4 HUJAN

126 14 8
                                    

"Lho, kak Ozel jan ngadi ngadi  ningalin Azul"

"Sorry Zul, kakak masih punya tugas di kuliah. Numpang sama teman ya?"

"Semua teman Azul udah pada pulang kak"

Terdengar bunyi nafas lelah di seberang sana.

"Pulang sama ojol aja lah"

"Tapi kak—"

Bip!

Panggilan diakhiri oleh kakaknya. Jazzel mengeluh panjang, mana dia seorang aja di gerbang sekolah.

Yang lain pada udah pulang, Jazzel melihat awan yang kapan aja mengeluarkan air hujan.

Ia berjalan menuju ke halte bis dan menekukan kakinya lalu menutup kedua kupingnya agar tidak mendengar bunyi guruh yang akan meletus kapan aja

Jazzel punya trauma sama guruh, ia akan menjadi sangat panik atau aja pikirannya tidak akan berfungsi buat sementara.

Lebih parahnya, tubuh Jazzel akan bergetar hebat lalu mengeluarkan banyak keringat bila hujan badai yang menimpa.

Pemuda tan ini berdoa agar hujan tidak turun dengan guruh. Ini terlalu bahaya buat dirinya yang sekarang berseorangan.

Sepertinya dewi keberuntungan tidak menyebelahinya. Hujan beserta guruh menguasai alam.

Satu bunyi guruh yang agak terdengar besar berhasil membuat Jazzel menggigil. Ia menutup kedua matanya dan memeluk diri agar dapat menghindar rasa takutnya.

Jazzel menghembus nafas perlahan untuk menenangkan diri agar tidak panik.

"Azzel ganteng, Azzel kuat" gumamnya sendiri.

Bunyi yang seperti diserang pada jaman perang dunia kedua dapat Jazzel dengar. Bunyi guruh ini adalah bunyi yang paling tidak ia suka.

Jazzel sangat takut, lihatlah ia sekarang sudah mengigil dan berkeringat banyak. Dan mungkin sebentar lagi akan menangis.

Pada guruh yang kelima berhasil membuat Jazzel menangis. Ia sekarang seperti anak anak yang ditinggal oleh orangtuanya.

Ribut yang menyeru dan menyentuh tubuhnya, Jazzel kedinginan. Ia tidak dapat hubungi temannya atau keluarganya. Karena otak Jazzel tidak dapat berpikir dengan baik.

Keadaan yang panik mana dapat berpikir dengan baik.

"Mama Azul takut" lirihnya dengan isakan. Bahkan hidungnya sudah memerah. Mana dia tidak bawa jaket lagi.

Biasanya di keadaan cuaca seperti ini, akan ada ibundanya yang akan memeluk Jazzel untuk menenangkannya.

Tidak lama setelah itu, satu selimut mendarat  dan menutup seluruh tubuhnya. Pemuda jangkung ini membungkus seluruh tubuh Jazzel.

Sudah tentu dapat membuat Jazzel terperanjat. Mana datangnya selimut ini.

Jazzel mengangkat wajahnya dan mendapati sosok pemuda yang sangat ia suka. Raut wajah pemuda itu tampak panik.

"Harraz" lirih Jazzel dengan mata yang berkaca kaca.

"Zel lo nggak pa pa? Lo nangis? Lo sakit Zel?" Cemas pemuda ini. Ia memegang kedua pundak Jazzel agar ia dapat melihat wajah lucu pemuda ini.

Tetapi mengapa wajah Jazzel terlihat pucat. Dengan mata yang sembab dan hidung yang memerah.

"Ayok, ke mobil gua. Sini dingin" Harraz dengan perasaan khawatir menarik tangan Jazzel agar mengikut dirinya ke mobil yang sudah terparkir di depan halte bis itu.

Bunyi guruh terdengar lagi, dengan serta merta Jazzel yang sudah duduk disamping kemudi menutup kedua kupingnya. Bahkan ia memejamkan matanya.

Harraz yang melihat itu sangat khawatir dengan Jazzel. Gimana ia harus menenangkannya Jazzel.

REAL [ HAJEONGWOO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang