Part 3 : Hide from...

139 23 7
                                    

"Bu guruu!!"

"Halo sayang!!"

Solar menerima pelukan yang ia dapatkan dari Tina saat ia tiba di klinik siang ini.

Sudah lama tak bertemu, tidak dipungkiri bila ia merindukannya.

"Wah.. ibunya datang.." Seringai Ice sambil bertompang dagu dengan malas yang sontak dibalas delikan Solar dari ambang pintu. "Ibu gurunya datang.." Seketika meralat perkataan.

"Bu guru.. udah lama nggak kesini.." Sang anak--yang kini surainya terurai, masih membenamkan wajahnya di perut Solar. Seperti gumaman.

"Benarkah?.." Entah kenapa ia merasa bersalah membuat Tina sedih dan mulai mengusap pucuk kepala. Sesekali melototi Ice yang ingin mengatakan sesuatu yang pasti tidak akan ia sukai.

"Bu guru habis dari mana?.. Bu guru benci Tina?" Masih ditempat.

"Mana ada?!" Tolak Solar. Mencoba melihat wajah anak itu namun masih tak bisa. Usapannya perlahan turun ke punggung.

"Dia bencinya sama bapakmu-"

"Bu- guru cuma lagi sibuk!! Maaf ya.." Tak disadari ia meninggikan suara. Mencoba bersikap normal agar tak tampak aneh dengan menarik nafas.

Dirasa sedikit lebih tenang, ia memberi sinyal. Bila rekannya itu berujar satu kata lagi, dia akan membunuhnya.

Yang seketika dibalas Ice dengan dengusan geli. Rekannya ini benar benar lucu.

"Yang penting sekarang bu guru sudah disini!.." Solar mencoba menghibur anak itu yang belum juga melepas pelukan. "Oh- ya! Kalau Tina ketemu bu guru selain disini, diem aja ya. Pura pura nggak liat!"

"Kenapa bu guru?" Mendongak dan sedikit mundur agar bisa melihat wajah cantik bu guru dengan benar.

"Ra-ha-si-a. Biar orang sini nggak tau!" Mengeja seakan membuatnya terdengar lebih mudah. "Oke?"

Walau Tina tak mengerti maksudnya, ia tetap mengangguk. Merasa dengan melakukan itu, bu guru tidak akan pergi lagi. "Oke.."

.
.
.

"Tumben rambutnya nggak di kuncir?" Tanya Solar sambali mengusap pucuk kepala Tina yang duduk disampingnya.

Anak itu mengangguk pelan dan menoleh. "Papa bangun kesiangan. Jadi nggak di kuncir.."

"Mau ibu kuncirkan?" Menawarkan diri.

"Bu guru bisa?"

"Tentu saja!" Ujar Solar begitu ramah. Dia memang sesuka itu dengan anak ini.

Tapi pandangan ramah itu tak lama karena ia merasakan tatapan lain yang terasa menyebalkan. "Berhentilah menatapku seperti itu!" Tekannya tak suka.

Pandangannya tertuju pada Ice yang tampak menguncinya sembari menompang dagu. "Apa yang kulakukan?" Mendelikkan bahu namun dengan maksud menggoda.

Dia tak ada masalah menatap rekannya itu sampai harus memalingkan pandangan.

Tapi, rasanya aneh saja sikap Solar dihadapan setelah hari itu. "Apa yang dia lakukan sampai kau mau kembali lagi kesini?"

Apakah temannya ini mulai luluh pada si duda itu?

Yang ditanya sempat melirik sebentar. "Menyelesaikan salah paham" Solar sebenarnya tak tertarik dengan topik ini. Teringat akan kekalahannya.

Ya. Wanita itu malah merasa kalah. "Tina punya ikat rambut?" Beralih bertanya pada si kecil.

Anak itu menggeleng pelan.

"Aku punya" Ice memberikan beberapa karet rambut berukuran kecil yang ia ambil dari saku jas.

Solar tak menyangka akan mendengar itu. "Kau sering mengikat rambut?" Meski begitu, ia beranjak sebentar untuk menerima dan mengucapkan terimakasih.

PEEK A BOO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang