Pertarungan Kemarahan

567 41 12
                                    

Gempa terjadi di istana Padjajaran yang merupakan ulah Ki Warsinga, Prabu yang sedang menemani istrinya, Subang Larang, merasa keheranan sebab tak biasanya ada gempa di istana. Seorang mengetuk pintu wisma Subang Larang dengan cepat

"Pintunya tidak dikunci, kau boleh masuk" balasnya dengan teriakan

Orang itupun masuk, Di tekuknya lututnya untuk memberikan rasa hormat kepada sang pemimpin "Hampura, gusti Prabu, Gusti Ratu, pendekar sakti bernama Ki Warsinga tengah mengamuk di wilayah kota raja. Penyebab ki Warsinga mengamuk juga tidak ada yang mengetahui....beberapa prajurit Padjajaran juga sudah terluka olehnya"

"Baiklah, terimakasih kabarmu, pergilah."

Prajurit mengangguk setuju, dia memundurkan langkahnya untuk pergi dari wisma sang ratu. Di elusnya rambut sang istri "Dinda, kakanda akan mengatasi masalah ini. Kanda janji, akan pulang secepatnya."

Di ciumnya perut sang istri yang sudah mengandung 7 bulan "Kian Santang, jangan menyusahkan ibundamu. Ayahanda pamit, putraku."

Setelahnya, ia berdiri di ikuti oleh Subang Larang yang mencium telapak tangan suaminya "Berhati-hatilah kakanda, aku dan anak-anak kita akan menunggumu pulang dengan selamat."

Di anggukkan kecil oleh Prabu "Kanda pamit, Sampurasun" di balasnya dengan senyuman tipis "Rampes."

Subang Larang menatap kepergian suaminya yang sangat begitu berat, ia mengelus perutnya dengan tatapan yang melihat perutnya "Putraku Kian Santang, ibunda berharap engkau tidak mendapatkan karma buruk yang di berikan oleh kedua orang tuamu. Maafkan bunda, jika memang kau menerima karma buruk akibat ulah orang tuamu." Tak terasa air matanya turun

Entah mengapa pula, ia selalu bersedih ketika ia mengandung Kian Santang....dirinya selalu mendapatkan firasat buruk mengenai kehidupan sang putra

***

Prabu datang tepat waktu, ia menggunakan jurusnya untuk melukai Ki Warsinga tetapi nihil. Dia sudah sangat sakti yang kekuatan keduanya sama kuatnya.

"Hentikan kekacuan ini sebelum aku benar-benar menghabisimu! Rakyatku, minggirlah kalian, cari tempat aman untuk berlindung." Prabu menatap tajam kearah Ki Warsinga

Sebagian rakyat lekas mengungsi, sebelumnya mereka ingin melindungi tempat tinggal mereka tetapi perjuangan mereka sia-sia.

"Gusti prabu? Ahaha... penyelamat kesiangan, dengan kau muncul sama aja akan menjadi petaka untukmu! SLIWANGI"

"Buktikan saja, antara aku atau dirimu yang akan menjadi hari ini adalah hari kesialan." Tantangnya, di balas dengan senyuman tipis yang meremahkan sang lawan

"Berikan tahtamu jika kau kalah dan jika aku kalah maka aku tidak akan pernah menginjakkan kakiku di Padjajaran ini!"

"Baiklah jika itu maumu." Katanya, ia menyerang Ki Warsinga dengan satu tangannya

Namun, bukannya berbalik melawan, Ki Warsingapun lekas menjauh dari kota raja. Di kejarnya oleh prabu, ketika Ki Warsinga sudah hampir sampai di gunung Sindur...Prabu memberikan jurusnya kepada Ki Warsinfa sehingga langkahnya terhenti. Ia menghadap ke Prabu, dengan tatapan tajamnya dia menyerang Sliwangi. Pertarungan juga semakin kuat, Prabu menggunakan jurus cakrabuana dan jurus brajamusti lalu Ki Warsinga menggunakan jurus penghancur roh. Kekuatan Ki Warsinga tak sebanding dengan prabu, dia terluka sangat parah, Prabu mengeluarkan pedang Sukma untuk menewaskan sang lawan. Pada akhirnya, Ki Warsingapun tewas. Sang istri yang baru saja sampai di gunung sangat terkejut melihat suaminya tewas, dengan perasaan sedih dan marahnya dia menghampiri sang suami

"Kakang, bangunlah!" Dia menatap Prabu dengan tatapan tajamnya "SLIWANGI, MENGAPA KAU BUNUH SUAMIKU! BUNUH AKU SEKARANG JUGA BERDEBAH, BUNUHLAH AKU. Aku tak bisa tanpa kakang, dia sudah mengajarkanku banyak hal, kami baru saja menikah 3 bulan tetapi mengapa kau menghancurkannya! KENAPA"

Dengan menatap kearah langit-langit, ia menunjuk kearah Prabu lalu berkata dengan lancangnya "AKU BERSUMPAH, SALAH SEORANG PUTRA DARI ISTRIMU AKAN BERKHIDUPAN SIAL"

Awan bergemuruh dan hujanpun turun menyisakan tangisan dari Nirwasah. Ia lekas membawa suaminya untuk pergi dari hadapan Prabu, ia hanya bisa menatap ke tanah ketika mendengar ucapan musuhnya.

"Putraku Kian Santang? Apakah dia terkena sumpah Nyai Endang Nirwarsah? Tidak tidak"

Sekarang, pikirannya kacau, matanya berkaca-kaca. Akhirnya Sliwangi pulang ke istana dengan hatinya yang masih khawatir akan nasib sang putra










































Hi guys, maaf banget klu pendek. Saya tidak ada ide lagi buat lanjutin

Misteri Of Raden Kian SantangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang