Aku sudah mulai disibukkan ujian-ujian. Mendekati akhir tahun berarti selangkah aku akan lulus dari sekolah dan mulai mencari perguruan tinggi.
"Ibu harap lusa semua angket sudah terkumpul di atas meja ibu. Sekian."
Aku menghela napas mengingat ucapan Bu Ramida.
Angket masa depan adalah hal yang paling tidak aku sukai. Pada waktu sebelumnya aku tidak pernah mengumpulkan karena tidak tahu ingin meneruskan kuliah jurusan apa. Meski begitu, tahun ini mau tidak mau aku harus mengumpulkan. Karena aku siswa tahun ketiga. Dan tidak dimungkinkan untuk masa bodoh tentang masa depan.
"Kau sedang memkirkan apa?"
Gemini tepat berjalan di sampingku. Seperti tameng yang pas untuk menghalau angin kencang yang diam-diam selalu menyibak poni rambutku.
Pundak lebarnya benar-benar mengutukku untuk pertama kalinya. Gemini terlihat lebih dewasa selangkah dari sebelumnya. Aku tidak pernah menyadari itu.
"Memikirkan masa depan." balasku enteng. Dan tanpa aba-aba Gemini mulai menurunkan gendongan tasku, "Biar aku bawakan," menariknya secara pelan terarah hingga aku mendapatinya seperti menggendong bass drum di depan perutnya.
Ada waktu dimana aku luluh secara cuma-cuma padanya.
Ketika Gemini datang dengan cara paling mengagetkan dan mulai menginvasi seperti layaknya pacar idaman. Aku tidak bisa berhenti melirik ke arahnya.
Sesekali kalau aku ketahuan, dia balik menatapku dengan senyuman yang lumayan lebar. Lantas mengusak puncak kepalaku, "Aku akan menyisihkan waktuku untuk mendengar curhatanmu."
Aku mau tidak mau menghela kemudian menjawab, "Aku tidak tahu apa yang ingin aku lakukan di masa depan. Aku tidak tahu jurusan apa yang ingin aku ambil saat kuliah nanti. Semua itu membuatku begitu terbebani. Awalnya aku tidak pernah memikirkan hal-hal seperti ini. Tapi karena sekarang aku kelas tiga aku justru kesusahan. Aku baru sadar kalau mengisi angket masa depan itu ternyata penting. Aku agak menyesal."
Saat itu juga Gemini kembali mengusak puncak kepalaku. Membiarkanku mendongak menatapinya sedikit bingung, Gemini melebarkan senyumnya sebelum berucap, "Fot-ku sudah bekerja terlalu keras."
Membawa gelenyar ketenangan yang sebelumnya tak kunjung menampakkan eksitensi.
"Apa hubungannya dengan aku bekerja keras? Aku sedang bingung Gem."
Aku mencebik. Memainkan langkahku yang kalah lebar dengan langkah Gemini. Tapi Gemini tiba-tiba saja berhenti. Membuatku mengernyit dan memilih menghadap ke arahnya ingin protes. Dia malah menggeleng dengan wajah berpikir kelewat serius.
"Terkadang memikirkan masa depan itu rumit." Gemini mengambil jeda, "Tapi satu hal yang membuatnya lebih gampang untuk menemukan dan melakukannya cukup mengingat hal yang paling kau gemari. Tidak ingin kau lepaskan meski sampai mati nanti. Hal yang diam-diam selalu membuatmu bahagia. Maka masa depanmu akan terasa lebih mudah dijalani nantinya."
Oh! Kalau itu sih jawabannya sudah jelas.
Kau! Gemini Norawit.
"Tidak perlu kuliah kalau kau merasa tidak diharuskan kuliah, hanya lakukan apa yang kau inginkan. Begitu masa depan bisa menjadi gampang."
"Kalau aku menulis namamu saja bagaimana?"
Teman kesayangan, pacar menawanku, Gemini Norawit.
ㅡend.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Adult - GeminiFourth
Short StoryMengenai Gemini di dalam perspektif Fourth. ➖Dimulai : 20230830 ➖Berakhir : 20230830 Boy x Boy ©pipieeww_