5

1.7K 106 3
                                    

"Dia pacarmu atau semacamnya?"

Keheningan di dalam mobil pecah saat Toji buka suara. Lengan kemeja putih pria itu digulung sampai sikut, menampilkan urat nadi yang begitu jantan saat mengendalikan stir. Membuat Megumi salah fokus.

Si raven pun menggeleng seraya mengalihkan pandangan matanya ke depan. "Bukan.. Dia bos ku."

"Ah hubungan bos dan karyawan? Kau lebih nakal dari kelihatannya." Toji menyeringai mengejek sedang Megumi membelalakkan mata.

Anak kecil itu mendongak, kepala kecilnya menggeleng. "Anda salah paham.. Yuuta-san bukan bos semacam itu.."

Toji tertawa renyah. "Dia hanya menunggu kesempatan untuk menidurimu. Dari caranya membelamu sampai terluka parah, dia menaruh ketertarikan lebih padamu, bocah. Ah mungkin kalian memang sudah sering melakukannya bahkan sebelum aku."

Megumi memilih tidak membalas ucapan Toji dan menengok keluar jendela.

"Lihat saat daddy bicara, Megumi."

Tangan kiri Toji mencengkram dagu Megumi, memaksa sang anak lelaki untuk menatap ke arahnya. Pria besar itu berucap dengan memberi penekanan.

Megumi terkesiap. Pundaknya terhenyak sambil netranya melebar menatap Toji. Apakah ia sudah salah dengan kembali menghubungi pria itu?

Jantungnya terus berdebar sampai bibirnya ikut bergetar. Dominasi pria itu membuatnya takut.

Tanpa sadar bulir air mata merembes dari kelopak hingga membasahi tangan Toji.

Sebelah alis yang lebih tua pun terangkat. Melihat kondisi diluar perkiraan, Toji menepi, memasuki sebuah gang yang sepi.

Apa ucapannya terlalu kasar? Sikapnya terlalu kasar? Sisi posesifnya keluar tanpa kendali, iya kan?

Toji dibuat membeku tak tahu harus berbuat apa melihat Megumi  yang menangis.

Anak lelaki itu berusaha menyeka air matanya. Ia merasa begitu kecil dan rendah.

Toji pun merengkuh tubuh Megumi ke pelukannya. Mengusap belakang rambut dan punggung si lelaki kecil dengan amat lembut, seolah sosok Megumi adalah gerabah rapuh.

Sial, apa yang Toji pikirkan? Selama satu minggu telah sakau akibat kehilangan jejak Megumi. Gelisah, kesepian, bahkan merana karena Megumi. Sekarang saat dirinya mendapat kesempatan untuk meraih Megumi kembali, dia malah merusak kesempatan itu dengan kecemburuannya.

"Megumi.. Maafkan ucapan pria tua ini barusan.." Toji mengusap-usap belakang punggung Megumi lembut seraya menempelkan pipinya pada pucuk kepala yang lebih muda. "Daddy memang orang yang payah.. Kau boleh menghukum daddy."

Sang pria besar mengendurkan pelukan. Diraihnya dua tangan yang begitu kecil dalam genggaman. Dia tuntun perlahan telapak tangan Megumi agar menangkup pipi dan rahangnya.

Megumi mendongak dengan tatapan nanar. Lihatlah, inner child-nya kian meraung. Suara lembut dan perhatian Toji membuat Megumi semakin ingin menangis.

"Daddy.. jangan begini.." ia hendak menarik tangannya namun ditahan.

"Hmm? Megumi ingin daddy bagaimana?" Toji semakin mendusal pada kedua tangan Megumi. Mengecup telapak tangan kanan itu seraya menatap netra jamrud yang lebih muda.

"Kau tidak salah, daddy.. Kau tidak harus melakukan apa-apa."

"Lalu kenapa Megumi menangis?"

"..Sejak malam itu, aku tidak bisa mengeluarkan daddy dari pikiranku.. Tapi, daddy malah menuduhku tidur dengan pria lain.."

The Truth Untold (tojigumi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang