Aku biasa memanggilnya Mbak Rina (samaran), wajahnya tidak terlalu cantik, tetapi wajahnya lembut dan tubuhnya putih langsing. Dia adalah istri dari kakaknya istriku. Usianya sekitar 45 tahunan, kedua anaknya kuliah di luar kota, sedangkan suaminya mempunyi pekerjaan yang mengharuskan dia jarang ada di rumah. Dia tinggal di Jakarta, sedangkan aku di kota S, namun demikian aku sering ke rumahnya karena hampir tiap bulan aku dinas ke Jakarta. Atas permintaan istri, aku selalu diminta untuk mampir untuk sekedar memberikan oleh-oleh untuknya.
Hal ini berjalan bertahun tahun, walaupun aku lebih sering ketemu dengan Mbak Rina tanpa di dampingi suaminya, tetapi kami tidak pernah melakukan hal yang tidak sopan. Apalagi perbuatan, berpikir ke arah sana pun aku tidak pernah. Hingga suatu hari, peristiwa itu terjadilah.
Sore itu selesai rapat dinas di Jakarta, aku segera menelpon ke Mbak Rina bahwa aku membawa titipan dari istriku dan kalau Mbak Rina tidak kemana-mana aku akan mampir ke rumahnya. Setelah mendapat konfirmasi, segera aku kembali ke hotel untuk mengambil kerupuk mentah titipan istriku dan tasku untuk check out. Memang aku merencanakan dari rumah Mbak Sri aku mau langsung ke Pulogadung untuk langsung pulang ke kotaku naik Bis malam.
Aku sampai di rumahnya yang asri dan luas jam sekitar 17.00. Tidak seperti biasanya, tampak rumah sedang keadaan setengah dibongkar, dan terlihat beberapa tukang sedang berbenah untuk pulang. Aku disambut dengan gembira dengan ciuman pipi (biasa kami lakukan di antara keluarga).
"Wah Dik Ton, maaf ya rumah masih berantakan, mau direnovasi dan baru tadi Mas Slamet (suaminya) berangkat, sayang nggak ketemu ya." ujarnya.
"Iya Mbak, hampir setengah tahun saya nggak jumpa sama Mas Slamet." balasku.
Kami terlibat pembicaraan yang hangat dan akrab, sampai hari mulai gelap dan Mbak Rina menyuruhku mandi.
"Mandi dulu Dik, di kamar saja, soalnya kamar mandi satunya dibongkar. Disana sudah saya sediakan sarung dan handuk bersih."
"Ya Mbak."
Aku segera ke kamar mandi utama, sungguh luas kamar mandinya. Walaupun aku sering mandi di rumah ini, tetapi baru kali ini aku mandi di kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya.Selesai membersihkan diri, masih dalam keadaan telanjang aku gosok gigi menghadap ke cermin. Tanpa sengaja mataku melihat sesuatu yang aneh menyelip di belakang cermin. Dengan penuh rasa penasaran kuambil barang itu, dan aku terkesiap ternyata barang itu adalah penis buatan (dildo), segera barang itu kukembalikan ke tempatnya tanpa merubah posisi.
Aku baru sadar bahwa Mbak Rina di balik wajahnya yang lembut dan polos adalah tetap seorang wanita yang membutuhkan pemenuhan biologis. Aku yakin barang itu adalah pemberian suaminya, sebab sangatlah tidak mungkin kalau Mbak Rina menerima dari orang lain atau membeli sendiri. Aku pun jadi teringat cerita istriku bahwa sudah lama Mas Slamet mengalami gangguan sex, karena penyakit yang dideritanya.
Membayangkan Mbak Rina menggunakan dildo tersebut, aku jadi terangsang dan entah dari mana ide ini datang bahwa aku bermaksud untuk mengajak bercinta Mbak Rina malam ini. Ya. Malam ini aku harus menginap disini. Sempat kuelus-elus penisku, yang sudah terangsang betul, tapi tidak sampai muncrat, karena aku masih punya tujuan yang sangat kurahasiakan. Kupakai sarung dan kaos pinjaman tanpa CD.
Tidak berapa lama Mbak Rina mengajakku makan malam, dia masih belum tahu maksud jahatku.
Kulihat pembantunya yang masih muda menyiapkan segalanya. Di meja makan aku mulai melancarkan strategi yang sudah kususun dengan rapih.
"Mbak, saya malam ini sudah nggak dapat jatah di hotel, harusnya malam ini saya pulang, tapi saya capek. Apa boleh nginep di sini..?" tanyaku.
"Lho saya kan sudah bilang dari dulu kalau dinas itu nggak usah nginep di hotel, nginep sini aja.