..
.
.
.
Hari itu, semuanya mendadak kelabu. Mataku kian mengabur, jiwaku kian meluruh. Sporadis familial insomnia atau biasa dianggap sebagai insomnia fatal ini, perlahan kian gencar menggerogoti jiwa. Aku Adira Kei Aldebra pengidap sporadis familial insomnia tingkat tiga.-Riley Day-
.
.
.
.
.
.
Sebagai anak perempuan satu-satunya dikalangan keluarga besar, tentunya kehadiranku sangatlah dinantikan. Semua keluarga besar terlampau menyayangi kehadiranku baik itu nenek, kakek, paman hingga para sepupu. Mereka seolah tak pernah perduli akan realita bahwasanya aku hanyalah seorang anak angkat disana. Ya, aku bukanlah anak kandung seorang Senupati Perkasa Aldebra dan Lilyana Larasati Pratiwi.
Aku hanyalah anak adopsi yang mereka ambil di sebuah yayasan panti asuhan kumuh dipelosok Tanggerang. Aku diadopsi sejak umur dua tahun dan saat ini usiaku telah beranjak tujuh belas tahun.
Membawa dan menyandang nama besar seorang Aldebra membuatku harus hidup dibawah tuntutan tak berwujud. Mungkin hal ini pula yang menjadi alasan mengapa keluarga besar teramat menyayangiku dan tak pernah membedakan perihal darah kami sekalipun tak berasal dari tempat yang sama. Kepintaranku bukan serta merta begitu saja. Namun, background keluarga menjadi salah satu faktor utamanya.
Dan sebagai wujud ucapan terima kasih kepada mereka yang sudi mengasuhku sejak kecil, aku pun berusaha semaksimal mungkin mengasah otakku untuk membuktikan kepada semua orang bahwa aku juga pantas menjadi bagian dari keluarga ini. Terkadang, aku memaksa diriku sendiri untuk tetap membuka buku meski kantuk sudah membelenggu. Bimbel, praktik, organisasi, belajar dan belajar seolah menjadi santapan sehari-hari yang sudah tak asing lagi.
Dan semua usahaku selalu membuahkan hasil. Tak sedikit penghargaan yang kuraih hingga saat ini, diantaranya seperti juara bertahan Olimpiade Sains Nasional selama empat tahun berturut, juara paralel yang tak pernah tergeser hingga aku memasuki kelas tiga Sekolah Menengah Atas, ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah atau OSIS, ketua Forum Anak tingkat Kota dan masih banyak lagi. Akan tetapi, dibalik itu semua ada hal-hal yang sama sekali tak pernah diketahui oleh orang lain.
Pola tidur yang berantakan, jam makan yang tak beraturan, tekanan tak berwujud, bahkan saat sakit pun aku selalu berpura-pura tak tahu dan tetap memaksa tubuhku untuk terus membuka buku dan mempelajari sesuatu yang baru. Dan saat ini, aku pun menuai benih yang pernah kutanam. Pandangan yang mulai mengabur, tubuh yang kian mengurang beratnya, hingga rambut yang kian habis helainya seolah sudah bukan hal asing lagi bagiku.
Aku diprediksi menderita sporadis familial insomnia atau kita bisa menyebutnya dengan sebuah penyakit insomnia yang fatal. Penyakit ini mengakibatkan diriku nyaris tak dapat lagi tertidur pulas. Akibatnya, aku harus menjalani perawatan intensif di sebuah instansi rumah sakit. Awalnya aku mengira bahwa aku tak akan lama berada disini. Namun nyatanya salah. Kini, aku telah menjalani perawatan kurang lebih selama dua bulan. Semua perawat, nyaris telah mengenalku dengan baik, meski terkadang aku kerap kesulitan mengingat nama mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Langit
NouvellesKumpulan cerita pendek yang berisi untaian kata yang tak pernah tersampaikan.