

Ditambah lagi ia masih gamon dengan gebetannya semasa SMP.

Tapi karena temannya meyakinkan dirinya dan bilang jika teman cowoknya aneh-aneh, langsung blok saja. Saat itu Eissa berpikir, tidak ada salahnya mencoba bukan?

Tapi itu saat itu.

TBC

9 monthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang