PAPA & TIGA ABANG

4.4K 585 72
                                    

      Sangkara berjalan cepat mengikuti kupu-kupu kecil yang tak sengaja lewat dari hadapannya ketika anak itu duduk di ayunan taman belakang mansion. Kaki kecilnya berjalan cepat mengikuti kemana kupu-kupu cantik itu terbang.

Sangkara sudah tak dilingkungan belakang mansion lagi, anak itu sudah berjalan jauh tak menghiraukan panggilan para bodyguard yang menyuruhnya untuk kembali duduk di ayunan.

Sangkara tersenyum kecil saat kupu-kupu itu tak terbang lagi, melainkan hinggap di bunga yang tumbuh cantik di sekitar halaman depan mansion. Ya, Sangkara berjalan jauh dari samping mansion hingga akhirnya berada dihalaman depan yang begitu luas.

Sangkara duduk berjongkok memperhatikan kupu-kupu kecil itu. Tangannya yang hendak menyentuh ia tarik kembali karena tak mau kupu-kupu itu terbang menjauh lagi.

"Kupu-kupu kok pelgi telus sih dali Sangkala? Sangkala kan baik, nggak mau bunuh kok, suel deh," ucap Sangkara menunjukkan dua jarinya.

"Tuan muda kecil, ayo kembali ke dalam mansion. Tuan muda tidak diperbolehkan panas-panasan." Salah satu bodyguard membuat Sangkara mengalihkan pandangannya dari kupu-kupu itu.

"Tidak panas kok Paman, adek mau liat kupu-kupu dulu. Sebental aja," pinta Sangkara menatap bodyguard tersebut memelas.

Bodyguard itu meringis karena tak tega jika harus menolak permintaan anak kecil yang sangat lucu dihadapannya. Namun ia juga tak bisa melanggar peraturan tuan besarnya.

"Maaf tuan muda kecil, tapi jika tuan besar tau beliau akan sangat marah."

Bibir Sangkara mengerucut. Ia kembali mengalihkan pandangannya ke tempat kupu-kupu kecil tadi hinggap. Matanya melebar panik saat kupu-kupu itu tiba-tiba menjauh darinya.

Sontak anak itu berdiri dan berlari mengikuti kemana kupu-kupu itu terbang. Sangkara berlari cukup jauh hingga membuat semua bodyguard yang berjaga didepan ikut mengejarnya.

"Tuan muda kecil, jangan berlari!"

Sangkara seakan tuli. Ia bahkan sudah membuka sendal yang ia pakai karena menurutnya sendal itu lumayan berat dan mengurangi kecepatan berlarinya.

Karena sibuk melihat kesamping sembari berlari, Sangkara tak memperhatikan jalannya berujung anak itu menabrak tubuh tinggi seorang pemuda yang baru saja keluar dari mobil mewah miliknya.

Brugh!

Sangkara terkejut. Jantungnya bahkan berdetak lebih kencang dari biasanya karena ia tak mengira akan menabrak seseorang. Beruntung saja pemuda itu segera memeluk dirinya. Jika tidak, maka tubuh kecil itu akan jatuh terpental.

"Apa yang membuatmu berlarian Sangkara? Kau tidak melihat cuaca sangat panas?"

Sangkara meringis pelan. Ia mengangkat kepalanya menatap mata elang abang sulungnya, Rexlan Ainsworth. Sangkara menunjukkan cengirannya. "Adek habis ngejal kupu-kupu Abang Lex."

"Dimana sepatumu?" Rexlan memperhatikan kaki Sangkara yang mulai bergerak tak nyaman karena kaki nya langsung menyentuh halaman panas.

"Sangkala lepas tadi," cicitnya seraya memainkan kukunya.

Rexlan menghela napasnya tak ingin mengeluarkan emosinya. Ia meraih bawah ketiak adik bungsunya lalu mengangkat Sangkara ke gendongannya.

Sangkara memeluk leher Rexlan. "Abang Lex?" panggilnya takut-takut.

"Hm?"

"Adek masih mau liat kupu-kupu," ucapnya dengan raut wajah sedih.

"Lain kali saja," jawab Rexlan.

"Tapi–"

"Kau tidak mengerti perkataanku, Sangkara?" potong Rexlan tanpa menatap Sangkara yang terlihat menunduk takut di gendongannya.

Sangkara Ainsworth Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang