Ting tong
Megumi cepat-cepat berlari membuka pintu. Ia tidak sabar melihat Toji. Kamar suite hotel tempatnya menginap dibagi menjadi beberapa ruang. Ada ruang santai, kamar, kamar mandi, dapur, ruang tamu layaknya sebuah rumah hanya saja ini hotel.
Cklek
"Okaeri!"
"Tada—" Belum juga Toji mengucap salam, Megumi lebih dulu menyahut di depan pintu. "Hei hei.. Lihat siapa yang sedang bersemangat."
Megumi terkekeh. Ia langsung memeluk Toji dan menariknya masuk. Tentu saja perlakuan tersebut sangat menggemaskan bagi Toji. Ia mana mampu menolak meski tubuh dan pikirannya sedang lelah.
"Daddy, aku menata makan malam di meja makan!"
Megumi menggandeng tangan Toji agar duduk di kursi makan. Lelaki kecil itu memang bersemangat, ia bahkan menyeduh ocha untuk daddynya. Namun ada yang aneh, Toji terlihat lebih lelah dari biasanya.
Pria itu murung. Senyumnya merekah namun tidak bertahan lama. Seperti ada sesuatu yang mengganjal benaknya.
"Doshitano, daddy?" Kepala Megumi sedikit miring. Pria itu bagaikan beruang besar yang barusan dijarah. Kelihatan sangat letih lemah.
"Daddy.." Yang lebih muda menggenggam tangan kanan daddynya. "Apa Megumi melakukan kesalahan?"
"Iie, Memi.. Urusan orang dewasa seringkali melelahkan. Aku memimpin presentasi rapat hari ini, tapi ketua tidak terlalu senang dengan hasilnya. Ketua dan yang lain, mereka selalu merendahkanku. Bahkan bawahanku juga menertawakanku."
Ada geraman emosi dalam suara datarnya. Toji merasa sangat berantakan.
Ketua yang Toji maksud adalah ayahnya sendiri dan 'yang lain' adalah sanak saudaranya pula dari Zen'in.Para Zen'in itu selalu menyudutkannya. Menjadikannya kambing hitam dan membuatnya serba salah. Toji selalu merasa dia bukanlah anggota keluarga itu. Ia tidak pernah merasakan arti sebuah keluarga.
"Tidak mungkin.. Daddy orang yang hebat. Daddy menolong kakakku dan Yuuta-san. Daddy pekerja keras, aku kagum dengan daddy. Mana mungkin ada yang bisa merendahkan daddy."
Bagai matahari yang tiba-tiba menyinari langit mendungnya. Perkataan Megumi membuat kepala Toji terangkat. Saat ia merasa kesepian dan tidak memiliki rumah untuk singgah, Megumi hadir bagaikan selimut dan secangkir susu hangat.
Keberadaannya lembut dan menenangkan. Meski Toji tau itu hanya ucapan sederhana dari anak yang sederhana pula. Disanjung oleh Megumi tak akan membuat pangkatnya naik atau hartanya bertambah, tapi lebih dari itu Megumi membuatnya merasa dihargai sebagai manusia.
Manusia yang memiliki sisi lemah dan bisa merasa sedih. Manusia yang butuh ditopang dan dirangkul. Tidak peduli berapapun usia manusia dan sebesar apapun tubuhnya, mereka selalu membutuhkan manusia lain untuk memeluk dan mengisi kekosongan di jiwa.
Grekk..
Megumi bangkit berdiri. Tangan kanannya mengelus pipi Toji. "Daddy.. Kita bisa makan di kamar kalau kau lelah." Toji terlihat mendayu dengan tatapan matanya yang sayu, membuat Megumi jadi ikutan sendu.
"Mm."
"Nghh ah.. ahh.."
Napas Megumi mulai menderu sembari tubuhnya terguncang di atas Toji. Kedua tangannya bersanggah di dada yang lebih tua. Pinggulnya naik turun, memompa kenikmatan bagi keduanya.
Tubuh kecil Megumi yang jika dibanding Toji, sesekali bergetar. Matanya terpejam sedang bibirnya terbuka. Mengeluarkan deru napas dan desahan.
"Daddy.. ah.."
Di bawah, tangan Toji meremat pinggul yang lebih muda. Ia menggeram menikmati bagaimana Megumi mengendarainya.
Tiap hentakannya membawa hubungan mereka lebih dalam. Megumi bukan lagi alat pelepas stress. Sebuah lubang yang bisa digunakan. Dia berarti lebih dari itu.
Satu tangan sang pria dewasa mulai mengelus naik. Menggerayangi tubuh si raven hingga ke pipi. Pelan namun pasti meraihnya turun mendekat guna menyatukan bibir.
Mata Megumi terbuka. Ia terhenyak dengan bagaimana Toji menciumnya. Seolah mereka sedang benar-benar bercinta sebagai pasangan. Dan Megumi suka.
Tangan besar Toji mendekap tubuh Megumi lebih erat. Memainkan rambut lembutnya yang harus seraya bertukar liur.
Suara becek dan dua kulit bertubrukan semakin gaduh. Toji mempercepat hujamannya sampai-sampai Megumi mencicit di tengah ciuman. Pipi pantatnya bergetar saat lubangnya ditumbuk dengan ritme konstan yang semakin lama semakin keras.
"Mmhh! Ah ahh! Ah! Daddy!"
Toji menyembunyikan wajahnya di perpotongan leher Megumi. Dipeluknya tubuh kecil itu semakin rekat. Berkali-kali ia menggeram dalam saat pelepasannya hampir tiba.
"Argggh!"
"AAah!! Nghhh!" Tubuh Megumi menggelinjang. Dunianya seolah sedang berputar. Melihat kabut di awan-awan. Megumi menjatuhkan kepalanya.
Dari bawah Toji kembali menggerakkan pinggulnya lambat. Meredakan tensi di antara mereka dengan cara yang nikmat. Lubang Megumi menjadi semakin becek dengan banyaknya cairan kental.
"Megumi."
"Nghh.." bibir Megumi terlalu lelah. Matanya masih terpejam namun Toji menarik tubuh anak itu agar menatapnya.
"Kau mau tinggal denganku?"
Mendengar pertanyaan itu mata Megumi kembali terbuka. Menatap mata Toji tepat di hadapannya. "Sungguh? Apa boleh?"
Senyum Toji mengembang. "Sou. Memi mau?"
Bibir Megumi juga ikut terangkat. Anak itu mendesakkan kepalanya untuk memeluk leher Toji dan mengangguk. "Mau.."
Yang lebih dewasa terkekeh. Ia mengusap dan menepuk-nepuk kepala Megumi sebelum turun untuk melumat bibirnya lembut.
Megumi merasakan kupu-kupu di perutnya setiap kali bibir Toji bersentuhan dengannya. Lidah pria itu besar dan bergerak sangat tangkas di dalam. Menyalurkan rasa sayang yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
"Mulai sekarang panggil aku dengan namaku."
Megumi tertawa kecil dan mengangguk. "Ne, Toji-san.."
.
."Aku berangkat dulu." Toji mengusak rambut Megumi yang sedang sarapan lalu meninggalkannya ke kantor.
Megumi mengangguk ia masih hanya memakai kaos besar yang menutup sampai ke paha. Setelah menghabiskan sarapan, Megumi mulai bersiap dan ingin mengunjungi Tsumiki lagi.
TEPRAKKKKKKK!!
"!!!"
Di gang sepi, baru saja Megumi melihat seorang pemuda dipukul belakang kepalanya. Para pelaku yang terlibat langsung berlari namun sambil tertawa-tawa tanpa rasa bersalah. Yang Megumi lihat mereka semua masih muda.
Megumi pun segera berjalan cepat untuk menolong. Setidaknya membantu orang yang terluka itu ke rumah sakit.
Saat di dekati, si pemuda tiba-tiba terbangun membuat Megumi kaget.
"D-daijobu?" Megumi mencicit memastikan setelah melihat pria jangkung berambut putih itu mengeluarkan darah di kening.
Pemuda itu hanya nyengir. "Ini bukan apa-apa kok." Megumi heran. Dia sudah dipukul sampai berdarah begitu tapi masih tersenyum tengil.
Namun senyum sok kuat yang ditampilkan tiba-tiba hilang. Tubuh pemuda itu mulai oleng. Megumi yang sadar pun segera berusaha menangkap tubuhnya. Pingsan total. Tubuh jangkung itu hampir-hampir membuat Megumi ambruk.
Vote comment wether i should continue this or not🫳🫴
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold (tojigumi)
Fanficwarn! incest pairing: Toji x Megumi Slight: Gofushi disclaimer: ooc, bxb, mature content, vulgar and explicit language, mpreg 🔞 charas and arts aren't mine, but storyline is. do not copy nor remake it, thanks