Part 8 : Please, don't fall for it-

101 25 6
                                    

'Sangkal saja terus, bu guru!..'

Mana ada!!

Solar menekan tombol di mesin kopi dengan keras. Tak akan ada yang memarahinya karena kantor masih kosong. 

Seketika cairan hitam pekat itu mulai turun. Mencoba memenuhi gelas kertas yang sudah siap disana.

Kesenyapan kembali menerpa. Harusnya ini jadi pagi yang cerah dan tenang. Tapi kenapa dia mudah uring uringan begini?

Sepertinya, terlalu sering berurusan dengan orang itu membuat otaknya konslet. Dan ejekan dari Ice-

Sebenarnya, apa yang buatnya seperti ini?

"Aku hanya dekat dengan anaknya dan aku sudah di tuduh tidak tidak! Apa-apa'an itu?! Emangnya aku anak sekolahan?!" Gerutunya tak tak jelas dengan satu tarikan nafas.

Diakhiri dengan mengambil nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.

Sabar..

Dia harus tenang! Jantungnya berdegup dengan normal kembali.

"Kau pandai mengatur dirimu, Solar! Ini tak seburuk itu!.." Dengusnya sambil sandaran di tepian meja samping mesin kopi.

Benda itu berhenti mengucur tepat di bawah tepian gelas. Gelasnya terisi penuh. Segera ia ambil dan ia minum sedikit.

Sedikit panas.

Lagipula pria itu pasti hanya berterimakasih dan bersikap proffesional saja! Dia yakin begitu! Dia hanya harus bersikap seperti biasa.

"Ingat berapa pria yang pernah mendekatimu, Solar!.."

.
.
.

Harusnya begitu..

"Ini.."

Solar yang terkejut tetiba sekotak minuman berada di depannya. Hampir tersedak saat menikmati jamuan siang di aula sebab rapat hari ini. 

"Te-terimakasih pak.." Ujar Solar gugup. Mengangguk beberapa kali sembari menutup mulut dengan punggung tangan.

Mata mereka bertemu dan pria itu tersenyum tipis. Kemudian melangkah pergi bergabung dengan yang lain

.
.

Mereka jadi sering bertemu..

Bercengkrama..

Dan diperparah dengan perubahan manajemen sebab dimulainya tahun ajaran baru.

Tak lagi hanya mengajar dan mengurus ekskul olimpiade.

Solar merangkap sebagai bagian dari staff kesiswaan dengan pria itu menjadi wakil kepala selama setahun.

Bahkan kini mereka jadi satu ruangan-

"Bu, bisakah saya minta tolong? Untuk agenda hari ini.." Menghampiri meja kerja, pria itu sedikit menundukkan kepala untuk berbicara. Dan Solar dengarkan dengan seksama meski kaget sedikit-

Tuhan benar benar mengajaknya bercanda..

.
.
.

Solar yang tengah membawa sekeranjang penuh pakaian yang akan ia cuci hari ini, tetiba terhenti begitu mendengar getaran ponsel di meja.

Sebuah pesan masuk di terima.

"Sore, bu Solar"

Dari Pak Hali.

Membuat Solar bertanya tanya. Ia beralih duduk dengan nyaman di sofa.

______________________

"Sore, pak. Ada apa?.."

"Saya mau tanya untuk kelengkapan kegiatan lusa besok. Apa saya boleh telpon?.."

______________________

Solar sempat mematung sesaat dengan manik terbuka lebar, sebelum kembali membalas pesan.

"Tentu saja"

.
.

"Halo, bu solar?.."

Dan Solar seketika bergidik. Suara berat itu berhasil menusuk dada-

Atur dirimu, Solar!

.
.
.

"Ya, kurang lebih seperti itu. Kalau semisal ada tambahan lagi, bu Solar bisa infokan ke saya. Kalau bisa segera biar bisa langsung jalan.."

"Baik pak.." Solar masih sibuk mengetik sebelum akhirnya berhasil menuntaskannya. "Sudah saya rangkap dan sudah saya kirim ke bapak kok!.."

Supaya tak ada tanggungan lagi.

"Oke. Terimakasih.."

Dan tetiba keheningan menyelimuti keduanya. Yang malah membuat keduanya bingung sendiri.

"Ti-tina di rumah ya pak?!.." Tanya Solar gitu aja. Jantungnya bahkan sudah berisik sekali sekarang.

Basa basi yang basi-

"Ya.. anda ingin bicara dengannya?.."

"Te..tentu.."

"Sebentar ya.."

Solar bisa mendengar pria itu memanggil putrinya yang sepertinya berada di dalam kamar. Namun tak ada sautan sampa akhirnya suaranya hilang.

Solar masih menunggu sambil menyibukkan diri meski ia tak tau apa yang bisa dia lakukan di depan layar deskop laptop.

Entah kenapa layar kosongan di depan tampak menarik-

"Maaf, bu Solar. Tina ternyata sudah tidur. Kayaknya dia capek habis main di sekolah tadi.."

"Aaa.. begitu. Tidak masalah.."

Solar meneguk ludah. "Jadi kurang lebih begitu pak?.."

"Ya. Terimakasih banyak. Dan maaf juga karena menganggu sampai jam segini.." Tawanya sebentar. "Sudah waktunya makan malam juga.."

"Saya tidak masalah pak. Tenang saja.."

Solar mengangguk dua tiga kali, menjawab seadanya sampai mengucapkan salam. Dan akhirnya panggilan terputus.

"Hhh.. akhirnya.."

Menghela nafas panjang, Solar langsung ambruk sendiri di sofanya. Ponsel yang sengaja ia jatuhkan dan tertindih oleh tubuhnya tak sedikitpun ia perdulikan.

Bicara dengan orang itu di telepon benar benar sulit.

Dia nggak bisa berhenti panik-

"Tunggu! Bukannya ini kayak pdkt?.."

Celetuknya sendiri sebelum akhirnya dia bangkit. Mencak mencak tidak terima. Terus menyangkal dengan bicara sendiri

"Enggak!! Enggakk!! Gak mungkin!! Ahahahahaa!!!" Mengipas mukanya yang panas mendadak. "Mana mungkin-" Cicit Solar sebelum akhirnya dia bungkam sendiri.

"Nggak mungkin.. kan?.."

Jangan terlalu mudah terkena jebakan seorang duda, Solar! Kau kayak nggak ada jodoh lain saja-

.
.
.

JANGAN TERLALU KELIHATAN-

"Terimakasih, Solar!.." Ujar pria itu sembari tersenyum begitu mereka bertemu dan Solar memberikan berkas yang Hali inginkan.

JANGAN JATUH PADANYA, SOLAARRRR!!!!!!!!!!!!!!!

"A-aa! Maaf! Maksud saya 'Bu Solar'!.." Pria itu jadi panik dan mengusap tengkuk sedikit gelisah.

KAU TAK MUNGKIN JATUH PADANYA KAN???!!!!

"Y-ya! Saya paham kok-"

Dan keduanya sama sama salting di tempat. Tawa canggung mereka setelahnya malah makin memperburuk semua dan mereka langsung berpisah ke meja masing masing begitu rombongan guru akan masuk setelah rapat di aula.

.
.
.

Jangan lupa RnV nya yaa! Thanks!

PEEK A BOO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang