"Ini, pakai aja gulaku, aku juga punya teh, diatas lemari ada air juga. Pakai dulu ngga apa.." Aku menyondorkan gula pada Putri.
Sejenak Putri melirik lalu menyuruh Sherly untuk mengambil gula dari sondoranku.
"Bentar kuambilkan teh nya.."
Hari Jum'at adalah hari libur. Setelah selesai piket besar membersihkan pondok kami pergi ke kamar, melaksanakan piket kamar baru dilanjut dengan sarapan. Setelah sarapan itu tak jarang aku melihat Putri dan Sherly nongkrong di tengah, kadang membuka jajan, kadang membuat minuman, kadang mereka juga mengajak teman lamanya. Kamar jadi bising, jalan juga jadi sempit sehingga kami tidak leluasa kesana-kemari, parahnya lagi kamar jadi kotor.
Ntah kesambet apa aku juga ngga tau, aku malah menawarkan teh, gula dan air setelah mendengar Sherly butuh tiga benda itu. Karena sudah terlanjur ya sudahlah.
Sherly mengucap terimakasih, Putri masih melirik tajam. Aku mengangguk, berlalu pergi kebelakang untuk mencuci baju. Cucianku sudah sangat menumpuk.
Kudapati Nina sedang mencuci, aku suka mencuci sambil mengobrol bersama Nina. Dia suka bercerita, kadang membahas artis-artis yang tidak kukenal padahal artis Indonesia tapi tetap saja aku tidak mengenalnya.
***
"Icha mau naik ke atas?" Zakya bertanya, ia duduk didepan lemarinya, disebelah lemariku.
Aku mengangguk.
"Ikut!" Ujarnya menyusulku, ia duduk diatas kasurnya.
Aku sering bercerita juga dengan Zakya, dia suka memasak, banyak membagikan resep-resep, keren sekali dia punya cita-cita untuk menjadi koki.
"Pernah dengar cerita horor nggak kalian? Dari pondok lama gituu.." Aku berbisik pada Zakya dan Yusi.
Yusi jarang turun dari ranjang atas. Dia banyak diam diatas, memeluk jurnalnya, tau-tau menangis tersenggal sendiri. Jadi lebih baik kuajak bercerita juga. Yusi terlihat tertarik kemudian mengangguk antusias.
Aku memasang telinga, siap mendengar. Zakya juga duduk ikut mendengarkan. Pikirku karena ini masih jam 2 siang jadi aku tidak akan takut mendengarkannya, aku lupa kalau aku adalah orang yang pemikir.
"Jadi waktu itu aku lagi cerita sama temenku tentang horor horor juga, tentang poci kalau nggak salah, dan kamu tau? Saat dia tidur, pas banget ranjangnya ada diatas persis kayak kita bertiga. Dia ngerasa dingin dibagian kakinya karena kakinya menghadap ke jalan kan.. dan kamu tau waktu dia ngebuka mata?"
Jantungku deg-degan parah.
"Poci ngelihatin dari bawah!"
Aku menutup kedua telinga. Memang cukup Excited tapi juga takut sendiri. Cerita itu terus berlanjut sampai Yusi mendadak sakit perut dan meminta izin ke kamar mandi. Aku dan Zakya mengalihkan topik ke hal lain karena kita berdua takut juga.
***
Malam setelah kami bercerita seru aku merasa terus dihantui. Zakya terlelap dengan cepat, Yusi juga meninggalkanku yang masih berdzikir, berusaha menghilangkan rasa takut akan kemunculan poci dibawah kakiku.
Sebenarnya tidak semua orang sudah tertidur. Ada kak Asa dengan kak Amanah yang masih mengobrol ditengah, Putri dan Sherly juga bergabung, sedikit-sedikit mengakrabkan diri.
Seharusnya aku merasa tenang, tapi tidak sama sekali rasanya. Aku membalik badan, mencari posisi nyaman, namun tidak kunjung menemukan sampai kudengar suara gemerincing kunci lemariku, pintu lemariku terbuka.
Aku mengintip dari balik selimut, itu bukan poci yang manjat keatas lemariku sehingga lemariku terbuka sendiri, jelas bukan.
Aku terheran menatap Putri dengan percaya diri membuka pintu lemariku, mengambil teh, air dan gula tanpa seizin ku. Ia tidak tahu aku belum tidur. Kalaupun begitu seharusnya dia tau dong kalau mengambil tanpa izin itu sama dengan mencuri!?
Aku tidak habis pikir, masih kuperhatikan sampai ia mendapatkan tiga benda itu. Putri dan Sherly kembali membuat teh hangat, tanpa ada rasa takut akan dosa karena sudah mengambil tanpa izin.
Besok paginya sepulang sekolah Sherly kembali meminta gula, teh dan air. Kemarin pagi aku memang menawarkan diri, tapi jika terus-terusan mereka yang memakai bisa-bisa suatu saat aku membutuhkan gula dan teh sudah habis duluan! Aku tau ini memang sedikit egois, atau anggap saja memang aku egois!
"Maaf ya Sher, coba minta ke yang lain. Gula sama tehku harus di hemat, takutnya mbak ku nyari soalnya buat berdua.."
Ya demi apapun aku sedang berbohong, menggunakan nama mbak ku, karena aku tau mereka tidak akan berani memaksa jika nama mbakku sudah kusebut.
"Yaudah kalau gitu kita minta air aja!" Ujar Putri tanpa meminta baik-baik.
Aku meneguk ludah, kejadian semalam membuatku dongkol, sebab kata teman-teman yang lain tidak sekali dua kali Putri membuka lemariku secara diam-diam untuk mengambil botol minumku yang berisi air. Kami sekamar memang diwajibkan untuk memiliki botol air sendiri untuk mengisi air minum, semenjak galon kamar dikumpulkan dan diserahkan pada bagian kebersihan disebabkan banyaknya galon terlantar dan berlumut--tidak terawat.
"Kan kalian juga punya botol sendiri, coba kalian isi air sendiri--" Aku berujar pelan tapi Putri menukas.
"Apasih orang cuma minta sedikit!"
"Tapi kan kalian sering minta airku.." Aku menunduk.
"Ih! Emang itu airmu?! Ini kan air dari pondok yang cuma masuk kedalam botol mu! Kita berhak minum dari botol siapa aja karena itu air dari pondok! Emang kamu nggak tau!? Huh! Sok banget jadi orang! Dikira ini air punya kamu!?" protes Putri hampir menjerit.
Aku menunduk, sekarang aku terlihat seperti orang jahat yang tidak mau membagikan air padahal ini air milik pondok. Aku tidak tau ucapan Putri benar atau salah.
"Udahlah! Kalau nggak ikhlas dari awal itu nggak usah ngebagi!" Murkanya kemudian keluar kamar, ia pergi ke kamar samping, kamar temannya dari pondok lama di SMP.
Aku masih menunduk, memandang botol air minum diatas lemari. Masih full memang, aku jadi merasa bersalah penuh karena tidak membagikan sedikit dari air itu.
Keesokannya di hari Rabu, hari biasa kami berkumpul dan membahas perkembangan kamar. Ustadzah Dwi dan Ustadzah Nabila mengumumkan kalau kami harus memiliki botol sendiri, wajib. Dan hanya dari botol itu kita boleh minum air, boleh meminta air milik teman jika sudah izin dan diperbolehkan. Kami juga diwajibkan mengunci lemari serta menutup lemari jika mau ditinggal tidur atau ditinggal pergi, tidak boleh juga membuka lemari milik temannya.
"Tidak ada yang tau kan kalau selama ini ada teman yang merasa iri dengan kita sehingga mengambil barang milik kita? Alangkah baiknya jika dari diri kita sendiri menjaga diri, iya kan?" Ustazah Dwi tersenyum, beliau memang mengagumkan, MasyaAllah.
Semenjak saat itu juga tatapan tajam menghunusku, lebih sering dari pada sebelumnya, menyakitkan memang tapi setidaknya ia hanya melakukan itu kepadaku bukan kepada teman-teman kamar yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
cerita tanpa suara
Short StorySedikit dari ceritaku, keseharianku dihari dulu, petualanganku, secuplik ingatan yang sampai sekarang masih samar melekat dalam kenangan. Ini aku dan ceritaku, langkah awal yang kukira akan semulus itu.