>> Tiga

902 156 63
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   Tok! Tok! Tok!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   Tok! Tok! Tok!

   Menyimpan benda pipihnya itu ke nakas, Zayyan bangun membuka pintu di mana Sang Mama lah yang ada di baliknya. Tak ada kata, mereka masuk dan duduk di sofa yang tersedia di kamar itu. Jangan salah, kamar Zayyan sangat luas.

   "Ada apa, Ma?"

   "Papa berencana bagaimana jika besok kita pergi ke rumah perempuan yang ingin kita jodohkan padamu? Kira-kira kamu setuju tidak?"

   "Mah!" Zayyan terpaku tak percaya. "Ini maksudnya apa? Kalian tahu bukan aku sudah memiliki pilihan, dan ... aku pikir perjodohan ini sudah di titik akhir. Setelah kalian tahu aku sudah tidak lajang lagi—"

   "Apa salahnya melihat dulu gadis itu?" sela beliau merayu, "hm?"

   "Mah? Tidak! Aku tidak mau!"

   "Zayyan,"

   "Aku ada janji besok."

   "Lusa?"

   "Aku tidak punya waktu untuk gadis itu ataupun perjodohan ini. Aku sudah besar mah. Sudah dewasa. Jadi aku bisa memilih sendiri gadis yang aku mau. Dan aku hanya akan menikah dengan gadis pilihanku."

   Zayyan berdiri memunggungi mamanya dan melangkah menuju nakas.

   "Dengarkan mama,"

   "Aku hanya akan menikah dengan Amara gadis pilihanku," ujarnya tegas secepat ia berbalik badan untuk menegaskan ini kepada beliau.

   Amel terdiam,

   Zayyan juga sama.

   Tidak tahu apa yang dirasakan Amel, tapi Zayyan merasa tertegun dengan ucapannya sendiri. Entah dorongan kuat dari mana sampai ia berani berkata sejelas itu yang bahkan itu sudah di luar planningnya.

   Zayyan berbalik badan memunggungi Amel, merasa sedikit malu hingga debaran jantungnya naik berkali-kali lipat. Tangan dan kakinya terasa bergetar seolah gugup, tapi ia merasa lebih baik daripada itu.

   Apa yang barusan kau katakan, bodoh?

   Hati mungil Zayyan menggerutu.

   Setelahnya tak ada percakapan lagi dan Amel memilih keluar dari kamar putranya itu. Zayyan pergi ke kasur dan rebahan di sana, mendesah berat seiring dering notif yang masih terdengar dari ponselnya.

MatchmakingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang