>> Delapan

860 131 76
                                    

   "Om Zayyan marah karena aku dapat bunganya ya?"

   "Engga."

   "Terus kenapa diem aja?"

   "Saya lagi pusing."

   "Pusing kenapa?"

   "Kamu masih bisa bertanya? Memangnya kamu tidak mengerti akan apa yang sedang terjadi di antara keluarga kita?"

   "Memangnya apa?"

   Zayyan mendesah pelan disela menyetir. "Kita terjebak dalam masalah yang besar. Saya tidak tahu bagaimana cara keluarnya, karena saya tanpa sadar malah mengunci kuat pintu itu. Saya kira selama ini saya sedang berlari kabur, ternyata terjebak."

   "Om bicara apa? Aku masih belum paham sama maksudnya."

   Menambah beban sekali. Zayyan sedang pusing akan ini. Masa iya, ia juga harus memikirkan cara terbaik menjelaskan soal perjodohan ini kepada Amara?! Baik jika gadis itu langsung paham, jika tidak?

   Bebannya akan melipat ganda.

   "Ya sudah, tidak usah dipikirkan."

   "Engga. Tapi aku penasaran."

   "Lain kali saja ceritanya."

   Amara tak mau menganga, karena rasanya tidak pantas mendesak pria itu untuk bercerita. Pada akhirnya perjalanan pun didampingi keheningan—dari suara keduanya, jika dari suara mobil orang lain masih sesekali bising.

   "Om, ada topeng monyet."

   "Biarin aja."

   "Semoga monyetnya kabur."

   Zayyan sempat terdiam kejut, tapi ucapan Amara diakhir melegakannya. "... Kasian soalnya."

*****

   "Bagaimana jika Amara juga menolak perjodohan ini? Bukankah kita jangan bersikap egois pada anak-anak kita? Bahkan aku rasa, di usianya yang sekarang dia lebih pantas kuliah daripada menik—"

   "Bisa diam?"

   Fifi sontak tidak melanjutkan unek-unek dalam hatinya itu.

   Alan berdiri dan merapikan jasnya di hadapan cermin. "Kita pergi sekarang."

   "Amara punya kehidupan dan dia berhak atas itu. Dia berhak memilih jalannya sendiri. Tugas kita hanya membimbing, bukan seperti ini. Tolong jangan paksa putriku jika nanti dia menolak!"

   "Dia juga putriku, jangan lupakan itu!"

*****

   Saat sampai, keduanya melihat ada mobil lain terparkir di halaman rumah. Zayyan tidak kenal tapi Amara mengenali sekali benda beroda empat itu milik siapa. Yang atas kehadirannya dia jadi semangat untuk masuk.

   "Mama!"

   "Hei! Zayyan di mana? Pulang sendiri?"

   "Ada, di luar."

   "Bunga dari siapa itu?" tanya Amel yang salah fokus ke arah tangan Amara.

   "Dapet," jawab gadis itu apa adanya.

   "Zayyan kasih?"

   "Bukan. Tadi aku ikut lomba tangkap bunga."

   "Ouh, acara lempar bunga mungkin," ujar Amel menegaskan yang diangguk setuju oleh Fifi. Jelas dugaan mereka sama. Dan mereka sama-sama tersenyum mendengar hal itu. "Apa ini pertanda bagus ya, Jeung?" tanya Amel. Fifi mana tahu tapi hal baik apapun tak mungkin tak diamini.

MatchmakingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang