bab 4

112 12 0
                                    

Saat ini, Kian Santang, Walangsungsang, Sliwangi, mereka berada di kota raja untuk melihat kondisi rakyat Padjajaran

"Kian Santang, kau bagikan 20 keping emas ini ke mereka"

"Sandika ayahanda"

Iapun mengambil emas yang diberikan oleh ayahandanya kepada penduduk

"Paman, ada rezeki dari ayahanda prabu untuk kalian" Dirinya lekas memberikan 4 keping emas kepada 5 pemuda disana, setelahnya pemuda tersebut tersenyum lebar

"Terimakasih gusti raden" Kian Santang tersenyum tipis "Jangan berterimakasih kepadaku, tugasku hanya memberi kalian secukupnya emas...berterimakasihlah dengan ayahandaku, paman."

Mereka semua mengangguk "Aku akan kembali ke ayahandaku, Sampurasun"

"Rampes"

Kian Santangpun beranjak pergi untuk menghampiri ayahandanya "Bagaimana putraku?" Tanyanya, matanya menatapku dengan lembut

"Sudah ayah, Mari kita menyusuri kota raja ini. Raka Walangsungsang, ada apa? Mengapa dirimu tampaknya sangat gelisah?"

"Tidak ada rai, mari kita menuju pendalaman" ujarnya yang membuat ketiganya berjalan kedepan

Mereka berjalan menyesuri perkampungan yang sudah menjauhi kerajaan

"Hampura kisanak" Sapa seorang laki-laki kepada Prabu

"Ada apa kisanak?" Tanyanya

Kini Kedua anaknya mengamati seluruh tubuh laki-laki ini...seseorang yang berambut seponi, memakai caping dan bersandal, suaranya pun berat, Kian Santang yakini laki-laki di depannya berusia 25 tahun tetapi Walangsungsang mengamati jika dia berusia 18 tahun

"Begini kisanak, Saya membutuhkan pertolongan. Ibu saya sedang sakit, jika berkenan apa boleh kisanak dan kedua anakmu menolongku untuk memanggil tabib istana? Tabib istana lebih paham ketika menangani ibu saya yang sedang sakit, seingatku pula keluarga istana mempunyai jurus-jurus kesembuhan"

"Lalu apa yang bisa aku lakukan untuk saat ini? Kebetulan sekali putraku yang kecil ini mempunyai keistimewaan untuk menyembuhkan penyakit"

"Benar, Aku bisa menyembuhkanmu paman. Bolehkah paman mengantarku ke ibumu?"

"Tapi biayanya berapa?" Ketiganya saling tatap menatap, Melihat laki-laki yang sepertinya berasal dari keluarga sederhana

"Aku tidak perlu harta paman, Bagaimana paman berjanji padaku untuk menjaga ibundamu?"

Laki-laki itu mengangguk sebagai jawaban "Mari aku antar" Ketiganya lekas mengikuti pemuda tersebut

***

Seseorang perempuan bersandar di dekat jendela, mendengarkan alunan-alunan burung yang sangat indah, Pikirannya sangat memikirkan putranya yang hilang seminggu lalu, Ia merasa bersalah menjadi seorang ibu

"Putraku, Raden Antang. Apakah kau sedang berada di nirwana? Apa kau senang? Huft... Ibunda, ayahanda, rakamu, yundamu dan raimu sangat mengharapkan kau di sisinya. Dewata sangat mengambil cepat kau sehingga kami tidak merasakan keberadaanmu, Kami sibuk dengan urusan masing-masing"

Misteri Of Raden Kian SantangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang