chapter 7

87 9 0
                                    

Leon dan teman-teman sudah ada di markas geng Reedsun, Leon memilih pulang ke markas daripada pulang ke masions karena mamanya juga sedang ada di Jepang. Dari pada sendiri di rumah mending ke markas begitu pikirnya.

"Len, gimana keadaan bocah yang menolong mamah lo kemarin?" tanya Deka teman gengnya.

"Yah dia baik-baik saja, semalam dia nginep di rumah gue tapi paginya kabur." jawab Leon datar tanpa espresi.

"Apa kabur?" Kaget Deka dan juga yang lainnya, di markas hanya ada inti geng Reedsun jadi hanya beberapa orang saja. Leon menganggukan kepala sambil mengambil cemilan yang ada di atas meja depannya.

"Maksunya kabur gimana?"

"Jadi nyokap gue bilang kalau dia akan dijadikan anak angkat mamah, adik bungsu gue eh bukannya senang dia malah bertingkah aneh dan cenderung ragu."

"Apa anak angkat? Lah loh gak akan jadi bontot lagi dong?" tanya Ben, cowo tampan yang otaknya rada gesrek di gengnya.

"Yah bener aja gue jadi bontot terus bosen juga, kali-kali gue mau ngrasaain jadi abang."

"Eh tapi Len gue penasaran kenapa mamah lo mau ngangkat tuh bocah jadi adik, dan bodohnya dia kenapa malah kabur kesannya dia gak mau aja diangkat keluarga lo, kalau gue sih langsung aja setuju tanda tangan bahkan gue rela ninggalin orang tua gue buat dijadikan sodara sama lo." Ben sambil membayangkan jadi tinggal di rumah Leon.

Tuk

Sebuah majalah mengenai kepalanya. "He gak ada yang sudi sodaraan ma elu, yang ada keluarga Leon pada kena virus lo." Deka berhasil membuat Ben meringis sambil mengusap-usap kepalanya.

"Betul tuh." jawab anggota serentak.

"Eh Virus apa maksut lo." Ben tak terima.

"Virus pikiran lo yang gesrek." sontak semua anggota tertawa.

"Jujur melihat dia kemarin gak cuma gue, sama mamah kak Zev bahkan dia langsung bisa pro banget sama tuh bocah. Lo tahu kan kak Zev gimana, saat ada tuh bocah dia langsung sifatnya jadi hangat." jawab Leon membuat semua orang melongo.

Iya Zev yang dingin bisa menghangat membuat semua inti Redsun jadi penasaran pada Ravin.

Sedangkan disisi lain, Ravin sedang berjalan hari ini dia menolak diantar pulang Galang karena dia ingin mencari pekerjaan paruh waktu. Saat ditengah jalan dia merasa perutnya terasa sedikit sakit.

"Aaahhkk, pake acara sakit segala nih perut." monolog Ravin sambil memegangi perutnya.

"Tahu kayak gini gak bakalan gue nolak ajakan pulang Galang." Ravin pun terus berjalan, sepertinya dia akan mengurungkn niatnya dulu untuk mencari kerja. Rasa sakit di perutnya semakin menjadi akhirnya dia putuskan untuk duduk di tepi jalan.

"Aakkhhh, kenapa makin sakit, gak lucu kan kalau gue pingsan disini. Mana badanku lemas." Kembali Ravin bermonolog sendiri.

Kini keringatnya mulai bercucuran, matanya mulai berkaca-kaca. Dari jarak jauh dia melihat sepeda motor dan mengenali sang pengendara, dia pun berusaha berjalan untuk meminta tolong padanya.

"Abang El.." teriak Ravin, ya dia melihat Elvaro dan teman-temannya yang sedang mengendarai sepeda motor.

El berhenti diikuti teman-temannya, dia memandang Ravin dengan tatapan jijik. Dengan sedikit tertatih Ravin mendekat ke arah El dan memegang stang motor, tangan satunya memegangi perutnya.

"Bang pe-perut gu-e sakit," ucapnya pada El berharap dia kasihan dan mau membantunya mengantar pulang.

"Terus?"

"An-antar Ra-Ravin pulang." kata Ravin dengan penuh permohonan.

Hahahahha

El tertawa diikuti teman-temannya dan tiba-tiba.

Brukk

Ravin ditendang oleh El, badannya terhuyung ke belakang dan langsung tersungkur ke aspal, semua mata terbelalak melihat aksi El. Ravin meringis kesakitan perutnya yang sakit ditambah tendangan sang abang angkat membuatnya semakin sakit. Kini Ravin tidak ada lagi tenaganya dia masih terduduk belum bisa berdiri.

"CABUT!" teriak El mengajak teman-temannya pergi diikuti teman-temannya di belakang.

Brum-brum suara motor memekik telinga Ravin, dia memandang punggung El yang semakin menjauh dengan tatapan sendu dan airmatanya yang sebentar lagi turun.

Ravin masih duduk meringkuk di tepi jalan, kalau biasanya dia akan memberhentikan orang yang lewat kali ini dia tidak bisa melakukannya karena tubuhnya yang sangat lemah. Dia pun pasrah jika harus pingsan disana.

Selang beberapa menit kemudian rombongan sepeda motor tiba-tiba berhenti,

"Ravin." panggil seseorang dan membuat Ravin mendongakan kepala ingin melihat siapa yang memanggilnya.

"Astaga kamu beneran Ravin." panik pemuda itu yang melihat wajah Ravin sangat pucat. Dengan cepat tangannya meraih untuk menggendongnya.

Tangan Ravin mencekal keras seragam yang dipakai pemuda yang sekarang sedang menggendongnya ala bridal style.

"A--bang sa--kiit." Pekik Ravin sambil terus mencekal kuat seragam Leon, tangan yang satunya memegangi perutnya, ya pemuda itu Leon yang tak sengaja lewat dan melihat Ravin terduduk lemah di pinggir jalan.

"Tolong bawa motor gue, gue akan bawa Ravin ke rumah sakit sekarang." panik Leon, beruntung ada taksi yang lewat dengan cepet Deka menyetop taksi itu lalu membukan pintu untuk sahabatnya.

"Jalan cepat ke rumah sakit terdekat." titah Leon pada supir taksi.

Ravin kembali mencekal Seragam Leon, airmatanya jatuh sedari tadi, seluruh badanya sudah basah karena keringat yang menguncur dari seluruh tubuhnya.

"Saa-kiit abang." pekik Ravin dan akhirnya dia pun pingsan dipangkuan Leon.

"Ravin!!" teriak Leon.

#######

Kini Leon sedang berada diluar ugd, menunggu dokter yang sudah 20 menit menangani Ravin tapi belum kunjung keluar. Leon berjalan kesana-kesini dengan perasaan yang cemas.

"Ravin gimana?" tanya Zev yang baru datang, dia meninggalkan rumah sakit setelah mendapat telepon dari adiknya Leon. Kalau tanya kenapa gak ke rumah sakit dimana tempat zev bekerja maka jawabannya.

Leon memilih rumah sakit terdekat karena kondisi Ravin yang membuat Leon panik.

"Dokternya belum keluar bang." Zev duduk dikursi besi yang ada diruangan itu. Sedangkan Leon masih mondar-mandir di depan pintu.

Tak lama tiba-tiba terdengar pintu terbuka, Leon dan Zev seketika menghampiri dokter lelaki.

"Bagaimana keadaan adik kami dok?" tanya Zev.

"Anda dokter Zevaro kan?"

"Ck" decih Zev membuat dia kesal disaat seperti ini dia malah menanyakan tentang dirinya yang sudah jelas benar adanya.

"Gimana keadaan Ravin!" bentak Zev pada dokter bernama Raka itu. Leon yang melihat itu pun ikut geram, ingin rasanya dia menonjok dokter yang seumuran dengan abangnya.

"Ah Iya maaf, keadaanya sudah stabil. Imunnya sangat lemah, tolong jaga pola makannya karena maagh yang dia derita sudah cukup parah." jelas dokter Raka.

"Apa? Maagh." Kata Leon, Dokter Raka pun menganggukan kepala.

"Kapan adik kami bisa dipindahkan?"

"Ini sedang diurus dan akan langsung dipindahkan, saya permisi dulu dokter Zev." Seulas senyum dia berikan untuk Zev tapi sayang tidak diterima baik oleh sang empu.

keluarga penggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang