three

7 2 0
                                    

Alesha menangis dalam pelukan sang mama. Sudah satu jam sahabatnya berada di ruang operasi dan tidak satupun manusia di dalam sana yang keluar. Alesha ingin sekali menendang pintu yang masih tertutup rapat di depannya ini agar terbuka.

"Ma, Yara gak papa kan ma? Ponakan Aca gak papa kan ma? Mereka baik- baik aja kan ma?! " Alesha memandang sang mama dengan mata berairnya, pertanyaan itu sudah kesekian kali ia lontarkan pada sang mama.

Olivia yang melihat itu hanya bisa kembali mengangguk, ia hanya bisa menahan tangis agar sang putri tetap baik-baik saja. Mereka berdua mengalihkan pandangan ke arah seseorang yang baru tiba dengan tergesa.

"Ma,, " ucap seseorang orang itu lirih.

"Diam Gam, untuk sekarang kamu jangan bicara dulu sama mama, sejak pernikahan kamu yang kedua sebenarnya mama sudah kecewa, lalu setelah kejadian ini harus mama sebut apa kekecewaan mama ini. " ucap Olivia serak.

Kenapa nasib Ayyara harus semalang ini, padahal perempuan itu wanita yang baik.

Suasana disana kembali hening, hanya terdengar isak tangis kecil dari Alesha.

Tidak lama pintu itu terbuka dan menampilkan seorang wanita berseragam operasi.

"Keluarga pasien. " Agam dengan cepat berdiri.

"Saya mamanya dok, " ucap Olivia menyela Agam yang akan bicara.

"Bisa ikut keruangan saya. " pintar dokter itu kembali.

"Ma, boleh Agam ikut? "

Olivia mengangguk membiarkan sang anak mengikutinya.

Setelah tiba di ruangan, dokter itu mempersilahkan mereka untuk duduk.

"Pasien telah melewati masa kritis, pendarahan di kepala juga tidak fatal. Tapi untuk bayi kembarannya saya mohon maaf mereka tidak dapat di selamatkan. " Agam tersentak mendengar ucapan dokter tersebut.

"Kembar dok? " ucapnya memastikan. Ayyara tidak pernah mengatakan padanya bayi mereka kembar.

"Iya, laki-laki dan perempuan." Dokter yang bernamtag Mia itu menatap ragu kearah Olivia dan Agam. "Dan maaf saya harus menyampaikan ini, karena benturan yang cukup keras, rahim pasien mengalami kerusakan, itu mengakibatkan pasien sulit untuk kembali mengandung atau kemungkinan terburuknya pasien tidak akan bisa lagi mengandung."

Mendengar itu, Olivia tidak mampu menahan tanginya. Agam dengan sigap memeluk sang mama yang histeris di sampingnya.

Agam menyesal, karena dia anaknya pergi, karena dia Ayyara tidak dapat hamil lagi dan juga karna dia sang mama menangis seperti ini.
Ia sungguh jijik pada dirinya sendiri.

Raung tangisan Olivia tidak dapat di tahan, ia seorang wanita dan juga seorang ibu. Ia yang paling tau bagaimana perasaan Ayyara ketika sadar nanti. Anaknya pergi, tidak bisa hamil lagi, sungguh Olivia sangat marah pada Agam. Ia tau kenapa dan apa yang terjadi pada Ayyara hingga terjadi seperti ini, karna Alesha sudah menceritakan semua padanya.

_____

Tangan Agam gemetar melihat anak-anaknya, ia menggendong anak laki-laki yang sangat mirip dengannya. Air mata dan isak tangis sudah berderai sejak tadi ketika ia melihat kedua jasad anaknya. Ia mencium bayi dingin itu dan kembali meletakkan nya dengan hati-hati. Kali ini Agam mengangkat anak perempuannya. Agam memperhatikan wajah putrinya yang memang mirip dengan dirinya, tapi ada beberapa yang mirip Ayyara, seperti bibir dan hidungnya. Anaknya sungguh cantik. Tapi, bukan senyuman namun sesegukan yang dapat di dengar oleh siapapun. Ia menyesal, andai waktu bisa di putar kembali, Agam ingin mengulang segalanya.

Penyesalan memang selalu datang di akhir, begitu cara orang-orang memperbaiki hidup. Tapi adakalanya penyesalan menjadi karma paling menyakitkan bagi hidup seseorang. Sekarang pilihan hanya ada pada Agam, ingin perbaiki atau menyesal seumur hidup.

EPILOG AYYARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang