19. Suffocating

1.6K 212 38
                                    

Seingat Haechan tadi setelah menghabiskan makan malamnya, Renjun mengeluh pusing dan ingin tidur. Haechan pun meninggalkan temannya itu dengan kakaknya, yang langsung tidur juga setelah melihat Renjun terlelap. Sementara Haechan memutuskan menemui ayahnya terlebih dahulu ke rumah, untuk menanyakan tentang laporan papa Jaemin itu. Iya, Haechan berniat melaporkan tuan Na.

Banyak berbicara, akhirnya ayahnya memutuskan akan membantu Haechan juga. Dan setelah itu ia kembali ke rumah sakit hendak mengatakan pada pekerja rumah Jaemin agar nantinya mau mengajukan kesaksiannya saat polisi bertanya.

Tapi langkah Haechan terhenti jauh sebelum ia mencapai kamar tempat Jaemin di rawat, dari ujung koridor dimana ia berpijak Haechan dapat melihat sosok Renjun yang berdiri kaku di depan ruangan Jaemin.

Lalu terlihat Renjun berjalan ragu memasuki ruangan itu dibantu wanita yang adalah pekerja di rumah Jaemin, beberapa pekerja di keluarga Na pasti sebagian besar tau tentang Renjun mengingat Haechan juga sering mendengar temannya itu mengatakan bahwa ia cukup sering diajak ke rumah alpha itu.

Renjun yang tadi terbangun dari tidurnya, langsung berjalan keluar mengikuti seluruh perasaannya yang seolah mengatakan bahwa ada matenya di sekitarnya. Tadinya ia pikir mungkin Jaemin mengetahui kondisi sakitnya, tapi saat ia memikirkan kembali semua resah yang ia miliki sejak awal akhirnya Renjun memutuskan untuk membawa kakinya keluar dari ruang inapnya.

Sampai ia melewati koridor yang menarik dirinya untuk menengok masuk ke sekitar sana, hingga matanya bertemu dengan wanita yang ia ketahui adalah pelayan di rumah Jaemin terlihat baru keluar dari sebuah ruangan.

Mata Renjun sempat melihat ada sosok yang berbaring di dalam ruangan, dengan cepat ia menahan agar wanita itu tak dulu menutup pintunya. Renjun ingin memastikan perasaannya sendiri

Dan tubuhnya seolah membeku, tak bisa ia gerakkan saat kenal bahwa orang yang berbaring lemah di ranjang adalah alphanya, Jaemin.

Omega itu sudah merasakan banyak debaran tak nyaman sejak membuka matanya, dan hal itu terus membuat ingatannya tertuju pada alphanya sendiri. Banyak kekhawatiran yang ia miliki untuknya, dan ternyata semua kekhawatirannya itu bukan hanya ada dalam pikirannya saja.

Nyatanya sekarang Renjun melihat sendiri bagaimana tubuh Jaemin berbaring tak sadarkan diri di atas ranjang rumah sakit. Kakinya dibawa untuk melangkah masuk dengan berat, belum juga ia sampai di dekat ranjang itu Renjun sudah tak bisa melangkah lebih dekat lagi.

Rasanya ia tak tega melihatnya. Melihat seberapa parah luka yang dimiliki Jaemin, hati Renjun rasanya sakit membayangkan bagaimana alphanya mendapat lagi perlakuan kasar dari papanya.

"Alpha..." Renjun tercekat, tubuhnya lemas seiring matanya yang mulai menemukan bagian mana saja dari tubuh sang alpha yang memiliki luka baru.

Dadanya sesak melihat mata Jaemin yang terpejam, menunjukkan begitu banyak luka yang ia dapat sebelumnya sampai alpha itu memilih untuk menutup matanya. Air mata Renjun jatuh menuruni pipinya, tak ada isakan yang keluar dari mulutnya tapi tangisnya tak kunjung berhenti sejak ia menemukan Jaemin disini.

Jaemin pasti begitu kesakitan.

Memberanikan dirinya lagi, Renjun membawa langkahnya agar semakin dekat dengan Jaemin. Bibirnya bergetar menahan isakan yang semakin ingin keluar saat ia semakin dekat dengan Jaemin.

Dan isakannya tak bisa ditahan lagi begitu tangannya berhasil menggenggam tangan Jaemin. "Jaemin..." Renjun merintih sambil menjatuhkan kepalanya pada sisi kasur, tepat di samping lengan Jaemin yang terkulai lemah.

Dalam keadaan seperti ini, Renjun masih dapat merasakan hangat yang menjalar dari tangan Jaemin yang ada dalam genggamannya.

Air matanya seolah tak ada habisnya, bahkan saat ia mencoba mendongak untuk menatap lebih jelas wajah sang alpha itu tetap terasa sedikit buram. Meski begitu, Renjun dapat melihat bekas luka di bagian rahang Jaemin. Dan ia juga dapat melihat perban di kepalanya, ia sekarang bertanya-tanya hal mengerikan apa lagi yang diterima alphanya ini.

Sekarang Haechan berdiri tak jauh dari tempat Renjun yang tengah menangis, takut jika saja temannya itu kembali jatuh pingsan setelah lama menangis. Tapi sepertinya kali ini Renjun tak terlihat selemah itu, apalagi sekarang ia seolah tengah mengecek semua luka yang ada pada Jaemin. Tentu dengan isakannya.

Tadi Haechan ikut masuk kamar Jaemin setelah melihat Renjun masuk, dan begitu sampai ia langsung disambut tangis penuh kepedihan milik Renjun.

"Apa yang terjadi?" Pertanyaan Renjun terdengar diantara tangisannya, ia tak menoleh dan hanya tetap menatap wajah Jaemin.

"Jaemin pasti kesakitan, Haechan..." Renjun kembali menjatuhkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya pada lipatan tangan.

Renjun tak bisa membayangkan seberapa sakitnya alpha itu menerima semua luka itu, karena ia saat mendapat tamparan dari Jaemin saja rasanya seluruh napasnya seolah berhenti sesaat. Apalagi mendapat luka separah milik Jaemin saat ini.

Tangisan omega itu sempat berhenti untuk bertanya bagaimana luka itu Jaemin dapat, pada pelayan keluarga na. Tapi selama ia mendengar ceritanya, air matanya terus mengalir seolah tak ada habisnya. Lalu saat ceritanya sampai dimana Jaemin tergeletak tak sadarkan diri, Renjun langsung meraung memeluk Haechan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Langkah Renjun selalu terasa berat setiap hendak menengok Jaemin, sakit setiap teringat kenyataan bahwa alphanya dinyatakan tak akan sadar dalam waktu dekat.

Senyumnya terulas kecil menatap wajah Jaemin yang masih menutup mata, kemudian tangannya menyimpan satu tangkai bunga yang ia beli ke dalam vas yang ia simpan disana. Terhitung sudah ada lima buah disana, dan itu memang Renjun yang menyimpannya setiap hari.

Omega itu berpikir bahwa setidaknya bunga itu akan menemani Jaemin selama ia tak bisa menemaninya disini, agar Jaemin tak kesepian. Seperti permintaan alphanya kala itu, yang ingin Renjun tak menghabiskan seluruh liburan musim dinginnya di rumah orangtuanya. Jaemin mengatakan ia tak ingin merasakan sebuah kekosongan di musim dingin kali ini.

Apalagi hari ini Renjun hendak pulang ke rumah orangtuanya, dalam beberapa waktu kedepan ia tak akan kemari. Tak mungkin Renjun membatalkan agenda pulangnya karena Jaemin, lagi pula ia bahkan belum tau kapan alphanya itu akan sadar. Juga, ia ingat ucapan Jaemin yang lain yang mengatakan agar menikmati liburan musim dinginnya.

Seketika Renjun tersenyum sedih mengingat itu, bagaimana ia akan menikmati liburannya jika disini Jaemin ada dalam keadaan yang buruk?

Apalagi ingatan Renjun pun terus tertuju pada bagaimana raut sendu Jaemin saat memintanya agar menyisakan sebagian waktu liburan musim dinginnya bersama Jaemin.

'..jangan terlalu lama. Aku merasa musim dingin kali ini akan terasa kosong dan menyeramkan kalau tak ada kau denganku.'

Renjun akan kembali dengan cepat untuk Jaemin, ia tak akan membiarkan Jaemin memiliki musim dingin yang menyeramkan.

"Aku akan pergi hari ini, aku janji hanya sebentar." Tangannya mengusap tangan Jaemin lembut.

"Istirahatlah senyaman mungkin." Senyum Renjun diikuti air mata yang menetes. "Kau pasti memimpikan hal yang menyenangkan."

"Setelah kau bangun, ceritakan mimpi yang kau dapat nanti. Gantian kau yang harus bercerita padaku, alpha." Bibir Renjun mengecup pipi Jaemin lembut, mengulas senyum disana.

Mungkin iya Renjun banyak mendapat kesakitan dari Jaemin, tapi itu tak menutup semua kenyataan bahwa omega itu begitu mencintai alphanya. Hingga disetiap desah napasnya, hanya terucap harap baik untuk sang alpha.

Winter Sleep ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang