BAB 4

32 4 0
                                    

Ketukan pulpen menyeruak ke ruangan terisolir. Pria paruh baya duduk di kursi putihnya. Kacamatanya merosot melihat tulisan muridnya. Ia menghembuskan napas kasar. Raut wajahnya lelah mengingat muridnya tidak memiliki niat mengerjakannya dengan benar. Tangan pria itu memegang buku tulis milik muridnya. Ketukan pulpen di meja mulai terhenti.

"Tulis kembali sampai benar pangeran!"

Perintah Tuan Arnold, ia berdiri memegang buku tulis milik pemuda berumur lima belas tahun yang duduk di kursi.

"Aku sudah menulisnya berulang kali guru." ucap Pangeran Andrew

Pangeran Andrew mencoret-coret meja belajarnya. Dagunya ditaruh di meja. Tangannya menyangga kepalanya agar tertidur nyaman di bangku belajarnya. Rasa malasnya mendominasi tindakannya. Buku tulis itu diletakkan di meja Pangeran Andrew. Tangan Tuan Arnold mengambil pulpen ia mencoret beberapa nomor pada lembar buku tulis Pangeran Andrew

"Masih ada kesalahan dalam penulisannya pangeran. Jangan tergesa-gesa menuliskannya! kali ini kerjakan dengan teliti, saya akan memberikan hadiah jika pangeran serius menyelesaikan enam nomor sampai benar!"

Pangeran Andrew menatap gurunya terkejut. Sebuah seringai muncul di bibirnya. Ini kesempatan emas untuk dirinya, Tuan Arnold jarang memberikan apresiasi pada muridnya. Pangeran Andrew menegakkan punggungnya. Ia langsung menarik buku tulisnya tangannya mulai mengerjakan enam nomor yang tersisa.

"Aku sudah menyelesaikannya."

Dua menit berlalu Pangeran Andrew selesai menyelesaikan tugasnya. Tuan Arnold kembali memeriksa pekerjaan muridnya.

"Cepat sekali ... "

Tuan Arnold berdecak kagum hanya dalam dua menit pangeran Andrew selesai mengerjakannya. Padahal satu nomor memerlukan tiga menit untuk dapat menyelesaikannya.

"Jadi ... apa itu cukup memuaskan?" tanya pangeran

Anggukan Tuan Arnold membuat Pangeran Andrew merasa senang. Lengkungan senyum tipis terpajang di bibirnya. Tangannya meletakkan pensil kembali ke meja belajar.

"Ekhem ... lebih baik dari sebelumnya." Dehem Tuan Arnold

"Untuk hari ini pangeran bisa keluar kamar, tapi hanya pergi ke taman saja. Saya tidak mengizinkan pangeran pergi ke tempat lainnya selain ke taman"

Perkataan Tuan Arnold mengundang rasa penasaran pada jiwa Pangeran Andrew, dirinya harus hidup tersembunyi tapi untungnya Pangeran Andrew handal menyelinap keluar kamar dengan penyamarannya

"Tenang saja Pangeran Andrew tidak sendirian. Saya selaku guru dan beberapa pelayan pribadi selalu menemani anda pergi ke taman. Sekaligus kami juga memantau pangeran agar anda tidak kabur lagi seperti kejadian dua bulan yang lalu."

Lengkungan senyum miring tercetak di bibir Tuan Arnold terlihat. Tuan Arnold seakan membalas balik rencana konyol dipikiran pangeran bungsu.

"Sama saja untukku! apa gunanya keluar hanya pergi ke taman" ucap Pangeran Andrew bersungut-sungut

"Aku butuh ruang mencari udara segar sendirian guru! tidak perlu dikawal. Lagipula tidak ada yang bisa mendekatiku kecuali beberapa orang yang diizinkan"

"Tidak perlu secemas itu!"

Pangeran Andrew memutar bola matanya malas. Ia mendelik kesal. Hidung mancungnya kembang kempis, matanya abu-abunya menyorot sinis pada gurunya. Dia menginginkan kebebasan tapi sulit didapatkan.

•••

Hawa sejuk bernuansa tumbuhan melengkapi kebutuhan rohani Pangeran Andrew. Taman pribadinya didesain khusus untuk dirinya. Ia duduk dikursi taman ditemani guru dan Paman Eray pelayan pribadinya.

Pearl Of PeaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang