Sore ini, Sangkara duduk di taman samping mansion seraya tersenyum senang karena ada kupu-kupu yang hinggap di bunga yang tertanam indah disana.
"Jangan pelgi dulu ya, adek masih mau lihat kamu," gumamnya tersenyum ceria.
Lama Sangkara hanya duduk berjongkok memperhatikan kupu-kupu itu. Aston berdiri tak jauh mengawasi tuan muda kecilnya. Pria itu turut tersenyum senang melihat bagaimana indahnya lekungan kecil yang menghiasi wajah lucu Sangkara.
Sangkara melambaikan tangannya saat kupu-kupu itu mulai terbang menjauh darinya. Sangkara tak mengejar lagi karena merasa sudah sangat puas melihat kupu-kupu sejak tadi.
Langkah kecilnya ia bawa menghampiri Aston lalu menarik-narik ujung jas pria itu seraya berkata, "Paman Aston, ayo ke kamal yang kemalin."
"Kamar tempat barang peninggalan nyonya Aleda maksud anda?"
"Iya Paman. Kemalin adek belum liat apa-apa sudah disuluh tidul sama Abang," ujar Sangkara. "Oh iya, jangan panggil 'anda' telus ih. Kan Sangkala adek Paman," lanjut Sangkara menggembungkan pipinya kesal.
Aston terkekeh kecil. "Maaf Adek," katanya sembari mengusap puncak kepala Sangkara.
"Pelmintaan maaf ditelima Paman!" seru Sangkara semangat.
Aston meraih tangan kecil Sangkara dan menuntun bungsu Ainsworth itu ke dalam mansion. Ia berencana untuk membawa Sangkara ke kamar besar, dimana semua barang mendiang Aleda berada.
Sangkara berlari kecil masuk ke dalam kamar itu karena terlalu senang. Disana banyak sekali pajangan foto Mama nya. Foto keluarga yang Sangkara lihat di kamar Arley juga ada disana dengan ukuran yang sangat besar.
"Mama cantik sekali ya, Paman," ucapnya antusias.
"Ya tuan mu–"
"Adek Paman," potong Sangkara cepat sembari menatap Aston garang.
"Ya Adek," ulang Aston dengan tawa kecilnya.
"Ini apa?" tanya Sangkara, berjalan mendekati kotak kaca besar yang ada disana.
"Itu beberapa perhiasan koleksi mendiang nyonya Aleda, Adek."
"Cantik sekali, Paman. Itu ada gelang kupu-kupu," tunjuk Sangkara antusias, berjalan semakin mendekat kemudian menyentuh kaca transparan itu.
"Jangan menyentuhnya!" peringat Carlison dengan tatapan tajamnya. "Aston, aku sudah memperingati mu untuk tidak membawa Sangkara kesini!"
Sangkara mengedipkan mata bulatnya beberapa kali karena masih merasa penasaran. Ia sama sekali tak paham kondisi, Papanya yang sedang marah. Sangkara sangat ingin menyentuh gelang kupu-kupu milik mamanya itu.
Sangkara yang tadinya sudah sempat menjauh kembali berjalan mendekat dan hendak menyentuh benda itu. Namun saat tangannya baru menyentuh kaca itu, Carlison beranjak cepat dari pintu, menarik kasar tangan Sangkara dan mendorong putra bungsunya hingga Sangkara tersungkur.
Bruk
"Shhh!" Ringisan pelan keluar dari mulut kecil Sangkara. Namun anak itu menutup mulutnya menahan rasa sakitnya. Meja nakas dengan sudut tajam berhasil menggores lengan Sangkara.
"Papa!" Pekikan Rexlan terdengar. Sulung Ainsworth itu lantas berjalan cepat meraih lengan Sangkara yang mulai mengeluarkan darah. Beruntung ia lewat dari sana.
Carlison masih terdiam di tempatnya. Ia bahkan tak menyangka jika ia mendorong bungsunya sebegitu keras.
"Jangan kasar padanya!" Rexlan menatap Carlison dengan emosi yang sedang mati-matian ditahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sangkara Ainsworth
AcakSangkara Ainsworth, anak berumur sepuluh tahun yang sangat polos. Gaya bicaranya yang cadel membuat anak itu semakin menggemaskan. Sangkara harus menjalani kehidupan tanpa mengetahui bahwa Papa dan abang-abangnya mempunyai rasa tak suka atas dirinya...