"Irrashaimase!!"
Dengan senyum lebar yang terpampang pada wajah tampannya, Megumi menyambut para pelanggan. Ini adalah pekerjaannya sehari-hari, menjadi pelayan restoran kecil di pinggiran kota.
Gajinya tak seberapa jika dibanding dengan pekerjaan kotornya seminggu lalu, namun bagi Megumi ini sudah lumayan.
Pemuda cantik itu tidak pernah benar-benar mengejar uang untuk menjadi kaya. Asalkan bisa tinggal dengan aman dan dapat makan, baginya pekerjaan menjadi pelayan kedai sudah cukup.
Apalagi pemiliknya sangat baik pada Megumi. Okkutsu Yuuta, pria bersurai gelap yang selalu terlihat baik pada semua orang. Suaranya kedengaran tenang dan begitu mengayomi.
"Bagaimana kabar kakakmu, Megumi?"
Yang disebut namanya menengok sembari mengelap meja. Senyum tipis timbul menghiasi ekspresi wajahnya. "Operasi Tsumiki berjalan lancar, tapi kondisinya masih perlu banyak istirahat dan penanganan dokter."
"Oh syukurlah. Semoga dia cepat sehat."
Megumi mengangguk. Itu adalah harapan besarnya. Melihat saudarinya kembali membuka mata dan sembuh, tidak ada yang Megumi inginkan lebih dari itu.
Semua kerja keras dan pengorbanan yang ia lakukan semuanya untuk kesembuhan Tsumiki. Termasuk menjual diri. Menguliti harga diri demi mencari biaya bagi operasi sang kakak.
Megumi menelan ludah. Kaki jenjangnya melangkah melewati gang-gang sempit untuk kembali ke apartmen tua tempat tinggalnya. Sebuah bangunan untuk berteduh, di sebuah kampung kumuh yang rawan kejahatan dan kemiskinan.
Di dalam kamar, Megumi terduduk di atas futon keras miliknya sambil menatap ke luar jendela tanpa korden. Bulan begitu bundar dan terang. Indah, Megumi selalu takjub dengan bulan.
Ia tidak memiliki televisi atau semacamnya sebagai hiburan, sehingga yang Megumi lakukan adalah memperhatikan bulan sampai ketiduran.
Kehidupan miskin dan terlantar ini, Megumi tak pernah mengeluh sama sekali. Tak pernah mempertanyakan keberadaan orang tuanya, kalau mereka masih ada. Megumi tak perlu repot-repot membenci mereka sebab dari awal Megumi tak pernah merasakan kehadiran keduanya.
Bagi Megumi, satu-satunya keluarga yang ia punya adalah Tsumiki. Ia tidak peduli soal ayah atau ibunya. Mereka tidak pernah ada dan tidak ada bagi Megumi.
Sesaat pemuda itu mengeluarkan selembar kartu nama dari dalam saku celana. Sebuah kartu nama hitam elegan yang tintanya terlihat mahal.
"Zen'in.." gumam Megumi membaca marga pria yang sempat tidur dengannya satu minggu yang lalu. Pria pertama dan satu-satunya. Pria yang membuatnya kesulitan berjalan bahkan untuk menuruni tempat tidur.
Setelah malam itu, banyaknya jumlah uang yang Toji berikan sudah cukup bagi Megumi untuk membayar biaya operasi Tsumiki. Membuatnya langsung mengundurkan diri secara sepihak dari dunia malam.
Kalau dipikir-pikir, tak heran Toji sangat kaya. Dia berasal dari keluarga pengusaha besar yang namanya termasyur di Jepang. Membuat Megumi bertanya-tanya mengapa pria yang kelihatan punya segalanya itu mau memberikan nomor pada dirinya untuk dihubungi.
Apa yang akan terjadi jika ia menghubungi Toji? Entahlah, Megumi tak pernah berani mencari tahu.
Setiap hari ketika ia berangkat kerja. Megumi bisa melihat gedung kantor Zen'in yang sangat megah dan menjulang dari kejauhan. Gedung itu selalu mengingatkannya pada sosok Toji.
Megumi berhenti melangkah. Sentuhan-sentuhan pria besar itu kembali terngiang layaknya sebuah film yang dimainkan di dalam otak.
Aroma keringat dan deru napas keduanya yang melebur di malam itu. Megumi menggeleng. Berusaha keras menepisnya. Menepis perasaan damba akan sentuhan pria dewasa itu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold (tojigumi)
Fanfictionwarn! incest pairing: Toji x Megumi Slight: Gofushi disclaimer: ooc, bxb, mature content, vulgar and explicit language, mpreg 🔞 charas and arts aren't mine, but storyline is. do not copy nor remake it, thanks