CHAPTER: 03

101 1 0
                                    

Dulu Mommy pernah bilang agar Rubby menjadi anak yang mandiri dan berani dalam menghadapi apapun di masa depan. Rubby mungkin bisa menjadi mandiri. Namun menghadapi semua masalah sendirian bukanlah keahliannya. Rubby lemah. Bahkan ketika 4 tahun yang lalu Daddy meninggalkan dirinya selama-lamanya, Rubby rapuh. Ia terjatuh lemah.

Kala itu Rubby merasa menjadi orang terlemah di dunia ini. Daddy terjerat kasus besar, lalu meninggalkan sejumlah hutang yang nominalnya tidak Rubby duga. Dan tentu Rubby pun kehilangan kasih sayangnya.

Hidupnya seperti terjungkir balik 180 derajat. Kehidupan damai yang ia harap abadi hilang dalam sekejap mata. Hanya tinggal keharmonisan ia dan Mommy. Kedamaian telah direnggut. Setiap hari Rubby mendengar kalimat tagihan dari kepala sekolah sewaktu SMA. Lagi, ia selalu mendengar cekcok antara Mommy dan preman yang menagih hutang-hutang Daddy.

Rubby tinggal di apartemen sederhana. Tetapi tetap memakan biaya, membuat Rubby bingung ingin mempertahankan tempat tinggalnya atau mempertahankan pendidikannya.

Sedangkan Mommy? Rubby tahu Mommy fokus membayar hutang Madam yang mencapai 200 juta. Jika tidak dibayar, maka taruhannya adalah Rubby sendiri.

Madam akan membawanya. Menjadikannya budak dan memperlakukannya seperti pelayan.

Tentu siapa yang mau? Rubby lebih baik bermain sendiri dan menghasilkan uang dengan caranya yang kotor dari pada menjadi budak wanita tua itu.

Oleh karena itu Rubby berada di sini. Di depan pintu apartemen asing.

Rubby sempat memikirkan matang-matang sebelum menekan bel di samping kanan.

Jujur saja. Rubby tidak seberani itu. Dia sering gugup meskipun sudah sering bersikap diluar nalar.

Ceklek...

Rubby mendongak. Senyumnya terukir lembut melihat Mahesa keluar bertelanjang dada. Hanya celana jeans panjang robek-robek yang menutupi tubuh bagian bawahnya.

Tanpa sadar Rubby menelan ludah. Kenapa Mahesa mendadak hot begini?

Mahesa versi malam sangat berbeda dengan Mahesa versi siang!

"Lo mau gue temenin?"

Mahesa mengangguk. "Masuk," katanya.

Rubby mengikuti dari belakang. Ketika Mahesa berhenti Rubby pun ikut berhenti.

"Naik apa?"

"Ojek."

"Ck... Seharusnya bilang." Mahesa menghampiri dapur. Lagi dan lagi Rubby mengikutinya.

"Ya gimana... lo kayaknya keliatan gak mood gitu di telpon. Gue jadi gak enak."

"Mau coklat hangat?" tawar Mahesa.

Rubby mengangguk saja toh ia pun haus. "Ini bukan tempat tinggal asli lo kan?"

"Ya."

Sontak Rubby menyeringai kecil. "Cowok-cowok kayak lo kebanyakan gak mau bawa cewek ke rumah sendiri kalau bukan cewek yang mereka cinta," ujarnya.

Mahesa terkekeh samar sembari duduk di depan Rubby setelah menyodorkan secangkir coklat hangat. "Gak semua kali."

"Gak termasuk lo?" sarkas Rubby.

"Gue beli apartemen karena gue punya uang. Gue juga butuh tempat tenang buat kerja."

Beneran kaya njirrr! Rubby menjerit girang dalam hati.

"Ngomong-ngomong... Ada tujuan apa lo manggil gue ke sini?" Tatapan Rubby mulai dibuat menggoda. Kelopak mata yang turun membuat Mahesa mendadak terdiam.

Hello, Mr. Rich!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang