Part 1

19 3 0
                                    

"Hmm?"
"What?"

_-_-_-_

15.00

"Ira!"

"Hm?"

"Tolong kalau nyautin orang tuh niat dikit kek." Kesal si perempuan yang baru saja sampai dan mendudukkan dirinya di meja samping Ira.

"Kenapa, Ivy-ku?" Jawab Ira dengan nada sedikit mengejek.

Ivony mendelikkan mata. "Heh!! Udah aku bilang, kan? Jangan manggil aku pakai nama itu! Ivony Daruna! Padahal namaku tuh udah mencerminkan cewe hot anjir! Malah jadi kayak cewe imut-"

"Jadi? Kenapa?" Potong Ira dengan cepat sebelum Ivony berbicara omong kosong lagi.

"Gapapa sih, hehe, cuma mau ngajak kamu ke kantin." Ivony mengeluarkan dua jari yang membentuk tanda peace andalannya saat melihat Ira menatapnya tajam.

"Tapi, aku temenin kamu makan aja. Inget, ya! Habis ini kita tuh harus kumpul kelompok, jadi agak cepet ya makannya."

"Siap, kakak!" Seru Ivony mengangkat jempolnya.

Mereka pun berjalan ke kantin dengan langkah sedikit cepat melewati gerombolan teman sekelasnya yang duduk lesehan di depan kelas. Ira menggenggam tangan Ivony, sedangkan yang digenggam hanya menundukkan kepalanya. Ia sudah paham betul, mereka menjadi pusat perhatian lagi dan lagi. Tapi Ira hanya diam dan terus berjalan dengan tatapan tajam dan angkuhnya.

Ira bukan pribadi yang dingin. Sifat aslinya periang, ramah, dan ceroboh. Tapi, dia hanya begitu di depan orang terdekatnya. Ira agak sulit berteman dengan orang baru, dia hanya tidak tahu cara bersikap dan terlalu gugup. Dia terbiasa menjadi pendengar yang baik, maka sekalinya orang menanyakan pendapatnya saat diskusi kelompok, dia hanya menganggukkan kepalanya dan menjawab setuju.

Duduk di bangku kelas 11 SMA ini, Ira malah mendapatkan perlakuan tidak baik dari hampir seluruh teman sekelasnya. Bukan bully fisik, tapi pembicaraan dan gosip tak mengenakkan tentang dia dan Ivony. Heran sih, Ira dan Ivony tidak pernah berbuat hal apapun yang salah, mengobrol dengan teman sekelasnya saja jarang. Itulah yang membuat mereka berdua menjadi tertutup, terutama Ira.

●●●

"Akhirnya selesai juga tuh drama." Ivony langsung cepat-cepat mengambil HP-nya dari dalam tas.

"Eh btw, kamu gak mau bareng aku aja nih? Udah jam lima loh, keburu gelap." Lanjutnya sambil memperlihatkan layar HP-nya yang menampilkan jam 17.00.

"Engga deh, kamu kalau mau nganter aku kan pulangnya harus muter balik, udah kubilangin ga usah, masih aja nawarin." Ira menghela napas untuk kesekian kalinya, kenapa tidak, Ivony tidak ada capek-capeknya menawarinya tumpangan.

"Iya deh iya, yaudah aku duluan ya! Bye, kak!" Nada bicara Ivony sedikit kesal, namun ia tidak ada pilihan lain jika Ira sudah menolak.

FYI alasan Ivony memanggil Ira 'kakak' karena awalnya mereka hanya mengikuti tren semata dan Ivony malah jadi keterusan. Tapi, sekarang Ivony malah memanggil Ira dengan embel-embel 'kakak' saat ia mau menghindari topik jika Ira hanya terdiam dan menatapnya tajam.

●●●

Sudah setengah jam lamanya Ira menunggu kakaknya datang. Ia duduk di bawah sebuah gazebo kecil di depan sekolah yang sudah terlihat rapuh. Tapi, hanya gazebo itulah yang menjadi tempat orang-orang duduk menunggu jemputan. Entah pihak sekolah sama sekali tidak menggubris permintaan para siswanya yang meminta memperbaiki gazebo itu. Padahal, untuk membeli tanah belakang sekolah saja harus meminta 'amal' dari para orangtua siswa.

Daritadi Ira hanya fokus memandangi layar HP yang menampilkan grup chat keluarganya. Ia tidak menyadari bahwa dia sudah sendirian di gazebo itu. Hanya terlihat sebuah mobil hitam dengan kaca yang gelap yang terparkir tidak jauh dari gazebo tersebut.

"Dimana sih tuh anak? Bilangnya udah otw." Gerutu Ira yang kesal pada kakaknya.

Akhirnya tidak lama kemudian, kakaknya datang dengan mengendarai motor. Terlihat ia menggunakan pakaian yang rapi seperti akan pergi menghadiri acara.

"Kak Eve! Lama banget sih!" Kesal Ira saat kakaknya baru saja mengerem di hadapannya.

"Makanya, kamu tuh naik motor sendiri, bisanya cuma ngerepotin orang! Udah tau kakak juga sibuk mau pergi ketemu temen-temen." Ketus Evelyn sambil memutar bola matanya malas.

"Iya, iya! Liat aja nanti aku ga bakal minta bantuan kakak lagi." Ira menggembungkan pipinya sembari menaiki motor dan menatap tajam kakaknya dari arah kaca spion.

"Iyalah! Itu mah emang harus!"  Sahut Evelyn sambil melajukan motornya pergi menjauh dari sekolah yang sudah terlihat seperti rumah hantu itu.

Sebenarnya Ira agak sakit hati setiap mendengar perkataan kakaknya itu. Ia hanya tidak bisa mengendarai motor, apakah itu hal yang sangat memalukan? Bahkan keluarganya tidak pernah sekalipun mencari tahu atau bertanya alasannya.

Ira itu gampang trauma.

Saat dia kelas 6 SD, ia sudah dipaksa neneknya untuk belajar mengendarai motor dan alhasil malah terjatuh masuk ke selokan. Setelah itu Ira sudah tidak ingin lagi naik motor. Walaupun saat ini dia sudah sering belajar bersama ayahnya setiap sore di taman, tapi tetap saja dia tidak berani untuk melewati jalan besar.

Lagipula usianya baru 16 tahun, bukannya sudah ada peraturan larangan mengendarai motor sebelum punya SIM? Kenapa orangtuanya memaksa sampai sebegitunya?

Karena sifat orangtuanya yang seperti itu, Ira jadi selalu merasa menjadi seorang beban keluarga. Padahal dia hanya cukup fokus untuk bersekolah dan lulus dengan nilai yang baik. Apa itu tidak cukup?

•••

"...."

"Hmm?"

"..."

"What?"

LimerenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang