Ini cerita asli berawal dari kebetulan yang tak kami duga dimana aku dapat mengenal dan menikmati hidup lebih berbahagia dengan istri orang. Suatu siang aku sedang mengantar istriku untuk perawatan tubuh, biasa saja di tempat mandi luluran dan spa. Setelah lima belas menit istriku masuk, ada sepasang anak muda datang dan duduk di ruang tunggu. Reynald dan Dian, wah ternyata mereka kuliah semester satu jurusan akuntansi di salah satu perguruan tinggi di SBY.
"Kenapa kalian nggak segera daftar supaya cepat ditangani?" kataku sambil memperhatikan tubuh seksi Dian si cewek.
"Bingung Pak, tapi istri Bapak ambil yang mana? dan berapa lama?" jawab Dian sambil agak gelisah karena memergoki aku sering lihat buah dada dan pantatnya yang benar-benar menggiurkan.
"Wah nggak tahu Dik, tapi istriku selalu ambil yang dua jam setengah untuk perawatan," kataku singkat ke arah Reinald.
"Wah kalau gitu tak tinggal dulu ke kampus dulu ya Dian, nanti tak jemput setelah dua jam," sergah si Reynald.
"Ya sudah sana biar nggak ditinggal Pak Mahmud, jangan lupa lho jemput 2 jam lagi," jawab Dian sambil senyum.
Setelah itu Dian daftar dan menunggu sekitar 10 menit sampai biliknya siap. Kesempatan itu aku pergunakan untuk minta maaf kepadanya karena suka mencuri pandang tubuhnya.
"Dik Dian, aku minta maaf ya sudah kurang ajar tadi," kataku membuka percakapan.
"Nggak apa-apa, saya sudah biasa kok diperlakukan begitu," jawab Dian.
"Tapi aku nggak biasa, hanya karena memang.." aku coba menahan kalimatku.
"Kenapa Pak, teruskan saja saya nggak marah kok," cecar Dian serius.
"Baru kali ini saya melihat orang cantik alami dan berbadan sempurna seperti Dik Dian, maaf kalau agak terus terang Dik," kataku.
"Ah.. Bapak pintar memuji," katanya malu-malu.
"Serius, saya nggak bermaksud kurang ajar tapi memang lho," aku tersenyum.
"Suka senam dan minum jamu ya?" pujiku terselubung di pertanyaanku.
"Ng.. nggak juga asli kok," katanya sambil memerah pipinya.
"Selamat siang, nama saya Anie yang akan jadi assistant Ibu, Mari ke kamar di belakang Bu!" sapa petugas tersebut sambil mengangguk ke arahku.
Sial, lagi seru-serunya kok dipotong, batinku. Kemudian Dian permisi dan mengikuti petugas tersebut ke arah kamar belakang di depan taman, meninggalkan bayangan pinggul kecil nan padatnya yang bergoyang-goyang menyiratkan kenikmatan tersembunyi, jakunku jadi makin cepatmengiring, air liurku membasahi tenggorokan yang tiba-tiba kering.
Sesudah itu aku pergi untuk refreshing dan makan siang kira-kira satu jam lebih, aku balik ke klinik perawatan yang kecil nan asri tersebut. Tetapi tidak lama kemudian datang si Anie menghampiriku dan berkata,
"Pak, Ibu Dian sudah selesai dilulur tinggal bagian pribadi. Ibunya minta supaya Bapak sendiri yang melakukan."
"Apanya yang harus saya lakukan?" jawabku bingung.
"Eh, itu lho Pak lulur di payudara dan sebelah dalam paha," jawab Anie malu.
"OK, tapi nanti saya ditinggal sendirian saja ya," jawabku sambil meredam jantungku yang berdetak lebih kencang dari cuma 140 perdetik.
"Baiklah Pak, tapi setelah itu tolong ditinggal ibunya supaya makin rileks dan ibunya sudah tahu nanti jam 2 harus bilas sendiri di bak SPA-nya," kata Anie sambil mempersilakan aku masuk ke kamar di ujung, di depan taman yang sejuk dan indah.