Silau mentari menyusup melalui curtain, seolah mengetuk-ngetuk kelopak mata Toji yang masih terpejam. Mau tak mau empunya tergugah dengan geraman pelan.
Entah kapan terakhir Toji dapat tertidur dengan amat nyenyak dan nyaman. Kualitas tidurnya benar-benar bagus setelah sekian lama, pada akhirnya.
Senyum tersungging di bibir saat menyadari keberaan sosok lain yang masih tertidur. Megumi. Anak laki-laki itu terlihat sangat pulas berada di rengkuhan Toji.
Kecil dan cantik, wajah tidurnya seperti puteri dongeng, begitu tidak manusiawi dengan bagaimana ia dapat terlihat sangat indah bahkan ketika sedang terlelap.
Tanpa sadar tangan Toji membelai kepala Megumi. Mengesampingkan rambut halus yang menutupi keningnya. Pandangan teduh Toji layangkan, keberadaan Megumi membawa rasa nyaman yang tak terbantahkan.
"Fuck.." Bagai petir di siang bolong. Ketenangan Toji sirna saat ia teringat akan meeting penting di kantor. Pria yang sudah tidak muda itu terbangun, meregangkan otot-ototnya yang linu dengan terus menggeram.
Hell, bagaimana pun usia tak dapat berbohong. Menggagahi Megumi semalaman cukup menguras tenaga bagi Toji. Pria itu pun segera memakai pakaiannya.
Sebelum pergi, ia melihat pada Megumi, sejujurnya ada perasaan tak rela meninggalkan sang bocah tanpa selamat tinggal. Tapi, Toji lebih tidak enak hati kalau harus membangunkan Megumi. Karena sudah pasti Megumi jauh kelelahan dan terkuras habis energinya dari pada dia.
Menemui Shiu adalah keputusan yang dipilih Toji. Pria itu mengulurkan secarik kartu nama pribadi. "Berikan pada Megumi saat dia bangun. Suruh dia menghubungiku."
"Ha??" Shiu menatap pada secarik kertas lalu pada Toji. "Mau kubangunkan dia sekara—"
"Tidak. Turuti perkataanku." Sorot mata Toji menajam. Hawa tekanan yang keluar dari lidahnya yang tajam membuat Shiu mengangguk. "Oke oke. Seperti yang kau katakan."
.
.
.Sudah lewat jam makan siang, Toji mengetuk-ngetukan jari di atas meja. Netranya menatap pada ponsel yang tak kunjung berdering. Ia menantikan panggilan dari Megumi.
Apa anak laki-laki itu belum bangun juga sampai sekarang? Atau Shiu tidak melakukan seperti apa yang ia katakan? Entahlah, Toji tidak bisa menebak alasan pasti mengapa Megumi belum menghubunginya.
Bahkan saat rembulan telah berada di langit, Toji masih tidak mendapat panggilan. Pria itu pun melepas jas dan dasinya di dalam mobil. Melemparnya sedikit kesal sebelum memukul stir kemudi dengan keras.
Rasanya sangat sebal entah mengapa. Biasanya Toji tidak akan peduli kalau istrinya pergi tanpa mengabari, atau anaknya pergi bermain tanpa pamitan. Tapi ini, Megumi membuatnya cemas. Membuatnya bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan anak itu.
Mereka baru berhubungan satu malam. Namun Toji sudah merasakan ikatan yang terjalin erat di antara mereka berdua. Membuatnya ingin terus dekat dan mengetahui keadaan Megumi.
Sekilas, Toji membayangkan kalau-kalau Megumi sedang menjamu tamu lain. Wajah cantiknya dibelai pria lain. Tubuhnya dipangku pria lain. Bahkan mungkin sekarang tengah ditiduri pria lain.
Membayangkannya saja sudah membuat Toji naik pitam. Pria itu menginjak gas menuju tempat Shiu. Jika apa yang dibayangkannya benar, maka Toji tak akan segan menghajar bahkan menghabisi laki-laki lain yang berani menyentuh Meguminya.
Benar, Megumi-nya yang manis dan penurut hanya miliknya. Tidak ada laki-laki lain yang lebih pantas untuk menjadi daddy Megumi selain dirinya. Toji mengeraskan kepala. Persetan. Baginya, dia sempurna untuk Megumi. Hanya dia yang boleh melihat sisi lemah Megumi yang kemarin.
Entah dari mana datangnya perasaan posesif ini. Tapi itulah kenyataan yang Toji rasakan. Langkahnya tergesa memasuki diskotik. Tak peduli jika tubuh kekarnya tanpa sengaja mendorong orang lain yang bertabrakan dengannya.
"Di mana Megumi?"
Pundak Shiu ditarik tanpa basa-basi, empunya bahkan hampir terguling. "Ah Zen'in.. Kau mau barang bagus yang lain?"
Grep
Toji mencengkram kerah Shiu dengan kekuatan tak main-main. "Jangan membuatku mengulangi pertanyaanku."
Wajah Shiu memucat, tentu akan runyam kalau sampai membuat seorang Toji marah. "Ah Megumi ya. Megumi sudah berhenti bekerja siang tadi."
Tak disangka jawaban itu yang keluar. Kedua alis Toji terangkat. "Berhenti?! Kenapa?"
"Entahlah. Dia tiba-tiba bilang ingin berhenti setelah mendapat bayaran. Payah.." Pelan-pelan Shiu mencoba melepaskan cengkraman Toji. "Aku sudah melakukan seperti yang kau katakan. Megumi membawa kartu nama itu pergi bersamanya. Ku kira dia memberitahumu."
"Dia tidak menghubungiku sama sekali." Dan kenyataan itu membuat Toji frustasi.
"Huh? Apa dia mengambil barang darimu? Kenapa sangat mencarinya?"
Bibir sang pria besar mengerut. Dia sendiri juga tak mengerti, jadi bagaimana bisa dia menjawab pertanyaan itu untuk orang lain.
Sudahlah. Toji pun keluar karena tak ingin berlama-lama dalam diskotik.
"Rghh fuck!"
Sekali lagi ia harus merasakan perasaan ditinggal tanpa kejelasan secara tiba-tiba. Benar-benar menyedihkan.
Seharusnya dia tidak meninggalkan Megumi pagi tadi kalau tau ujungnya mereka akan berpisah. Toji akan mendekapnya lebih lama. Meniduri Megumi sampai lumpuh kalau perlu.
Tanpa arah dan tujuan, yang bisa Toji lakukan adalah kembali ke rumahnya yang bagai neraka. Baru menginjakkan kaki, suara pecahan piring yang dilempar menyambut dirinya.
"Kemana saja kamu semalam?! Katakan jalang mana yang menahanmu!"
Dengan wajah malas, Toji melalui istrinya tanpa menggubris. Wanita itu suka sekali berdrama dan membesarkan masalah. Memecahkan barang-barang dan bersikap kekanakan. Pria dewasa mana yang betah jika tinggal dengan wanita cerewet seperti itu.
Berharap mendapat kenyamanan dan kehangatan di rumah. Sejak awal pernikahan, nyonya Zen'in yang awalnya berasal dari keluarga Gojo itu kerjaanya hanya mengomel, merajuk, dan melempar barang. Tingkahnya sendirilah yang membuat Toji tak berminat membuka hati padanya.
Walaupun tinggal dalam satu atap. Toji tak sudi berbagi ranjang. Pria itu memiliki kamarnya sendiri. Menguncinya rapat-rapat dari wanita gila yang suka mencari huru hara.
Bruk
"Hahh..." Toji merebahkan diri pada ranjang king size-nya. Sebelah tangannya terangkat. Ia pandangi tangan yang sebelumnya Megumi genggam dan tempelkan di pipi.
Andai pemuda itu ada di sini, pasti rasanya akan sangat nyaman. Kulitnya yang lembut dan suaranya yang tenang, Toji ingin mendekapnya erat-erat. Menciumi aroma wangi dari keringatnya yang manis.
Ah sial, hanya dengan membayangkan ekspresi erotis Megumi, Toji menjadi keras.
Dia benar-benar dibuat ketergantungan dan kini menjadi sakau karena Megumi yang tiba-tiba menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold (tojigumi)
Fanficwarn! incest pairing: Toji x Megumi Slight: Gofushi disclaimer: ooc, bxb, mature content, vulgar and explicit language, mpreg 🔞 charas and arts aren't mine, but storyline is. do not copy nor remake it, thanks