Neptunus

2 1 0
                                    

Bab 9: tempat terlarang

     "Bangun!" Jeri menarik kasar tangan Amu sehingga Amu bangun secara paksa. Amu melirik sekelilingnya, di mana ia sekarang?

Bruk.

Amu terduduk sebab tidak kuat menahan bobot tubuhnya. Jeri kembali menarik kasar Amu yang lepas dari genggamannya. Amu sama sekali tidak merespon, kepalanya begitu berat. Sesaat ia merasakan tubuhnya melayang dan penglihatannya pun mulai memburam.

"Kali ini, saya jamin Anda akan puas."

"Apa ini? Di mana sekarang? Kenapa dari tadi aku mendengar suara?" Amu perlahan membuka mata, samar-samar ia melihat sosok yang tidak terlalu jelas dari kejauhan. Amu memejamkan mata dan kembali membuka. Rasanya seperti mimpi namun nyata.

"Saya jamin Anda tidak akan kecewa lagi." Jeri berucap meyakinkan lawan bicaranya di telepon.

Amu dapat mengingat kejadian tadi. Ini bukan lagi mimpi. Tubuhnya masih terlalu lemah untuk bergerak, berbicara pun terlalu lemas. Ia dapat merasakan dinginnya lantai.

"Baiklah saya tunggu Anda di tempat biasa."

Telepon ditutup. Jeri sontak menoleh ke arah Amu. Kemudian berucap.

"Sebentar lagi akan ada yang ke sini. Kamu jaga sikap, turuti semua perintahnya!" kata Jeri.

Sejak kapan laki-laki itu menyadari bahwa Amu sudah sadar?

Amu tidak menjawab.

"Paham?"

Amu masih tidak mengeluarkan suara.

"Kamu tidak mati, 'kan?"

Tiga detik Jeri terdiam. Dirinya tau Amu tidak akan mati semudah itu. Ia hanya sedikit khawatir jika gadis itu malah kehilangan kesadarannya. Niatnya untuk menghampiri Amu urung ketika gadis itu tiba-tiba bersuara dengan intonasi pelan.

"Anda... siapa?"

"Di mana... sekarang...?"

"Kenapa—"

"Kebingunganmu akan terjawab. Hanya satu pertanyaan darimu yang akan saya berikan jawabannya. Jadi, tanyalah sesuatu yang menurutmu berguna." Jeri memotong cepat ucapan Amu.

Amu terdiam. Memikirkan pertanyaan yang menurutnya berguna. Sesuai instruksi dari pria itu.

"Kenapa aku dibawa ke sini?" Dari sekian banyaknya pertanyaan yang muncul di kepala Amu. Hanya pertanyaan ini yang membuat dirinya tak dapat berhenti berspekulasi . Jika hipotesisnya benar, Amu harus cepat-cepat keluar dari sini. Apapun caranya. Mengingat perkataan Jeri barusan sudah mampu membuat Amu menyimpulkan keadaan dirinya sekarang dan apa yang akan terjadi setelah ini.

"Karena saya tidak punya pilihan lain. Jika boleh memilih saya lebih memilih Riana daripada kamu. Tapi, kalian berdua malah melakukan perlawanan yang tidak berguna. Jadi, jangan salahkan saya apabila kamu ikut tertarik dalam masalah saya dan Riana."

"Saya sebenarnya beruntung kamu yang berada di posisi Riana saat ini. Ketimbang Riana yang sudah pernah menikah, kamu tentu masih bagus. Tubuhmu belum terjamah. Oh, ya. Sebelum itu...."

Jeri mendekat. Ia berjongkok melihat Amu yang terkulai lemas di lantai. "Terimakasih," katanya. Jeri kemudian bangkit, ia mendekat ke arah nakas dan mengambil sesuatu di sana. Lalu, tanpa ada rasa kasihan, Jeri menarik tangan Amu. Mendorongnya hingga ke dinding. Di sana ia tersenyum menyeringai. Membuka mulut Amu dan memaksa gadis itu untuk meminum minuman yang berada di tangannya.

Amu menggeleng keras agar minuman itu tidak masuk ke dalam mulutnya. Tidak usah ditebak pun, Amu sudah tau ini minuman seperti apa. Alkohol, terasa asam, getir juga menggigit di lidah. Amu hendak memuntahkan namun dengan cepat Jeri mengapit hidungnya sehingga secara paksa minuman itu masuk ke dalam tenggorokannya.

Astrophile Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang