chapter 12

79 7 0
                                    

"operasinya akan dilaksnakan jam berapa?" tanya Zeh pada suster yang sekarang ada di ruangannya.

"1_2 jam lagi dok."

"Oke, saya keluar sebentar." Zef lalu melepas jas putihnya dan meletakannya di senderan kursi lalu dia pergi meningglakan rumah sakit.

"Dimana?" tanya Zef saat sambungan teleponnya sudah tersambung.

"Sekolah."
Tut
Zef buru-buru memutus sambungan teleponnya dia melajukan mobilnya diatas rata-rata, karena perasannya tidak enak.

Sedangkan di sekolah IGS seorang pemuda menggerutu lantaran sambungan teleponnya di putus secara sepihak.

"Ck dasar," ucapnya lalu menghela nafas.

"Kenapa Len, siapa yang telepon" tanya salah satu temannya.

"Bang Zef, dah gue pulang duluan mau jenguk Ravin dulu."

"Ah lo sejak punya adek jadi jarang kumpul."
"Bener tuh."
"Adek gue kan lagi sakit, jadi gue harus nemenin dia di rumah sakit.
"Ya udahlah sono pergi." usir salah satu temannya.

Leon pun pergi dengan mengendarai motor ninjanya menuju rumah sakit



Sudah tiga hari Ravin di rawat di rumah sakit, badannya juga sudah lebih baik. Perutnya jauh lebih bersahabat karena bisa menerima makanan yang masuk.

Selama di rumah sakit dia selalu di jaga oleh Leon, sedangkan Zef tidak tahu entah kemana.

Rencananya Zef besok akan memindahkan Ravin ke rumah sakit miliknya. Entah apa alasannya.

Terlihat dokter Raka memasuki ruang rawat Ravin.
"Bagaimana keadaanmu Ravin, sudah baikan?" tanya dokter muda itu.

"Yah seperti yang dokter lihat, jauh lebih baik sekali dari yang kemarin."

"Baguslah,"
Dokter Raka lalu menyuntikkan cairan berwarna putih bening ke dalam selang infus Ravin.
Beberapa menit kemudian tiba-tiba tubuh Ravin merasakan hal aneh.

Dia mulai mengantuk, matanya berat dan tubuhnya kembali lemas seperti tanpa tulang.

"Apa yang dokter suntikan padaku?" tanya Ravin ditengah-tengah kesadarannya yang masih tipis.

"Tenang saja boy, saya cuma ingin lihat reaksi obat yang sudah aku berikan padamu." Dokter Raka tersenyum tenang tapi justru senyuman itu terlihat menakutkan.

"Apa yang kau rasakan hhmm?" tanya dokter wajahnya menatap Ravin yang sekarang tubuhnya mulai meluruh ke ranjang, tadinya yang sedang duduk menjadi tak bertenaga sama sekali.

Dokter itu lalu pergi meninggalkan Ravin yang sekarang tubuhnya mulai tak baik-baik saja.

"Anjing obat apa sebenarnya ini, kenapa tubuh gue jadi lemas sekali, tenaga gue kenapa tiba-tiba ilang, dan badan gue jadi linu semua." Guman Ravin lirih dia mulai tidak tenang dengan posisi tidurnya.

Braakkk

Pintu ruang Ravin di dobrak secara paksa. Zev berlari menghampiri ranjang Ravin.

"Baby kau dengan suara abang, baby." panggil Zev, mata Ravin mulai terpejam tapi sayup-sayup dia mendengar suara seseorang yang belakangan ini telah dikenalnya.

Ravin membuka matanya, dia menatap Zev terlihat raut kekhawatiran di wajah tampannya.

"Baby." panggil Zev lagi saat Ravin tak menyaut.
Zev memeriksa kondisi Ravin lalu mengepalkan kedua tangannya.

"Brengsek." umpat Zev marah.

Dengan cepat Zev membuka selang infus Ravin, lalu menggendongnya.

Bersamaan dengan itu Leon telah tiba dan melihat Ravin yang sedang digendong Zev.

"Bang, Ravin kenapa?" tanya Leon cemas. Wajah Ravin yang pucat dan seperti sedang sekarat.

Zev tak menghiraukan pertanyaan adiknya, dia hanya fokus membawa Ravin untuk keluar dari rumah sakit ini.

Leon pun hanya bisa mengekori abangnya di belakang.

"Ravin hei dengar abang, buka matamu," ucap Zev membangunkan Ravin yang sedang digendong ala bridal style.

Ravin sedikit membuka matanya, tubuhnya seakan melayang, entah kenapa dia sulit untuk membuka matanya secara penuh.

"Baby pertahankan kesadaranmu." Zev berjalan dengan cepat ingin sampai ke parkiran mobilnya.

"Tubuh gue kek gak ada tulangnya, gue ngantuk," lirih Ravin.




"Bos anak itu dibawa pergi oleh tuan Zev." lapor salah satu bodyguartnya.

"Kurang ajar." Geram Raka lalu membanging vas bunga yang ada  di depannya.







keluarga penggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang