E- 02

4 1 0
                                    

Pohon belakang halaman istana adalah tempat kesukaan Argiel saat merenungkan sesuatu. Terkadang pikiranku berkata untuk menghiburnya tapi aku hanya takut bila akan mengganggunya saja. Aku mendatanginya sambil membawa keranjang kue.

"Anu Tuan" sapaku dari belakang.

Argiel menoleh padaku dan melirik keranjang kue yang ku bawa.

"Kenapa?" Tanyanya singkat.

"Saya lihat anda murung, jadi saya membawakan ini" aku menyodorkan keranjang kue yang kubawa dan membuka isinya.

Argiel menatapku dengan tatapan yang berbeda setelah kejadian beberapa hari lalu.

"Sudah kubilang jangan panggil aku 'Tuan'" ucapnya.

"Lalu saya harus memanggil anda seperti apa?" Tanyaku.

Argiel mengerutkan alisnya.

"Jangan formal dan jangan panggil aku 'Tuan' terus" ucapnya sedikit kesal.

Lagi-lagi aku membuat suasana hatinya jadi semakin buruk.

"Itu... Baiklah say- maksudku aku tidak akan formal lagi. Argiel" ucapku sambil membenarkan kalimat.

Tapi ketidak formalan ini ketika saat seperti ini saja. Dan ketika kembali pada pekerjaan aku akan memanggilnya secara formal.

Kami berdua sepakat untuk memanggil seperti itu saat berdua saja. Kulihat ekspresinya mulai membaik dari biasanya, dia mulai tersenyum dan menunjukkan kebaikannya.

Banyak yang tidak percaya kalau kesatria Duke, Argiel Carvrich julukan 'Si Salju Tanpa Emosi' mulai mencair.

Banyak juga yang bertanya-tanya siapa yang telah mencairkan suasana hatinya selama ini. Masih menjadi misteri, bahkan Duke sendiri juga tidak mampu membuatnya tersenyum sedikitpun. Namun kini Argiel sedikit demi sedikit tersenyum tipis.

Saat malam tiba seperti biasa aku di dapur, setiap waktu ku hafal saat Argiel datang kemari. Jadi aku mencoba mengagetkannya secara diam-diam dan menunggunya di sisi pintu dapur.

Pintu dapur tidak berbentuk benar-benar pintu, tapi dua pintu kecil yang yang didorong berkali-kali untuk memudahkan para pelayan agar tidak bolak-balik membuka menutup terus. Aku terfokus untuk mengagetkan Argiel sesaat kudengar langkah kaki seseorang menuju ke sini.

Aku mulai mengambil ancang-ancang, perhatian ku teralihkan oleh sapu yang ku senggol dan mecoba membenarkannya.

Sayangnya Argiel sudah ada di depan pintu dan membuatku berteriak kaget sampai menabrak lemari dibelakangku.

"Kau ini kenapa?" Tanyanya.

Aku memegang kepalaku yang terbentur lemari. Niat mengageti malah kaget. Dia tersenyum melihat kelakuan konyol ku.

"Lain kali harus profesional" ujarnya sambil mengejek.

Aku menggembungkan pipiku merasa kesal dengan ejekannya. Selang beberapa menit aku memberikan kue yang sudah matang. Kue hasil rekomendasi sebelumnya. Macaron. Tidak disangka kalau kue itu benar-benar ku buat untuknya.

"Hehe ada lagi yang direkomendasikan?" Ucapku penuh nada sedikit sombong.

Wajahku yang sedikit meninggalkan tepung dipipi membuatku seperti anak kecil yang baru belajar membuat masakan.

"Ada, hapus dulu tepung di pipimu" ucap Argiel menunjuk pipiku.

Aku segera mengelap pipiku, tapi tanganku ini penuh dengan tepung sebelumnya. Bukannya malah bersih malah makin bertambah. Argiel menggelengkan kepalanya, merasa lelah dengan kelakuanku yang absurd.

Kesatria Duke Mencintai Pelayan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang