• Chapter five

433 62 38
                                    

Beruntunglah saat jam pelajaran terakhir tidak ada guru yang mengajar alias jamkos. Hal itu terjadi karena ada rapat guru dadakan dan sepertinya rapat dadakan tersebut di adakan khusus untuk membahas kasus anak-anak nakal yang sering merundung murid lain yang baru saja Shannon laporkan –lebih tepatnya sang ayah–. Seharusnya Shannon juga berada di ruang kepala sekolah menjadi saksi dari kasus perundungan anak-anak nakal itu hanya saja Tuan besar Saddam sudah memberi peringatan pada pihak sekolah agar tidak menyeret anaknya atau pun teman anaknya yang tak lain adalah Jenoah dalam perkara tersebut, Saddam ingin pihal sekolah menyelesaikan kasus tersebut secepatnya atau ia akan turun tangan.

Sebenarnya pelajaran terakhir tidak benar-benar kosong, sang guru sudah memberi tugas sebagai gantinya untuk di kerjakan oleh para siswa maupun siswi begitu juga Shannon dan Jenoah. Namun memang pada dasarnya kedua anak itu adalah anak yang pintar apalagi Jenoah sehingga tak membutuhkan waktu lama bagi keduanya untuk menyelesaikan tugas tersebut, bahkan Shannon dan Jenoah kini terlihat santai mengobrol disaat teman-temannya yang lain masih mengerjakan tugas tersebut, tak semua karena ada beberapa dari mereka yang lebih memilih untuk mengobrol ataupun tidur.

"Makasih ya Shan, lo udah bantu gue," ucap Jenoah setelah Shannon selesai menceritakan tentang kronologi kepindahan kelas dirinya yang begitu tiba-tiba dan juga para anak nakal yang tiba-tiba di panggil ke ruang kepala sekolah.

"Aman bro, ga perlu berterimakasih juga pembullyan emang harus di berantas apalagi lo kan temen gue jadi udah seharusnya gue bantu, dan lagi gue udah muak liat kelakuan mereka yang sok jago jadi ya gitu deh biar mereka kapok juga dan ga seenaknya lagi sama murid lain termasuk lo," sahut Shannon.

"Gaya lo udah kek anggota Avangers aja," kekeh Jenoah.

"Hahaha sebelas duabelas lah, gue kepengen sih ikutan Avengers tapi ga jadi soalnya gue ganteng banget, lebih cocok jadi model ga sih?"

"Hahahaha ini sih yang gue suka dari lo Shan, pede mampusssss!"

"Lah gue mah ganteng!"

"Iya dah iya si paling ganteng, cuma lo doang yang ganteng di sekolahan ini, Shan. Eh by the way, pulang sekolah lo free ga?" tanya Jenoah yang mulai mengalihkan pembicaraan.

"Free sih, paling pulang sekolah gue ke kantor ayah. Why?" jawab dan tanya Shannon.

"Um.. mau ga kalau nanti pulang sekolah main ke rumah gue? Gue mau kenalin lo ke ayah sama bunda, terus katanya juga mereka mau kenalan sama lo karena lo temen pertama gue di Indonesia. Mau yaaaaa? Please," jawab Jenoah seraya memasang puppy eyes nya berharap Shannon akan menerima ajakannya.

"Eh? B-Boleh sih, tapi gue harus izin dulu sama Saddam."

"Saddam? Who is he? He is your.."

"He is my dad!" sela Shannon membuat kedua netra Jenoah sontak membukat lucu.

"Berani banget lo manggil ayah sendiri pake nama doang."

"Udah biasa, gue mah bestie banget sama Saddam. Wait gue telpon dulu orangnya buat minta izin," Shannon mengeluarkan ponsel dari saku celananya lalu dengan cepat menghubungi sang ayah, sedangkan Jenoah hanya mengangguk paham seraya memperhatikan Shannon.

"Hallo, bisa berbicara dengan Bapak Saddam?" ucap Shannon saat sambungan telpon terhubung.

'Iya dengan saya sendiri, maaf ya mas tapi saya ga pesen paket tuh,' sahut sang ayah di sebrang sana.

"Aduh maaf sekali pak saya bukan tukang paket, saya dari pihak pinjol pak, kebetulan bapak masih ada hutang sama saya kira-kira hutangnya cheesecake tiramisu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang