Angin malam bertiup perlahan melintasi bangunan-bangunan tinggi yang membentuk kota Ardora. Di tengah kota yang tampak begitu modern dan canggih, tersembunyi sebuah rahasia yang mengancam kebebasan setiap jiwa yang berani merasakannya: cinta.
Arya berdiri di tepi jendela kamarnya, menatap langit yang diliputi oleh awan-awan mendung. Ia merasa sesak, seperti jiwa kota ini yang terkekang oleh aturan-aturan yang tak terbantahkan. Di dunia di mana emosi ditekan dan dicontohkan sebagai ancaman, cinta dianggap sebagai bencana yang harus dicegah.
Namun, pada suatu hari yang tak terduga, di kelas sejarah yang membosankan, pandang mata Arya tak sengaja bertemu dengan mata Sinta, gadis cerdas dengan senyum yang selalu hangat. Hati Arya berdetak kencang, seolah-olah sebuah aliran listrik merambat dari tatapan itu. Mereka saling memandang sejenak, sebelum cepat-cepat berpaling.
Setelah kelas, Sinta berjalan mendekati Arya, bibirnya gemetar. "Kau merasakannya juga, bukan?" bisiknya pelan, seolah takut tembok-tembok memiliki telinga.
Arya menelan ludahnya, mata penuh kebingungan. "Apa yang kau maksud? Ini gila, Sinta. Kita tidak boleh merasakannya."
Sinta menggelengkan kepala dengan tegas, mata penuh tekad. "Tapi, Arya, aku tidak ingin hidup dalam ketakutan. Aku ingin merasakan cinta, bahkan jika itu berarti melawan segala larangan."
Mereka tak sadar bahwa telinga tajam seorang pelapor telah mendengar percakapan mereka. Pada hari berikutnya, kabar tentang "pelanggaran" Arya dan Sinta menyebar di seluruh kota. Orang-orang berbisik di lorong-lorong, dan matanya yang penuh ketakutan mengisyaratkan bahwa keberadaan mereka telah terungkap.
Petugas pemurnian dengan mantel hitam tiba di depan rumah Arya dan Sinta. Dengan senyum miring, mereka mengumumkan, "Kalian berdua telah dianggap melanggar aturan cinta yang ada di kota ini. Kalian akan mendapatkan pemurnian agar kembali menjadi warga yang benar."
Arya dan Sinta saling berpegangan tangan, tetapi raut wajah mereka penuh dengan keberanian. Mereka menolak untuk menyerah pada ketakutan. Dengan mata berkobar, Arya mengangkat suaranya. "Kami tidak akan mengikuti kehendak kalian. Cinta bukanlah kutukan, melainkan anugerah yang perlu dijaga dan dihargai."
Petugas pemurnian itu mendengus, dan dengan cepat, mereka mengeluarkan perangkat aneh yang mengirimkan gelombang energi. Arya dan Sinta merasa tubuh mereka terasa lemas, tetapi mereka tetap bersatu dalam tekad untuk bertahan.
Namun, di saat-saat genting, tiba-tiba sekelompok pria misterius muncul dari bayang-bayang. Dalam serangan yang terkoordinasi, mereka berhasil mengalahkan petugas pemurnian tersebut. Pria yang memimpin kelompok itu memandang Arya dan Sinta dengan mata tajam. "Kami adalah bagian dari gerakan perlawanan. Kami tahu tentang cinta kalian. Kami juga ingin menghapus tirani ini."
Dalam kebingungan, Arya dan Sinta mengikuti pria-pria itu melalui jalan-jalan gelap. Mereka akhirnya tiba di tempat persembunyian, di mana mereka menemukan sekelompok wanita tangguh yang juga menjadi bagian dari gerakan ini. Di dunia ini, sekolah dibagi menjadi dua, khusus untuk wanita dan khusus untuk pria, sebagai cara untuk mencegah cinta. Namun, gerakan ini bersatu untuk mengubah segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WORLD WITHOUT LOVE
Teen Fiction[Dua orang remaja yang tak sengaja jatuh ke perangkap cinta, perasaan atau rasa yang dipercaya sebagai akar kehancuran dari berbagai bencana dan kegagalan yang tercata sejarah kini menghantui mereka. Di dunia ini seluruh orang sudah tak menganggap p...