1. Fan Meeting

316 42 4
                                    

Sepertinya barisan yang memanjang itu tak kunjung memendek. Setiap kehilangan satu dua orang yang keluar dari barisan, akan bertambah lagi orang-orang baru. Hingga panjangnya barisan harus diatur sedemikian rupa oleh beberapa staf, supaya barisan panjang tersebut tidak menghalangi pengunjung lain yang ingin leluasa mencari buku incaran mereka.

Di penghujung barisan, terdapat meja panjang yang memisahkan antara orang-orang di barisan dan dua orang d belakang meja. Dua orang itu, anak remaja laki-laki, memiliki tugas yang berbeda. Remaja laki-laki di sebelah kanan bertugas memberikan tanda tangan di buku yang dibawa oleh setiap orang yang berbaris, juga bersedia berfoto bersama. Sedangkan remaja laki-laki yang duduk di sebelah kiri memiliki tugas lebih ringan, memberikan boneka beruang atau beberapa merchandise yang berbeda setelah orang yang berbaris menerima tanda tangan.

"Lo capek? Mau minum?" tanya Khandra, melirik perihatin sosok Aideen yang menghela napas tatkala di depannya kosong karena orang-orang yang baris itu terperangkap keributan kecil.

"Tangan gue yang capek. Gimana kalau gantian lo yang tanda tangan?" Aiden tersenyum manis sampai kelopak matanya nyaris tertutup.

"Pertama, ogah gue nggak mau tangan gue pegel. Kedua, gue nggak mau dikeroyok sama fans-fans agresif lo."

"Enak aja! Fans gue nggak ada yang agresif. Lagian gue udah bilang, mereka bukan fans gue. Mereka cuma pembaca yang menyukai karya gue."

"Apa bedanya? Mereka tetap suka sama lo."

"Bukan suka sama gue, tapi sama tulisan gue."

Khandra tersenyum sembari bergumam bernada yang terdengar mengejek. Ia membungkuk untuk membuka tas di bawah kaki meja, mengeluarkan novel yang halamannya sudah terbuka. Diletakkan novel di atas meja, tepat di depan Aideen. "Gue mau tanda tangan lo dong, penulis hebat."

"Anjir, masih aja lo minta tanda tangan gue!" Aideen terbahak oleh tingkah sahabatnya itu. Merasa malu karena sahabatnya masih saja bersikap layaknya penggemar. Padahal sudah sering diperingati untuk tidak meminta tanda tangan.

"Gue sama kayak mereka, Ai. Gue penggemar berat novel lo." Khandra yang keras kepala menyodorkan pulpen ke depan Aideen. Orang-orang yang baris masih belum juga maju, gadis yang berada di baris paling depan sibuk menelepon dan membuat orang yang baris di belakangnya kesal bukan main.

"Kenapa nggak minta pas di rumah aja sih?"

"Nggak papa, biar lo ada kerjaan aja."

"Sialan!" Aideen tertawa sembari mengambil pulpen dari Khandra. Tanda tangan di halaman depan. "Kenapa lo selalu minta tanda tangan gue setiap gue launching novel?"

"Karena gue penggemar tulisan lo. Dan tanda tangan lo di halaman depan itu sebagai kenang-kenangan kalau gue pernah ketemu langsung sama penulis hebat kayak lo."

Seseorang pernah berkata, tulisan akan abadi tak lekang oleh waktu. Tulisan tetap hidup bahkan saat si penulisnya sendiri telah mati. Maka menulis lah, menulis supaya kamu tetap hidup lewat tulisan mu. Sekalipun raga mu bersemayam di bawah tanah, jiwa mu dan isi kepala mu tetap hidup.

"Alasan gue nggak pernah berhenti nulis karena gue mau hidup selama mungkin. Hidup bersama orang-orang yang gue sayang." Pulpen hitam berhenti menggores halaman novel, diletakkan pulpen itu di samping novel. Aideen menoleh untuk menemukan Khandra yang terdiam masih terhanyut oleh kalimatnya yang menggantung. "Gue pengen orang-orang yang gue sayang bahagia dan merasa gue hidup saat mereka membaca novel tulisan gue. Karena di novel itu gue meninggalkan jejak napas kehidupan gue. Tapi sekarang gue berpikir ulang." Aideen memutuskan untuk menoleh ke depan.

Barisan para pembaca yang ingin meminta tanda tangan masih belum melangkah maju karena satu gadis yang sibuk menelepon. Suara teriakan dan sorakan menggema, menyuruh gadis penelepon itu untuk menyudahi telepon dan melangkah maju. Namun, si gadis penelepon menulikan telinganya. Aideen menghela napas melihat gadis penelepon itu, tidak terima gadis itu mendapat perlakuan kurang enak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Drama Theatre : NuragaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang