“Gnatad tamales, rou Rehtorb!” ujar pria bertubuh besar dari dalam pintu itu. Pria itu bertelanjang dada, mengenakan kalung yang terbuat dari tulang-tulang kecil dan beberapa kayu. Pria itu lebih tinggi sedikit dari diriku, namun berbadan lebih besar, terlihat otot-otot basah di badannya. Bahunya lebar, dengan lengan gempal sedikit berotot. Lebar dadanya mengikuti bahunya, kedua dadanya membulat dengan kedua puting susu yang hitam menggantung sedikit ke bawah. Perutnya besar namun terlihat sedikit pahatan berbentuk kotak-kotak. Pria itu memakai celana dalam yang mirip seperti yang kupakai.
“Rapal umak hakapa? Halkusam!” ujar pria itu sambil menarik tanganku, tenaganya yang melebihiku membuatku tertarik langsung ke dalam rumahnya.
“Inis ek umnanalajrep anamiagab? Ay nakhalelem itsap?”
“Uluhad hibelret halkudud.”
Semua ucapannya tak kumengerti, aku hanya bisa menjawab “hah” pada setiap ucapannya kepadaku.
“Imak asahab itregnem asib muleb umak aynitrepes.” ujarnya sambil memandangku lalu pergi ke meja dan mengambil sebuah mangkuk kecil yang sepertinya telah berisi ramuan.
“Ulud ini naumar munim halaboc.” ujarnya sambil menyodorkan mangkuk tersebut kepadaku. Sepertinya aku diminta untuk meminumnya setelah melihat ia mengisyaratkan tangannya ke mulutnya. Cairan tersebut agak terasa pahit getir, namun tidak terasa aku menghabiskannya. Beberapa saat aku merasakan pening di kepalaku, berprasangka bahwa aku telah diracuni. Pikiranku seperti dibanjiri dengan pengetahuan-pengetahuan yang tidak bisa aku cerna, namun secara tiba-tiba merasuk ke dalam kepalaku. Hingga akhirnya aku memegangi kepalaku dan berangsur-angsur rasa pening tersebut hilang.
“Gnatad tamales” ujarnya, aku masih kebingungan.
—”Selamat datang” selamat datang? pikirku.
“Gimana? Sudah enakan?” ujarnya yang mengagetkanku.
“Hah, kenapa tiba-tiba bapak bisa berbicara dengan bahasa saya?” tanyaku.
“Bukan saya yang berbicara bahasamu, tapi karena ramuan yang kamu minum tadi lah yang membuatmu mengerti bahasa kami.” jawabnya.
“Ah bapak bohong.” tukasku tidak percaya.
“Kalau kamu tidak percaya, coba kamu baca tulisan ini.” ujarnya sambil mengambil sehelai kertas yang bertuliskan aksara yang awalnya tidak aku ketahui. Namun, ajaibnya beberapa saat aku langsung dapat membaca tulisan itu.
“Selamat datang di desa kami, nama saya Askar. Saya bertugas menjadi penjaga hutan sekaligus bertugas untuk mengetes saudara baru di desa ini.” ucapnya sambil mengulurkan tangannya kepadaku. Aku menyambut tangannya yang terasa kasar, namun ia menyalami tanganku dengan lembut.
“Terimakasih.” ucapku yang masih kebingungan sambil melirik ke wajahnya, dadanya, tubuhnya.
“Jadi, siapa namamu?” tanyanya sambil mengeraskan genggamannya mengejutkanku.
“Ah iya, namaku Darmawan.” ucapku spontan.
“Tenanglah, tidak perlu takut.” Pak Askar melepaskan genggaman tangannya dan beranjak mengambil sesuatu dari lemarinya. Dia melemparkan sesuatu seperti roti kepadaku, aku menangkapnya dengan sedikit terkejut.
“Makanlah, kamu pasti kelaparan saat sedang mencari jalan ke sini, bukan?” tanyanya. Seperti menjawab, perutku keroncongan dan aku pun segera memakan roti itu.
Selesai memakan, aku diberi minum olehnya. Dan ketika dia seperti sibuk mencari sesuatu aku bertanya kepadanya,
“Di mana anak dan istrimu, pak Askar?”
Dia hanya diam, dan ketika telah menemukan sesuatu itu dia berbalik tanya,
“Apa maksudmu, Darmawan? Anak? Istri? Apa itu?”
Aku kembali terkaget dengan jawabannya, aku lebih kebingungan menghadapi seorang pria kekar sepertinya mempertanyakan balik hal itu.
“Ah, maksudku, apakah bapak tinggal sendiri di sini?” aku melontarkan pertanyaan lain.
“Iya, saya tinggal sendiri di sini, desa yang aku katakan tadi berada di dekat sungai.” jawabnya sambil duduk di dipan kayu yang kududuki.
“Oh, lalu apa maksudnya mengetes saudara baru yang bapak katakan tadi?” tanyaku penasaran.
Pak Askar pun menoleh dan tersenyum kepadaku. Sambil ia mengelus-elus punggungku dengan tangannya, aku sedikit merinding namun setelah beberapa kali sentuhan, aku merasakan hangat.
“Kamu mau tahu?”
“Jadi, bukankah kamu kedinginan pada saat berjalan kemari, Pak Darmawan?” tanya pak Askar sambil mendekatkan dirinya kepadaku.
Belum sempat kujawab, Pak Askar menarik kepalaku dan mendekatkan wajahnya ke wajahku, tersenyum, lalu menciumku dengan lembut.
Cupp!
![](https://img.wattpad.com/cover/350838922-288-k944529.jpg)
YOU ARE READING
Antara Dua Semesta
Fiksi UmumMenceritakan petualangan dan pengalaman seseorang pria yang berpindah tempat ke dunia lain. Homofobik dilarang masuk!