f o u r

948 146 56
                                    

"Ael." Kaizen dengan cepat menghampiri Galinarael begitu melihat sahabatnya itu keluar dari mobil, -yang dikemudikan oleh Moza, -sepupu yang notabennya adalah anak dari Gavin yang sebelumnya sudah dia minta untuk menjemput Galinarael.

"Kaiz-" Suara Galinarael tidak terdengar lagi begitu isak tangis mengambil alih. Remaja itu bahkan terduduk di samping mobil sebelum Kaizen berhasil mendekat. Pusat rasa sakitnya berdenyut nyeri, dadanya teramat sesak, juga jantungnya yang terus berdetak kencang. Seluruh tubuhnya juga sukses bergetar, -yang membuat sepasang kakinya tidak kuat lagi menopang bobot tubuhnya sendiri. Dan itu dipicu oleh kalimat singkat Kaizen yang sebelumnya memberi informasi jika sosok wanita yang melahirkannya ke dunia, sudah tiada.

Di sepanjang jalan juga Galinarael selalu bertanya kepada Moza jika informasi dari Kaizen tidak benar sama sekali. Namun, sepupu dari Kaizen itu hanya bungkam tanpa mengatakan apapun yang membuatnya berkali-kali berteriak karena emosi.

Moza yang baru keluar dari dalam mobil, sontak melongos menatap ke arah lain begitu isak tangis Galinarael terdengar semakin keras saat Kaizen memberi remaja itu pelukan. Dia bahkan mendengar Galinarael yang terus mendesak Kaizen agar mengatakan jika informasi itu tidak benar, -yang dia yakini jika sampai detik ini Galinarael masih menolak untuk percaya jika berita kematian sang Mama hanya kebohongan semata. Meski bukan lagi rahasia umum jika Ibu kandung dari Galinarael itu adalah seorang pelacur dan pecandu. Hal itu yang sampai sekarang membuat Galinarael dipandang sebelah mata.

Semua orang mendekat karena penasaran siapa sosok yang bisa masuk ke sekolah ternama dengan hanya bermodalkan kepintaran, yang artinya karena beasiswa. Tetapi, begitu mengetahui jika sosok tersebut adalah Galinarael, semua orang bertanya-tanya, se-good looking apa orangtuanya hingga melahirkan anak secakep Galinarael. Tapi, setelah mengetahui siapa sosok wanita yang melahirkan Galinarael, semua orang memilih menjauh, dan itu sudah terjadi semenjak Galinarael duduk di bangku kelas menengah pertama.

Galinarael disebut anak haram karena terlahir dari seorang pelacur. Bukan hanya terlahir dari rahim seorang pelacur, Galinarael sendiri bahkan tidak tahu DNA siapa yang mengalir di dalam tubuhnya ini. Dia terlalu serakah berharap bisa bertemu sosok Ayah biologisnya, -yang bahkan dia yakini tidak tahu akan kehadirannya di dunia.

Harapan Galinarael untuk bisa bertemu sosok Ayah biologisnya itu tumbuh ketika melihat sosok pria yang datang sebagai pembeli ke restoran tempatnya bekerja, pria tersebut memesan beberapa menu makanan kesukaan sang anak, -yang pada saat itu tengah berulangtahun. Bukan seberapa mahal harga makanan yang dibeli, melainkan sebuah usaha untuk membeli makanan tersebut. Karena pria itu bukan orang mampu yang bisa menghabiskan uang ratusan untuk sebuah makanan yang dihabiskan kurang dari satu jam. Melainkan seorang buruh pasar yang selalu menyisihkan uang untuk memenuhi kebutuhan sang anak.

Alasan itulah yang membuat harapan Galinarael tumbuh. Tidak tahu sosok seperti apa, siapa, dimana, dan kapan dia bisa bertemu. Meskipun harapannya itu terbilang semu, tetapi dia tidak pernah berhenti untuk berharap. Akankah datang hari dimana dia bisa memanggil sosok pria dengan sebutan Ayah? Akankah rasa peduli sosok Ayahnya sama seperti rasa peduli sosok pelanggan pria yang dia temui kala itu? Berusaha memenuhi keinginannya tanpa syarat? Memberinya peluk hangat seperti para Ayah lainnya? Pertanyaan itu juga selalu muncul tanpa bisa dia cegah.

Tetapi, kenyataan pahit yang terlihat sangat jelas membuat Galinarael sadar, sampai kapan dia harus berada disituasi seperti ini? Berharap pada angan palsu yang tak akan pernah dia dapatkan. Yang bahkan secara sadar dia mengutuk diri 'bodoh' karena sudah berharap terlalu tinggi. Dia bahkan melupakan apakah sosok Ayah biologisnya itu sudah memiliki keluarga lain, yang jauh lebih baik, tentunya. Juga, sudah pasti memiliki anak yang terlahir dari hubungan yang sah.

"A-ael.." Suara Kaizen bergetar begitu pelukannya dan Galinarael sudah terlepas. Jari-jarinya juga bergerak pelan di atas permukaan pipi Galinarael guna menghapus air mata yang masih mengalir deras di sana. "G-gue di sini, Ael, di sini. Gue nggak akan kemana-mana. Gue bakal temenin lo melangkah kemana pun lo mau."

Ayo BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang