7

45 6 0
                                    

Tanpa terasa sang bulan perak telah sepenuhnya hilang, meninggalkan sang langit yang kelam.....


"Lo apain kakak gue?"

"Minggir dulu!"
.
.
.
.
.

"Tapi kakak gue kenapa lo gendong?

"Minggir dulu Lagista." tekan Laskar.

"Ck, iya-iya."

Gista bergeser memberi jalan. Laskar dengan cepat membawa Lula menuju kamarnya.

Tidak tinggal diam, Gista ikut menyusul di belakang dengan langkah lebar.

Sampai di depan kamar Lula, Gista membuka pintu untuk Laskar agar bisa masuk ke dalam kamar. Laskar menidurkan Lula di atas kasur dan membuka kedua sepatu Lula.

"Ini kenapa sih?" tanya Gista.

"Lula sakit! Tolong ganti bajunya. Kalo udah panggil gue di bawah."

Laskar pergi meninggalkan kamar Lula. Dia berjalan menuju dapur untuk mengambil air hangat yang di masukkanya ke dalam baskom kecil.

Sebelumnya, Laskar sempat mengecek suhu tubuh Lula, dan seperti dugaannya Lula di serang demam. Dengan cepat Laskar kembali ke kamar Lula dengan air hangat yang tadi di ambilnya.

"Gis! Udah belum?" tanya Laskar di luar.

Pintu masih tertutup, itu sebabnya Laskar tidak langsung masuk. Takutnya Gista belum selesai menggantikan pakaian Lula. Laskar tidak mau jika nanti dirinya melihat apa yang seharusnya tidak boleh di lihat.

"Sebentar!" ucap Gista di balik pintu.

Berselang beberapa menit, Gista akhirnya membuka pintu dan mempersilahkan Laskar untuk masuk.

"Lo punya kain untuk kompresan? tanya Laskar.

"Punya! Bentar gue ambil."

Laskar menggangguk dan berjalan mendekati Lula yang terbaring lemah di atas kasur. Dia menyimpan baskom air hangat di atas meja yang ada di samping ranjang.

"Sayang!" panggil Laskar lembut sambil mengusap kepala Lula.

Suhu tubuh Lula semakin tinggi, serta kering dingin yang ada di keningnya yang mengerut seperti sedang menahan sakit. Matanya terpejam. Kedua tangan Lula mencengkeram kuat seprai, dengan bibir yang bergetar Lula berusaha mengeluarkan suara.

"Ssstt, ss-akit!"

"Iya sayang. Bilang sama aku di mana yang sakit hm?"

"Kee-ppala a-ku ss-akit Las."

"Tahan ya, kamu harus kuat. Sebentar aku telpon dokter dulu."

Laskar mengeluarkan ponselnya dari saku nya dan menekan nomor dokter Elfin untuk melakukan panggilan telepon. Dokter Elfin adalah dokter keluarnya, Laskar sengaja memanggil dokter ke rumah Lula karena Lula tidak mau ke rumah sakit. Laskar meminta dokter Elfin agar segera datang ke kediaman Lula supaya Lula segera di periksa.

Gista kembali dengan handuk kecil di tangannya. "Ini handuknya."

"Lama." desih Laskar.

"Sorry."

"Kakak gue kenapa bisa demam gini? Lo apain?"

"Lula pusing dan di serang demam. Lo kalo berisik mending keluar aja."

"Ck, sialan." umpat Gista.

Meski begitu Gista tetap berada di dalam kamar. Dia tidak akan meninggalkan kakaknya berdua  dengan Laskar, meski dia tahu bahwa Laskar tidak akan macam-macam tapi tetap saja dia harus berada di sini. Terlebih lagi Lula sedang sakit dia harus berada di sisi kakaknya itu.

Lula dan Dunia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang