chapter 9

96 8 0
                                    

Junel berjalan di lorong sekolah, banyak siswa yang melihat kearahnya dan membicarakan Junel.

“ Ehh badut” celetuk salah satu siswa.

“ Costummu mana, kok ga kamu pake haha” sambung temannya.

“ Sekolah kita sekarang ada badut nih, gusy” dengan sengaja salah satu siswi mengeraskan suaranya, ketika Junel lewat depannya.

“ Hibur gua dong” ucap salah satu siswi menghampiri Junel.

“ Hah? Maksut kamu apa?” tanya Junel ke siswi tersebut.

“ Kamu kan badut, hahahaha” ujar siswi itu sambil tertawa.

“ Aku bukan badut” ucap Junel.

“ Mang eaak?” tanya remeh siswi, setelah itu Junel berlari menuju ke kelas.

Sesudah sampai di kelas, banyak sepasang mata menatap dirinya aneh.  Sedangkan Alex dkk, menatap Junel remeh dari sirat matanya seakan mengatakan ‘sapa suruh berurusan sama kita-kita’.

Junel membuka Hp setelah duduk di bangkunya, ada notif  postingan yang menghastag dirinya. Setelah membuka postingan banyak komentar-komentar negatif tentang dirinya, emosi Junel tersulut.

“ Alex  ini kerjaan kamu kan” ujar Junel setelah menghampiri Alex dkk.

“ Loh lo berani nuduh gua, punya bukti apa lo” ucap Alex, sambil mendorong bahunya Junel.

“ Kan kemarin kamu yang dandani aku kek badut ” kesal Junel mengingat kejadian satu hari yang lalu.

“ Heh, kalo iya emang kenapaa ha lo mau marah ma gua” judes Alex, mengakui bahwa dirinya yang ngeposting.

“ Ee..emm lo kenapa sih selalu gangu gua, gua salah apa? ” tanya Junel.

“ Salah lo lo udah lahir didunia ini, mending lo mati aja deh” ucap Alex sambil menunjuk muka Junel.

“ Lo ga pantes disini anjingg, lo itu cuma anak culun yang ga guna” sambung Alex.

“ Kkk..kmu tega bangett nn..ngomong kaya gitu” mendengar ucapan Alex, Junel merasa tersinggung.

“ Lah kenyataannya emang begitu” sinis Alex.

“ Karna lo dah tau, sini lo ikut gua” ucap Alex dan mengkode teman-temannya untuk menyeret Junel ke kamar mandi.

“ Lex kamu mau apain aku” lirih Junel.

Setelah sampai di toilet, Alex dkk langsung mengkunci Junel di dalam kamar mandi.

BRAK BRAK

“ ALEX BUKAK PINTUNYA” ucap Junel sambil menggedor gedor pintu toilet yang dikunci oleh Alex dari luar.

BRAK BRAK

“ ALEXX”

“LOO, DISITU SAMPE PULANG SEKOLAHH!!!, rasain tuhh ini pelajaran buat loo,jangan harap lo bisa lolos dari gua”  teriak Alex dari luar toilet.

Tak terasa sudah satu bulan lebih Junel sekolah di SMA 7 Salahlima dan sudah sebulan lebih Junel mendapatkan bullying, dari Alex, Janu, Jevv dan Kelvin. Semakin hari, bullying yang mereka dapatkan semakin parah. Puncaknya yaitu saat melihat Jelvin yang ingin loncat dari atas gedung sekolah.

Rani yang merasa janggal karena setiap kali anaknya pulang sekolah, pasti ada bekas lebam, memar atau kulitnya yang melepuh. Bahkan Rani juga heran dengan alasan yang di berikan oleh anaknya itu. Setiap kali Rani bertanya, alasan yang diberikan Junel oleh Junel selalu karena terjatuh.

‘ What the hell, ya kalik anak gua jatuh muluk’ gumam Rani terkejut, dengan posisi kedua tangannya menutupi mulut yang terbuka karna memikirkan alasan alasan yang Junel berikan saat dia bertanya.

“ Dektektif mulai ” ucap Rani, sambil berjalan ke arah kamar Junel.

Tok tok tok

“ Junel, kamu udah tidur?” tanya Rani, setelah mengetuk pintu kamar anaknya.

“ Belom nda, masuk aja pintunya ga Junel kunci” balas Junel dan memberitahukan kepada Rani bahwa pintu kamarnya belum di kunci.

“ Ho’oke” ucap Rani setelah itu membuka pintu kamar dan kembali menutupnya. Kemudian menghampiri Junel yang sedang mengerjakan tugasnya di meja belajar.

“ Junel bunda tanya sama kamu, kenapa setiap pulang sekolah badanmu selalu memar?” tanya Rani dengan serius.
Keringat Junel mulai bercucuran, padahal cuaca malam hari ini terasa dingin, tetapi setelah bundanya bertanya seperti itu. Junel mulai kebayang-bayang dengan apa yang di lakukan oleh Alex dkk. Bayang bayang itu lama-lama seperti kaset rusak di pikiran Junel.

“ Junel, bunda mohon kamu jujur. Bunda khawatir, setelah dengar ada salah satu siswa yang hampir bunuh diri di sekolahanmu” ucap lirih Rani memohon kepada Junel, sambil memegang kedua tangan anak satu satunya.

“ Ee..ehh se..sebenarnya Junel di pukuli sama teman sekelas Junel dan juga di caci maki selama satu bulan, semenjak Junel masuk sekolah” ucap Junel sambil menundukkan kepalanya, melihat tangannya yang di genggam dengan erat oleh bundanya.

“ Astaga nak, kenapa kamu ga bilang sama bunda. Itu sudah termasuk bullying ” ujar Rani terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Junel.

“ Maaf nda, Junel ga berani bilang sama bunda. Junel di ancam, Junel takut” ucap Junel dengan mata berkaca kaca, mengakui kenapa selama ini dia bungkam.

Kesokan harinya Rani dan Daniel pun menuju ke sekolah Junel untuk melaporkan kejadian yang dialami oleh anaknya.

“Permisi pakk” ucap Daniel ketika sudah sampai di depan pintu ruangan kepala, setelah mengetuk pintu.

“ Silahkan musuk ” balas Pak Aan selaku kepala sekolah SMA 7 Salahlima.

“ Ada perlu apa ya pak, bu?” tanya Pak Aan, ketika sudah mempersilahkan orang tua Junel duduk.

“ Kami selaku orang tua junel, ingin memberitahukan bahwa anak kami menjadi korban bullying di sekolah ini ” adu Daniel.

“ Anak salah saya, anak salah saya, anak salah saya salah apa pak? Sampai di bullying” sambung Rani

“ Maaf ya pak,bu. Kami tidak mengetahui masalah bullying yang terjadi di sekolah” ucap maaf Pak Aan karena, dia tidak mengetahui bahwa di sekolahan ini terdapat bullying.

“ Jujur saya terkejut dengan kedatangan ibu dan bapak yang melaporkan ada bullying di sekolah kami. Kami juga dibuat bingung dengan keluhan orang tua dari salah satu, yang juga melaporkan bahwa anaknya yang hampir loncat dari gedung sekolah. Apa bila tidak dicegah oleh anak anda” curhat Pak Aan  kepada orang tua Junel.

“ Bagaimana bapak bisa tidak mengetahui adanya bullying di sekolah ini!!” ucap Daniel.

“ DIMANA TANGGGUNG JAWAB BAPAK SEBAGAI KEPALA SEKOLAH” sambung marah Rani, sambil  menunjukkan jari telunjuk ke arah kepala sekolah.

“ Harap bersabar bu ini ujian, kami juga sedang mencoba menyelesaikan masalah ini” ucap Pak Aan, sambil kedua tangan mendorong angin. Dengan Daniel yang mencoba menenangkan istrinya.

“ Gimana saya bisa tenang pak, anak saya, Junel. Kemarin saya tanya kepada anak saya kenapa saat pulang sekolah selalu babak belur. Pertama-tama anak saya tidak ingin memberitahu saya. Tapi saya paksa untuk memberitahukan bagaimana bisa dia babak belur” oceh Rani, dan di angguki oleh Pak Aan.

“ Gini aja pak, bu. Bagaimana kita panggil Junel untuk menjadi saksi, siapa yang menjadi pelaku bullying” sela Pak Aan.

“ Iya pak mari kita panggil mereka saja” balas ayah Junel.

troubled youthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang