Tiga

2K 275 43
                                    

Jika kau ingin bahagia

Berhenti menyimpan cinta yang terlalu untuk manusia

Kejar cinta-Nya, dan kau akan merasakan bahagia yang sebenarnya.

-Naya-

Nafas Naya memburu membuat dadanya naik turun dengan cepat, ia memejamkan mata lalu menghempaskan ballpoint yang tadi ia gunakan untuk menulis. Sejak pulang dari rumah kakek malam kemarin, bayangan masa lalu kembali menghantuinya. Naya berusaha untuk tidak terpengaruh, tapi berakhir sia-sia. Naya sudah berusaha menyibukkan diri dengan membaca, buku dengan genre-genre self improvement, buku referensi, novel bahkan jurnal, tapi tidak ada yang menggeser ingatannya tentang sesuatu yang melukainya.

Atas saran yang pernah diterima Naya dari seorang trainer, setiap kali Naya mengingat luka atau peristiwa yang membuatnya perasaannya tidak nyaman, Naya akan menyalurkan emosinya dengan menulis, menulis surat untuk seseorang yang membuatnya sakit hati tanpa pernah mengirimkannya, tujuan Naya menulisnya memang bukan untuk dikirimkan, tapi hanya untuk merilis perasaan dan emosinya. Menyalurkan luka atas peristiwa yang memberikan label baru bagi Naya, identitas yang kemudian melekat dalam dirinya, dan itu membuat Naya sulit melupakan lukanya.

Kata orang, waktu akan menyembuhkan luka. Mereka mengatakan, serahkan saja pada waktu nanti juga sembuh sendiri. Naya rasanya ingin tertawa pada kalimat itu, karena yang Naya rasakan tidak demikian. Empat tahun mungkin terhitung lama, mungkin juga sebentar bagi sebagian orang, tapi dalam kurun waktu itu, Naya berupaya sebisanya untuk menyembuhkan luka, bukan hanya diam dan menyuruh waktu menyembuhkannya.

Naya tahu menyembuhkan luka itu bukan tugas waktu, ia hanya akan terus berjalan dan melesat, tidak peduli lukamu sembuh atau belum, setidaknya itu yang diyakini Naya. Dan karena itu Naya berusaha memutuskan rantai yang menjerat segala pergelangan. Naya memang belum bisa berdamai secara penuh, tapi itu lebih baik dari Naya beberapa tahun yang lalu.

Di antara semua hal yang bisa ia lakukan untuk menyembuhkan diri, Naya memilih berlari pada Tuhannya. Dalam sebuah kajian yang dia ikuti di masjid kampusnya dulu, pernah ada seorang ustadz yang menyampaikan sebuah hadits yang kira-kira seperti ini artinya "Jika seorang hamba datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari."

Membaca tulisan tangannya sendiri tentang kajian itu di buku catatannya yang sudah usang, membuat ia seperti menemukan seberkas cahaya dalam hatinya kala itu, dan ia memutuskan berlari pada Tuhannya.

Tidak, Naya tidak mendadak religius karena perih yang diterimanya kala itu, sejak masih SMA ia sudah aktif bergabung dengan organisasi rohis di sekolahnya, setelah kuliah apalagi, dia aktif di lembaga Dakwah kampus, mungkin itu yang membuat om dan tantenya juga nenek dan kakeknya melihat Naya sedikit berbeda dari sepupunya yang lain. Meski begitu Naya tidak lantas menjadi perempuan yang kolot dan menarik diri dari pergaulan, dia tetap Naya yang ceria, Naya yang senang bercanda dengan sepupunya, dia tidak jarang ikut nongkrong dengan mereka saat ada waktu.

Dulu, maksudnya sekitar tiga tahun lalu, Naya tidak suka jika membahas masa lalunya, tapi perlahan dia mulai belajar berdamai dengan hal itu, seseorang menasihatinya, mungkin apa yang terjadi padanya adalah cara Tuhan menempanya untuk menjadi perempuan yang istimewa, Ya Naya mulai berusaha berdamai walau belum sepenuhnya.

Dan kini perasaan takut itu datang lagi, tidak sebesar dulu, tapi tetap masih ada. Saat ia seperti dihadapkan pada satu jalan yang hampir sama dengan yang pernah ia lalui sebelumnya. Jalan yang terlihat indah, dengan bunga-bunga yang terhampar, bukit-bukit yang berwarna-warni, dan pelangi di ujung jalan. Tapi dulu, jalan seperti itu membawanya pada nestapa dan luka yang menderanya tanpa ampun, membuatnya terpaksa mundur dengan tertatih. Sekarang ia dihadapkan pada jalan yang persis sama, Naya tidak tahu apakah ia harus menapakinya atau tidak.

In Seventh HeavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang