f i ve

716 110 52
                                    

"Fortis-" Batara Mahawira Sanzeo, pria yang bernotabene Ayah kandung dari Fortis itu mencegah langkah si sulung yang sudah berniat melangkah melewati pintu untuk menyusul kepergian seorang remaja yang sedari tadi terlihat menangisi jenazah sosok wanita yang terbaring tanpa nyawa di atas brankar. Remaja itu sudah keluar tanpa menoleh, atau melirik ke arahnya sedikitpun. "Kita pulang." Ajaknya yang langsung mendapat sebuah penolakan dalam bentuk gelengan dari Fortis.

"Ayah pulang duluan. Nanti pulangnya aku minta Aiko yang jemput," lanjut Fortis menolak secara verbal. Yang mana didetik selanjutnya, dia berlari keluar untuk menyusul kepergian Galinarael. Pikirannya turut kacau, se-kacau-kacaunya. Dia bahkan tidak bisa memikirkan hal lain, karena untuk saat ini, pikirannya hanya dipenuhi nama Galinarael. Bukan karena turut sedih begitu mengetahui jika Ibu kandung Galinarael meninggal. Melainkan karena memikirkan bagaimana perasaan Galinarael. Kehilangan. Bukan sesuatu yang asing baginya. Apalagi kehilangan sosok Ibu yang perannya sangat penting dalam hidup. Karena nyatanya, dia juga pernah kehilangan sosok Ibu, lima belas tahun yang lalu.

Di belakang, Tara mengusap wajahnya kasar. Dia tidak mungkin salah dalam mengenali seseorang. Karena wajah yang dia lihat tadi, masih sama seperti wajah yang pernah dia lihat, enam belas tahun lalu. Meski sekarang, wajah cantik itu terlihat kurang terawat, atau terlihat jauh lebih tirus. "Aurina," Sebutnya yang kontan membuat pikirannya kembali menggali memori yang sudah lama terkubur. Setelah belasan tahun hidup tenang tanpa adanya ketakutan yang menghantui. Nyatanya hari ini, pertemuan yang tidak pernah dia harapkan, sekaligus kehadiran sosok remaja yang memiliki ikatan dengan kesalahan yang dia lakukan di masa lalu, berhasil membuat ketenangannya terusik. Dia bahkan tidak bisa berpikir positif. Padahal, bisa saja wanita itu menikah dan memiliki anak dari pernikahan tersebut. Bukan dari kesalahan satu malam yang pernah mereka lakukan, sertai lalui bersama. "Bisa jadi." ucapnya yang terdengar menyakinkan diri. Setengah detik berikutnya, sepasang kakinya mulai mengambil langkah untuk meninggalkan tempat---yang menjadi pertemuan ketiganya bersama sang masa lalu.

🌜🌛

"Ael-" Kaizen kembali menelan kalimat yang akan dia ucapkan begitu Galinarael lebih dulu menggeleng sebelum mengubah posisi yang awalnya duduk tegak dengan tatapan kosong, menjadi menenggelamkan kepala di atas lipatan lutut. Lagi, dan lagi dia bisa melihat adanya air mata yang mengalir membasahi kedua pipi Galinarael. Sahabatnya itu tidak mengeluarkan sepatah katapun sekembalinya mereka dari pemakaman. Ya, sekitar sepuluh menit yang lalu mereka tiba di kostan kecil yang disewa Galinarael semenjak mulai menduduki bangku sekolah menengah atas, spesifiknya; empat minggu yang lalu.

Kaizen tahu, amat sangat tahu seberapa besar rasa kehilangan yang dihadapi Galinarael saat ini. Meski dia sendiri juga tahu jika hubungan Galinarael dan sang Ibu tidak seperti hubungan antara seorang Ibu dan anak pada umumnya. Karena nyatanya, mendiang Ibu kandung sahabatnya itu sendirilah yang menetapkan titel 'anak haram' kepada anaknya sendiri. Meskipun begitu, Galinarael selalu menutup mata dan telinga. Seolah dua kata menyakitkan tersebut adalah bahasa cinta yang harus Galinarael balas dengan sebuah pengorbanan, agar dikemudian hari bisa berubah menjadi; "Mama sayang kamu, nak."

"G-gue.. gue benar-benar udah nggak punya siapapun lagi-"

"-Lo masih punya gue, Ael!" serobot Kaizen cepat. Sahabatnya itu bahkan masih dalam posisi semula, kepala telungkup di atas lipatan lutut, kelopak mata tertutup, juga air mata yang masih terus mengalir. "Gue nggak akan kemana-mana. Kapanpun lo butuh, gue bakal selalu ada. Gue janji, Ael."

Memangnya, apa yang bisa Kaizen janjikan selain selalu berada di sisi Galinarael? Kapanpun dan dalam situasi apapun, akan dia usahakan agar selalu berada di sisi sang sahabat. Selama ini, Galinarael selalu menjadi sahabat yang bisa dia andalkan, baik dalam hal contek-mencontek, maupun kebohongan lainnya yang menyeret nama Galinarael. Bukan hanya itu, dipertemuan pertama mereka bahkan Galinarael sudah menjadi penyelamat bagi nyawanya yang sudah di ambang antara hidup dan mati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ayo BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang